Halah aing mah...nu katingali sunatna mah lalaki 'teh
 
-----Original Message-----
From: Roro Rohmah [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, July 05, 2007 9:39 AM
To: urangsunda@yahoogroups.com
Subject: Re: [Urang Sunda] Masbuq
 
Ngiring ngamairan...
Masbuq mah panginten kanggo pameget urang Jawi, kanggo istri mah
"Mbakbuq" heheh...heureuy ketang...
Kaleresan abdi sok masantren di ponpes virtual, mendakan artikel masbuq
ngamakmum kanu nuju netepan sunat. Nyanggakeun, mugia mangpaat.
ro2
Perbedaan niat imam dan makmum
Fenomena yang sering menimbulkan pertanyaan di kalangan kaum 
muslimin Indonesia adalah manakala seorang sholat sunnah sendiri, 
misalnya sholat sunnah ba'diyah, atau sholat fardlu sendiri kemudian 
datanglah seseorang yang bermakmum kepadanya dengan menepuk pundak 
si mushalli pertama, sahkah sholat seperti ini? Permasalahan ini 
dalam kitab fikih dibahas dengan judul perbedaan niat imam dan 
makmum. Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara sholat 
seperti itu. 

Pendapat pertama adalah madzhab Syafi'I mengatakan bahwa sah sholat 
jamaah dengan perbedaan niat imam dan makmum secara mutlak. Jadi 
meskipun imam sholat sunnah dan makmum sholat fardlu, imam sholat 
dhuhur dan makmum sholat ashar, imam sholat ada' dan makmum sholat 
qadla, semuanya sah, asalkan format sholat imam dan makmum sama. 
Kalau formatnya beda, maka tidak sah, seperti misalnya imam sholat 
gerhana dan makmum sholat isya', maka tidak diperbolehkan. Madzhab 
Syafi'I ini merupakan madzhab yang paling longgar.

Pendapat kedua adalah madzhab Maliki yang mengatakan tidak sah 
sholat imam dan makmum yang berbeda niatnya, secara mutlak. Mereka 
yang sholat fradlu tidak boleh bermakmum dengan imam yang sholat 
sunnah, begitu makmum sholat dhuhur tidak sah bila imamnya sholat 
selain fardlu. Ini pendapat paling ketat.

Pendapat ketiga adalah madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa boleh 
orang sholat sunnah di belakang imam yang sholat fardlu tapi tidak 
sebaliknya. Begitu juga tidak sah sholat makmum yang berbeda dengan 
sholat imamnya meskipun sama-sama fardlu.

Dalil-dalil:
Dalil pendapat pertama adalah:
1. Hadist riwayat Syafi'I dari Abu Bakrah bahwa Rasulullah s.a.w. 
keluar untuk mendamaikan satu persengketaan di Bani Sulaim, lalu 
beliau membagi sahabatnya menjadi dua kelompok, kemudian beliau 
sholat mengimami dengan kelompok satu, kemudian sholat lagi 
mengimami dikelompok kedua. Diriwayatkan itu sholat maghrib. 

Sangat jelas pada hadist tersebut bahwa Rasulullah mengimami 
kelompok kedua, padahal beliau telah sholat di kelompok pertama. 
Berarti sholat Rasulullah sunnah dan sholat makmum fardlu.

2. Hadist riwayat Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Suatu hari 
Muadz sholat bersama Rasulullah s.a.w. lalu ia datang ke kaumnya 
lalu ia mengimami kaumnya sholat Isya' dengan membaca surat Baqarah, 
lalu seorang lelaki keluar dari jamaah dan menyelesaikan sendiri 
sholatnya. Orang-orang pun menegurnya "Apakah anda orang manafik?", 
iapun menjawab"Tidak, aku akan adukan masalah ini kepada 
Rasulullah". Sesampai kepada Rasulullah, orang itu berkata "Wahai 
Rasulullah, kami orang-orang bekerja siang, Muzdz telah mengimami 
kami sholat Isya' telah larut dan membaca surat Baqarah". Ketika 
Rasulullah mendengar cerita itu, ditegurnya Muad'z "Apakah angkau 
orang yang suka membuat fitnah? Mengapa tidak kau baca surat 
Sabbihis dan Wallaili Idza Yaghsyaa". 

Hadist ini juga menunjukkan perbedaan sholat imam dan makmum, dimana 
Muadz telah sholat Isya bersama Rasulullah lalu menjadi imam di 
kaumnya. Bagi Muadz sholat sunnah dan bagi kaumnya sholat fardlu.

