Nembe teh tos ngadamel artikel pondok perkawis Kumaha Engke, tos dikintunkeun 
ka Republika ( tadi teh di cc ka Kusnet)
tah ieu artikel sim kuring teh.

"KUMAHA ENGKE" KATA TEMAN SAYA.

Maka, saya menulis inipun berdasarkan cerita seorang teman, katanya " Zaim itu 
tidak terlalu memahami Sunda, kendati pernah sekolah di IPB yang tentu saja IPB 
itu kan berada di Tatar Sunda"
Saya hanya manggut-manggut, walaupun belum tentu arti manggut-manggut saya 
mengerti apa yang dia katakan. Dia meneruskan berbicara, dan sayapun terus 
menuliskan apa yang dia omongkan walaupun tidak terlalu mengerti apa yang dia 
omongkan.

"Benar kumaha engke itu adalah bahasa Sunda, tetapi makna dibalik kata itu 
tidak setiap orang tahu, termasuk orang Sundapun tidak semua mengetahui. Benar 
kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia arti kumaha engke adalah bagaimana 
nanti, sampai sampai seorang presiden pun pernah mengupas kumaha engke dalam 
sebuah pengarahan didepan Musrenbangnas pada bulan April 2006 "Ada yg 
berfalsafah ah kumaha engke we. Jangan kumaha engke, engke kumaha. Ibaratnya 
sudah tahu mau turun hujan, mendung menggantung tebal, sudah diingatkan istri 
untuk membawa payung, tetapi malah kumaha engke, akhirnya kehujanan betul. Usia 
50 tahun, masuk angin tiga hari. Ini contoh. Kita balik menjadi engke kumaha, 
harus dipersiapkan dengan baik," demikian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono."
Teman saya itu melanjutkan berbicara dengan mimik serius. Katanya makna dibalik 
ungkapan kumaha engke mengandung arti nekat, nekat dari tekanan tekanan yang 
sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Kita tidak bisa kalau hanya mengambil arti 
dari yang tersurat, apalagi tahu artinya hanya sekedar dari terjemahan, kita 
harus tahu arti yang tersirat, makna dibalik kata kata itu.
Dipati Ukur melawan Sultan Mataram, bukan karena berpikir pendek, justru 
setelah berpikir panjang maka dia melawan Mataram.
Bandung menjadi Lautan Api saat melawan penjajahan Belanda, para pejuang dan 
masyarakat Bandung saat itu justru setelah berpikir panjang, maka Bandung 
dijadikan lautan api. Semua diplomasi, semua cara telah buntu, jalan 
satu-satunya adalah melawan secara pisik, daripada hidup tertekan terus karena 
dijajah lebih baik melawan walaupun secara kekuatan jelas kekuatan penjajah 
lebih kuat. Soal kalah menang, sola hidup mati, kumaha engke, lebih baik mati 
berkalang tanah tapi terhormat daripada hidup tapi dijajah. Pejuang dan 
masyarakat Bandung telah bulat hati, nekat melawan penjajah, dengan resiko 
apapun, termasuk Bandung dibakar, dijadikan lautan api.

Tidak dalam semua riak kehidupan ungkapan kumaha engke dipakai, memangnya orang 
Sunda itu bodoh semua.
Banyak anak-anak bangsa yang sekolah di Bandung, bukan hanya anak-anak orang 
Sunda. Banyak yang menjadi pemimpin bangsa ini hasil jebolan kuliah di Bandung, 
sekali lagi bukan hanya orang Sunda, apa mereka itu telah demikian bodohnya 
sehingga terpengaruh kumaha engke, sehingga bangsa ini tidak maju..?
Saya memberanikan diri menyela pembicaraannya "Bagaimana seperti yang ditulis 
Zaim tentang kawin..?"
Katanya "Weleh kok yang begitu saja diurusin..Didalam masyarakat Sunda ada 
ungkapan ngeureut neundeun, seutik kudu mahi loba kudu nyesa yang artinya hidup 
itu harus pandai menabung, sedikit harus mencukupi kalau banyak harus ada sisa. 
Mangkanya kalau menulis tentang etnis harus tahu dulu semua ungkapan yang hidup 
di masyarakat etnis tersebut secara utuh, tidak bisa kalau tahu hanya sedikit, 
tahu hanya sepotong-sepotong lantas mengambil kesimpulan dari yang sedikit dan 
tidak utuh itu.
"Jadi tulisan Zaim itu tidak benar..?" sela saya.
Teman saya itu menjawab sambil ngeloyor pergi "Yang lebih benar apa yang aku 
omongkan tadi.!"
Sebetulnya saya ingin bertanya lagi, sayang dia keburu ngeloyor pergi yaitu 
ingin bertanya tentang sampah yang sempat menjadikan Bandung lautan sampah, 
jangan-jangan inipun karena kanekatan Walikota Bandung, kumaha engke we Bandung 
jadi bau ge (bagaimana nanti saja Bandung jadi bau juga).
Nah.
Mamat Sasmita
Penggiat Rumah Baca Buku Sunda.





---------------------------------------------
MAMAT SASMITA
Perumahan Margawangi
Jl Margawangi VII No.5
Margacinta Bandung 40287
Tlp 022-7511914
email : [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke