Oge Di BAndung tos edar Lagu2 NAsrani dina Wanda Seni Sunda sapertos Degung. Nauzubillah himindzalik, Ampun Paralun, Urang KEdah Waspada tina PEMURTADAN suku SUNDA. Jiga nu teu katingali padahal nyata. Cobi tingali lewat GOOGLE.
waluya56 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Laporan Utama Majalah Tempo minggu ieu :
Beribu Jalan Menyenangkan Tuhan dan Umat
Sejumlah kiai mendakwahkan Islam dengan berbagai gaya yang unik.
Pendekatan sufistik membuat mereka lebih lentur.
DI panggung dakwah Islam, pelan tapi pasti, generasi pendakwah yang
memilih jalur dakwah bil hal semakin merebut perhatian masyarakat.
Generasi ini menawarkan pendekatan yang berbeda. Umumnya mereka
menolak pendekatan lama, pendekatan fikih yang biasanya hitam dan
putih. Mereka lebih mengandalkan pendekatan sufistik, supernatural,
terkadang berbau mistiktapi tak bisa dibilang mengamalkan klenik.
Kalau mereka terlihat aneh, nyleneh, itu sesungguhnya
hanya "aksesori" yang melekat akibat pendekatan yang mereka pilih.
Yang terpenting, generasi pendakwah itu memilih berbuat nyata, terjun
langsung memerangi "penyakit" masyarakat, dan umumnya jauh dari kilau-
kemilau sorotan lampu kamera televisi.
Muhammad Sutanto adalah salah satunya.
Ia tergolong warga Nahdlatul Ulama yang unik. Di Semarang, dia yang
biasa dipanggil Gus Tanto ini justru berdakwah di kalangan yang
biasanya dijauhi kalangan beragama: lingkungan para preman. Kiai muda
ini menurut orang yang mengenalnya konon memiliki ilmu kanuragan yang
ampuh. Kata orang sekelilingnya, dia sanggup merebus telur dan
menanak nasi hanya dengan meletakkan panci berisi telur dan beras di
atas kepalanya.
Ia masuk dunia preman lewat ujian yang keras. Dalam sebuah
perkelahian dengan para preman, ia kabarnya menunjukkan ilmu kebal.
Belati tak mampu menggores kulitnya, tebasan pedang cuma membuat
rambutnya menyala. Para preman itu melongo, lalu tunduk patuh belajar
agama kepadanya.
Benarkah semua kesaktian itu dia miliki? Wallahualam bissawab. Yang
sudah nyata, Pesantren Istighfar alias tempat minta ampun yang ia
dirikan sudah dikenal luas sebagai Pesantren Preman. Di sana kiai
berambut panjang ini tak mengajarkan ilmu fikih dan tata bahasa Arab.
Ia hanya mengajarkan ilmu tauhid mengenai keesaan Allah. Ilmu yang
disebutnya tombo ati alias obat hati.
Jangan heran bila Gus Tanto tak mempermasalahkan santrinya yang masih
bertato. Ia tak meminta mereka menghapus tato itu. Yang penting
mereka bersedia meninggalkan dunia hitam. Pada bulan puasa, ia juga
membiarkan warung makan milik tetangganya tetap buka tepat di depan
pesantrennya.
Kiai nyentrik ini justru mengkritik pemahaman yang menurut dia salah
kaprah, bahwa orang berpuasa minta dihormati. Ia berpendapat, kita
harus bisa menghormati orang yang tidak berpuasa. Godaan karena ada
orang yang tak berpuasa seharusnya membuat ibadah puasa menjadi lebih
khusyuk.
Ada pula kiai yang istimewa karena berdakwah di dunia hitam.
Contohnya Khoiron Syu'aib, yang memilih tinggal sambil berdakwah di
kompleks pelacuran Bangunsari Surabaya. Ia yakin, dalam hati kecil
para pelacur dan germo, tetap ada niat untuk berbuat baik. Ia
memahami bahwa para pelacur terpaksa menjajakan diri karena terdesak
kebutuhan ekonomi.
Ia menyelenggarakan pengajian dari rumah bordil satu ke rumah bordil
lainnya. Kadang-kadang berisiko bentrok dengan sang germo. Khoiron
selalu berusaha memanusiakan para pelacur dan germonya. Persis di
depan rumahnya, sejumlah lelaki penghuni kompleks berjudi kartu
sepanjang hari. Ia membiarkan saja sambil berharap hati mereka
tersentuh ketika melihat anak-anak mereka belajar mengaji di dekat
tempat berjudi itu.
Di Parung, Bogor, Jawa Barat, kedermawanan luar biasa diperlihatkan
Habib Saggaf Bin Mahdi Bin Syeikh Abu Bakar. Ia berdakwah lewat
pendidikan dengan menyediakan pesantren gratis bagi anak yatim dan
kaum miskin. Untuk membiayai ribuan santri, ia merelakan pendapatan
dari bisnis pabrik roti, daur ulang sampah, dan hasil pertanian
miliknya. "Harta hanya titipan Allah, mereka sangat memerlukan
pendidikan," begitu prinsipnya.
Konsep dakwah unik lainnya dilakukan Yusuf Mansur. Yang satu ini
memang laris jadi pelanggan stasiun televisi. Tema dakwahnya tetap,
investasi berupa sedekah. "Ini jalan keluar mengatasi kesempitan
hidup," katanya. Ia kerap mengutip sepotong ayat Al-Quran yang berisi
anjuran kepada manusia agar menyisihkan sebagian harta untuk
dinafkahkan di jalan Allah. Sebab, dengan demikian ia akan dikaruniai
kelapangan hidup dan rezeki lebih banyak.
Kiai Husein Muhammad dari Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, punya
keistimewaan lain. Kendati dibesarkan di tengah tradisi pesantren dan
kitab kuning yang biasanya bercorak patriarkis, Husein justru getol
memperkenalkan kesetaraan gender. Dengan mengutip sejumlah kitab
klasik, ia menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan itu setara.
Seperti Amina Wadud di Amerika, ia juga berpendapat bahwa perempuan
boleh menjadi imam salat.
Tak terhitung jumlah kiai Nahdlatul Ulama yang dipercaya memiliki
pemikiran berbeda dan ilmu-ilmu "aneh" semacam itu. Kisah kiai-kiai
itu barangkali sulit dipahami secara rasional. Namun, secara
sosiologis kalangan nahdliyin percaya, bahkan akrab dengannya.
Di masa lalu ada almarhum Kiai Hamim Djazuli dari Kediri, Jawa Timur.
Kiai yang akrab disapa Gus Miek ini biasa menenggak bir hitam dan
kongkow di klub-klub malam seantero Surabaya. Bir jelas bukan tujuan,
tapi sarana untuk mendekati para pekerja malam dan artis yang hidup
jauh dari sentuhan agama. Dan benar. Kepada Gus Mieklah para artis,
selebriti, dan pekerja malam datang mengadu. Bersama ribuan umat
lainnya, mereka rajin mendatangi majelis semakan alias membaca Quran
yang diadakan Gus Miek. Majelis itu masih berjalan sampai sekarang,
kendati Gus Miek sudah wafat 13 tahun lalu.
Ada lagi cerita Gus Nuril, bekas komandan pasukan berani mati pembela
Abdurrahman Wahid. Syahdan, Gus Nuril bercerita bahwa suatu hari ia
bertemu seorang tua misterius yang memperkenalkan diri sebagai Syekh
Yakub. Sejenak kemudian dia menghilang.
Selama dua tahun, Gus Nuril mencari siapa gerangan syekh itu. Suatu
ketika secara tak sengaja ia membuka kitab lama kalangan nahdliyin.