3. Hadist riwayat Ahmad dll. Suatu hari Rasulullah s.a.w. sholat 
bersama sahabatnya, selesai salam datanglah seorang lelaki 
ketinggalan lalu ia hendak sholat sendiri, lalu Rasuullah 
bersabda "Siapa yang mau bersedekah dengan orang ini dengan 
berjamaah dengannya".

Hadist ini juga menunjukkan sahnya sholat meskipun dengan perbedaan 
niat antara makmum dan imam.

Imam Syafi'I menyimpulkan bahwa riwayat-riwayat di atas menunjukkan 
bahwa perbedaan niat sholat antara imam dan makmum tidak membatalkan 
sholat jamaah.

Dalil pendapat kedua dan ketiga:
1. Hadist diriwayatkan Bukhari dan Muslim dll. Rasulullah s.a.w. 
bersabda "Sesungguhnya dijadikan imam untuk diikuti, ketika ia 
takbir maka takbirlah, ketika ruku' maka ruku'lah ketika sujud 
sujudlah, ketika ia sholat berdiri maka berdirilah ...

Hadist tersebut menegaskan bahwa makmum harus mengikuti imam, 
perbedaan niat makmum menunjukkan sikap tidak mengikuti imam, maka 
tidak sah sholatnya.

2. Hadist riwayat Ashabus Sunan dari Barra' bin Azib, Rasulullah 
s.a.w. bersabda "Janganlah kalian berbeda, maka berbedalah hati 
kalian, sesungguhnyaAllah dan MalakatNya mendoakan para mushalli di 
shaf pertama".

Hadist ini melarang berbeda dalam melakukan sholat, baik pada shaf 
maupun niat, maka perbedaan niat imam dan makmum menjadikan sholat 
tidak sah. 

Imam Abu Hanifah nampak mencoba menggabung hadist-hadist di atas 
secara tekstual, bahwa hanya makmum sholat sunnah boleh mengikuti 
imam yang sholat fardlu seperti yang dicontohkan dalam hadist.

Bagi pengikut madzhab Syafi'I, ketika sholat sendiri kemudian merasa 
ada makmum yang datang mengikutinya, hendaknya ia tidak menunggu 
makmum tersebut, misalnya dengan memperpanjang bacaan dlsb, tapi 
hendaknya ia konsentrasi penuh dengan sholatnya.

Bagi yang bermakmum kepada orang yang sholat sendiri atau sholat 
sunnah, ada baiknya makmum menepuk pundak mushalli. Menepuk pundak 
mushally [orang yang salat] adalah sebuah isyarat adanya seseorang 
yang hendak bermakmum kepadanya. Demikian ini agar ia melakukan niat 
menjadi imam. Karena tanpa niat tersebut ia tidak mendapatkan pahala 
berjamaah. Sementara jamaah itu sendiri adalah sah, tanpa ada niat 
dari imam, selama makmum telah berniat jamaah. Jadi, niatnya imam 
hanya untuk dirinya sendiri, agar ia mendapatkan pahala berjamaah. 

Untuk wanita yang ingin berjamaah dengan seseorang yang masbuk, ia 
boleh menepuk pundak jika dirasa tidak menimbulkan fitnah. Dan jika 
dirasa demikian, ia boleh memberi isyarat apapun yang dapat dipahami 
oleh masbuk tsb. atau jika sulit, tak perlu ia memberi isyarat. 
mengetahuinya imam akan adanya seseorang yang bermakmum kepadanya 
tidak merupakan syarat sah-nya berjamaah. Ketentuan ini tidak untuk 
salat Jum'at. Karena di antara syarat sahnya salat jumat adalah 
dilaksanakan secara berjamaah. Pada salat Jum'at ini, imam harus 
berniat jamaah sejak takbiratul ihram.

Ustadz Muhammad Niam
>>> [EMAIL PROTECTED] 07/04/07 05:57PM >>>
Aya kalana anu ditepak teh geuning keur sholat sunnat, tah ieu aya
sababaraha pendapat. Numutkeun Imam Syafi'i, hal ieu dianggap sah
solatna,
nanging numutkeun imam Maliki sareng imam Hanafi mah teu sah. Sadayana
oge
ngagaduhan dalil masing-masing.

Perkawis ma'mum ka sasama masbuk, abdi teu mendakan hadits anu
ngajelaskeun/nguatkeun masalah ieu. Nanging anu jelas sadaya masbuq
kedah
ngalengkepkeun rokaatna.

Walloohu'alam.

Mugia ngabantos.

Haturan,
iwan
 

Kirim email ke