Negara Pasundan Versi Kartalegawa
Oleh Prof. Dr. H. ASEP SJAMSULBACHRI   MENANGGAPI tulisan Bapak H. Rosihan 
Anwar, Ph.D. (Hon) dalam kolom opini halaman 25, pada Pikiran Rakyat, 
tertanggal 12 Desember 2006, perlu ada beberapa hal yang harus diluruskan agar 
tidak terjadi kesalahpahaman.
  Para pembaca budiman, terutama generasi Sunda sekarang ini, yang sedang 
mengisi era reformasi pasca Orde Baru dalam semangat ketahanan nasional. Untuk 
menghadapi era globalisasi saat ini, perlu memperoleh informasi tentang Negara 
Pasundan masa lalu. Hal ini penting diketahui sebagai bagian dari sejarah 
bangsa ini. 
  Pertama, saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas tulisan 
ini yang dimulai dengan kata pembuka kerendahan hati Bapak H. Rosihan Anwar, 
Ph.D. (Hon) yang tidak tahu banyak mengenai perkembangan politik urang Sunda 
waktu itu sehingga informasinya diterima dari penerbitan NICA seperti Panji 
Rakyat. Nevis memang organisasi intel Belanda yang bekerja untuk penjajah, 
tentu saja dalam pelaporannya kepada pemerintah kolonial Belanda akan 
menekankan kejelekan bangsa pribumi (baca: Soeria Kartalegawa) yang mendirikan 
PRP (Partai Rakyat Pasundan) pada tahun 1946 masa itu.
  Kedua, implementasi politik devide et impera sudah menjadi aktivitas 
sehari-hari dari pemerintah kolonial Belanda, agar bangsa Indonesia tidak 
bersatu dan tetap lemah serta terpecah belah dengan isu persaingan orang Sunda 
dengan orang Jawa dan diembuskan anti kepada pimpinan Republik Indonesia yang 
Jawa dan Minangkabau. Karena itulah, PRP didukung oleh Residen Belanda di 
Bandung, M. Klassen, di mana PRP ini merupakan cikal bakal Negeri Pasundan yang 
anti Republik Indonesia. Untuk itu, pemerintah kolonial mendukungnya bahkan 
berbahagia dengan peristiwa ini, berdasarkan Laporan Residen M. Klassen tanggal 
27 Desember 1946. 
  Ketiga, pada tanggal 4 Mei 1947, Kartalegawa memproklamasikan Negara Pasundan 
dan pada tanggal 23 Mei 1946 melakukan kup dengan menduduki Kantor Republik dan 
Stasiun di Bogor dalam perlindungan Kol. Thomson komandan tentara Belanda dan 
Residen Statius Muller (dalam tulisan Bapak H. Rosihan Anwar, Ph.D.).
  Berdasarkan dengan realita peristiwa yang ada itu adalah sebagai berikut: 
pertama; di Jawa Barat setelah proklamasi kemerdekaan terjadi pembentukan dua 
negara yaitu Pasundan yang diproklamasikan oleh R.A.A. M.M. Soeria Kartalegawa 
(Surya Kartalegawa), mantan Bupati Garut yang mengangkat dirinya sebagai Ketua 
PRP (Partai Rakyat Pasundan), Negara Pasundan ini di dukung oleh pemerintah 
kolonial Belanda, Negara Pasundan ini mati dengan sendirinya dan tidak sempat 
berkembang karena rakyat tahu bahwa ini merupakan negara boneka Belanda. 
  Negara Pasundan yang satu lagi berbentuk federal (Februari 1948 s.d. Februari 
1950) pembentukannya ditetapkan dalam Konferensi Jawa Barat III, tanggal 26 
Februari 1948, setelah melalui konferensi Jawa Barat I, tanggal 13-18 Oktober 
1947 dan Konferensi Jawa Barat II, tanggal 16-20 Desember 1947. Pada awalnya, 
negara itu bernama Negara Jawa Barat, kemudian diubah menjadi Negara Pasundan 
dan wali negaranya dipegang oleh R.A.A.M. Wiranata Kusumah, yang pada saat itu, 
menjabat sebagai Ketua DPA Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta, 
beliau dilantik pada tanggal 24 April 1948, setelah mendapat persetujuan 
Presiden Soekarno.
  Negara Pasundan mengalami pergantian kabinet sebanyak empat kali, pertama Mei 
1948 - Januari 1949 di pimpin oleh R. Adil Puradireja, kedua kabinet Februari 
1949 - Juli 1949 dipimpin oleh M.R. Djuhana Wiriaatmadja, ketiga kabinet yang 
di pimpin oleh Anwar Cokroaminoto sampai dengan Februari 1950. 
  Berdirinya Negara Pasundan yang direstui oleh Republik Indonesia adalah untuk 
menjembatani kepentingan pihak Belanda dengan pihak Republik Indonesia. 
Artinya, langkah dan strategi dari Republik Indonesia setelah RIS berdiri pada 
Desember 1949, Negara Pasundan adalah bagian dari RIS. Kedua; langkah strategis 
mendirikan Negara Pasundan ini mengundang ketidakkompakan setelah diangkatnya 
Ir. Oekar Bratakusumah sebagai Komisaris/Gubernur Jawa Barat untuk Republik 
Indonesia, serta tuntutan agar Jawa Barat ini dikembalikan kepada Negara 
Kesatuan Republik Indonesia, dan pada tanggal 10 Februari 1950, kabinet yang 
dipimpin oleh Cokroaminoto membubarkan diri, Pemerintah Negara Pasundan 
diserahkan kepada Komisaris RIS untuk Jawa Barat, RTA Sewaka, dan berdasarkan 
keputusan Presiden RIS No. 113 Tahun 1950 tanggal 11 Maret 1950 Negara Pasundan 
dibubarkan dan wilayahnya dipersatukan dengan wilayah Republik Indonesia yang 
berpusat di Yogyakarta.
  Sebelum itu, tanggal 14 Februari 1949 Parlemen Negara Pasundan menerima mosi 
mencela agresi Belanda kedua. Organisasi sosial tertua di Jawa Barat saat itu, 
Paguyuban Pasundan mengusulkan pembubaran Negara Pasundan ini kepada pemerintah 
RI di Yogyakarta (Ekajati : 2000). 
  Ketiga, isu-isu akan rasa anti Jawa dan Minangkabau tidak terbukti. Hal ini 
ditunjukkannya oleh Kabinet keempat Negara Pasundan yang dipimpin oleh Anwar 
Cokroaminoto (Jawa).
  Penutup, pertama; kepada segenap generasi Sunda yang merupakan etnik terbesar 
kedua di Indonesia, catatan sejarah yang telah dijelaskan di atas hendaknya 
dapat menjadi cermin untuk meraih masa depan bangsa dan negara Indonesia sesuai 
dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kedua; Negara Pasundan ini pada masa 
Federal telah berjasa dalam strategi diplomasi untuk menegakkan Negara Kesatuan 
Republik Indonesia.***  
  Penulis, Ketua Lembaga Budaya Sunda Universitas Pasundan, Guru Besar pada 
FKIP Universitas Pasundan, serta pemerhati, sosial, budaya, pendidikan, 
ekonomi, dan politik, tinggal di Bandung

 __________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam  
http://id.mail.yahoo.com 

Kirim email ke