Di sana ia menemukan keterangan bahwa Syekh Yakub tak lain adalah
mertua Kiai Hasyim Asy'ari. Jadi ia masih terhitung kakek buyut bekas
presiden Abdurrahman Wahid. Syekh Yakub telah wafat berpuluh tahun
yang lalu! Pertemuan spiritual itu membalik hidupnya. Secara
emosional ia merasa dekat dengan sang buyut. "Itulah alasan mengapa
saya sangat membela Gus Dur," katanya. Seperti yang lain, Gus Nuril
juga merupakan tempat bertanya masyarakatnya.
Kalangan pejabat masa lalu, apalagi yang dekat dengan Keluarga
Cendana, pasti mengenal sosok Mbah Lim yang bernama asli Kiai Muslim
Rifa'i Imampura dari Klaten, Jawa Tengah. Omongan kiai ini sulit
ditangkap telinga orang normal dan hanya dimengerti anak dan
asistennya. Toh, para petinggi lokal maupun dari Jakarta kerap
mendatanginya untuk meminta nasihat spiritual darinya sampai sekarang.
Kebiasaan nyleneh itu justru membuat pamor para kiai ini mencorong.
Orang datang untuk sekadar bertanya atau sekalian bermukim untuk
mendapatkan ilmu dan ketenangan hati.
Ahli tafsir Quran, Quraish Shihab, mengakui sebagian ulama memang
masih mempercayai adanya hal-hal yang berbau supernatural. Namun,
menurut dia, tak semua hal supernatural merupakan anugerah yang
diberikan Allah untuk memuliakan manusia.
Karamah (kemuliaan) memang diberikan Allah kepada hambanya yang taat
dan beriman. "Tapi, ada pula ihanah (kehinaan) yang diberikan karena
manusia menyimpang dari ajaran Allah," ujarnya.
Tak cuma kaum nahdliyin yang mempercayai hal-hal supernatural. Abdul
Munir Mulkan yang berlatar belakang Muhammadiyah pun mengakuinya. Ia
sendiri pernah mengalami kejadian aneh. Semasa muda ia berkumpul
bersama sejumlah kiai di Lampung. Mereka diundang ke suatu tempat
yang jaraknya sekitar 30 kilometer. "Kalau ditempuh dengan sepeda,
makan waktu sekitar 1 jam," katanya. Mereka berangkat pukul 06.00,
mestinya sampai ke tempat tujuan pukul 07.00. Kenyataannya, setiba di
sana jarum jam masih menunjuk angka 6. Ketika kejadian itu ia
tanyakan kepada kiai kenalannya, si kiai cuma mesam-mesem. "Saya
tidak mendapat penjelasan yang bisa diterima akal. Tapi itulah yang
terjadi."
Pendekatan sufistik, di mata Munir Mulkan yang juga pengamat tasawuf,
memang membuat mereka menjadi lebih lentur dalam berhubungan dengan
masyarakat. Mereka tidak keras berorientasi pada fikih. "Mereka
beranggapan, dengan melayani, akan ada peluang menjadikan masyarakat
lebih baik dari sebelumnya." Hal itu berbeda dengan ulama fikih, yang
biasanya bersikap hitam-putih. Mereka membatasi pergaulan. "Sebab,
mereka percaya, bergaul dengan orang yang tak jelas sama saja dengan
ketidakjelasan itu sendiri," ujar Munir Mulkan.
Pendekatan apa pun yang diambil, semua kiai punya peran. Dan kita
bersyukur, semakin banyak dai yang kukuh di jalur dakwah bil hal
mereka menyelami isi kalbu masyarakatnya, lalu dengan pikiran luasnya
mencarikan solusi konkret untuk semua problem kehidupan. Bukankah
kita memerlukan dai yang memilih menyenangkan Tuhan dengan cara
menyenangkan masyarakat ini?
Nugroho Dewanto, Suseno, Adek Media Roza
Access over 1 million songs - Yahoo! Music Unlimited Try it today. __._,_.___
Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
SPONSORED LINKS
Culture change | Corporate culture | Cell culture |
Organization culture | Tissue culture |
Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___