Wilujeng tepang akang anu kasep teteh anu geulis.
   
  Pribados ngartos anggauta milist KUSNET moal tertarik kana soal anu rada 
serius atanapi anu rada berat. Hal ieu dilantarankeun anggauta milist samodel 
kieu mah umumna jalmi anu  pangangguran matuh atanapi pensiunan anu teu aya 
pacabakan deui, dari pada nganggur ngantosan maot. Aya oge sih mahasiswa, tapi 
umumna mahasiswa kuuleun malih panginten mahasiswa abadi ............. kitutah 
panalungtikan pribados anu sapopoena ngurus masalah sosial masarakat.........
   
  Tapi pribados bade nyobian posting e-mail anu rada serius, sanaos pribados 
yakin moal aya hiji oge anu bakal ngabahas ieu posting kulantaran daya nalar nu 
maca moal dugi, malah meureun aya baraya anu mikir dina utekna, tong boro 
ngabahas atawa  mikiran posting Teh Ely, mikiran keur eusi beuteung pribadi 
jeung kulawarga wae teu nepi.
   
  Mangga atuh geura di aos ieu posting hasil "copy-paste" ti rerencangan di 
Bandung
   
  wass
  Ely anu geulis.
   
   
  Subject: Orang-orang Terkaya Indonesia dan Masa Depan
Kita

Orang-orang Terkaya Indonesia dan Masa Depan Kita

Siapa saja sih orang-orang terkaya di negeri ini?

Dari angkatan lama ada Sukanto Tanoto, Putera
Sampoerna, Eka Tjipta Widjaja, Rachman Halim, Robert
BudiHartono, dan Liem Sioe Liong yang selalu jadi
langganan Forbes. Ada juga pengusaha lokal seperti
Aburizal Bakrie dan Arifin Panigoro dan yang baru
seperti Eddie William Katuari, Trihatma Haliman, atau
Chairul Tanjung.

Ada juga beberapa junior seperti Sandiaga Salahuddin
Uno dan Patrick S Walujo yang kelak berpotensi menjadi
yang terkaya di Indonesia. Sandi adalah Ketua HIPMI
dan mantan *credit officer* Bank Summa. Tahun 1998
Sandi dan Edwin Soeryadjaya mendirikan Saratoga
Capital. Mereka mengantongi US$ 1 miliar dan
investasinya masuk kemana-mana. Sandi kini juga
mengejar proyek Tol Cikampek-Palimanan dan tambang
emas Newmont di NTB.

Sedangkan Patrick adalah mantan bankir Goldman Sachs
yang kini nahkoda Northstar Pacific. Walau baru 3
tahun, ia sudah mengantongi Alfa Retailindo dan Alfa
Mart yang dulu di bawah Sampoerna. Northstar juga
memiliki perusahaan LNG dan ladang migas di Sumatera
Selatan. Dana yang dikelolanya sekitar US$ 100 juta
dan sebagian dari Texas Pacific Group. Mereka juga
sedang memburu Garuda Indonesia dan Blok Cepu.

Ada pula Rosan P Roeslani, yang bersama Sandi
membangun Recapital Advisors; dan Tom Lembong, yang
mengakuisisi BCA lewat Farindo. Recapital mengantongi
Bank BTPN dan memenangi tender Dipasena, tambak udang
terbesar Asia Tenggara. Sedangkan Tom adalah jebolan
Morgan Stanley dan mantan Kadiv *Asset Management
Investment* BPPN yang kini mendirikan Principia
(Quvat). Quvat punya US$ 150 juta dan memegang Adaro
serta Blitz Megaplex Cinema. Dalam pembelian Adaro;
Sandi, Patrick, dan Tom tergabung dalam konsorsium
dibantu Edwin dan Teddy; plus Erick Tohir, pemilik
Grup Mahaka.

Mahaka sendiri pemegang sahamnya adalah M Lutfi, bekas
ketua HIPMI yang jadi Kepala BKPM. Lutfi adalah putra
Gunadarma yang sebelumnya adalah menantu Hartarto
(Menperin Orde Baru). Bekas istrinya punya sekolah
desain, ESMOD, dan istri Lutfi kini adalah Bianca
Adinegoro. Ada juga Erick Tohir dan Boy Garibaldi
Tohir. Erick sedang menggenjot JakTV bersama Artha
Graha Group, sambil memosisikan Republika di 3 besar.
Sedang Boy Garibaldi adalah salah satu direktur Adaro.
Erick pernah mengatakan bahwa Lutfi dan Wisnu Wardhana
tak aktif di Mahaka. Barangkali Wisnu sekarang sibuk
mengurus perusahan sekuritas dan pembangunan apartemen
di depan BEJ.

Nama lain yang cukup berkibar adalah Hary
Tanoesoedibjo dari Bhakti Asset Management dan Global
Mediacom. Bhakti pernah sukses membeli Salim
Oleochemical dari BPPN. Hary Tanoe pernah mendirikan
Indonesia Recovery Company Limited bersama Asia Debt
Management. Ia juga dikenal dekat dengan George Soros
dan sering dititipi dana investasi para konglomerat
papan atas, termasuk Salim. Belakangan Harry dikenal
sebagai raja media dengan bendera MNC.

Ada juga *rising star* grup Axton yang baru memulai
bisnis. Pemiliknya konon anak muda berusia 25 tahun
yang merangkak dari nol. Mereka mengelola dana
investor dengan menerapkan *value investing* ala
Warren Buffett. Sayang saya kurang informasi mengenai
mereka. Ada yang bisa menambahkan? Yang jelas, mereka
semua adalah anak-anak muda brilian, berlimpah harta,
lulusan luar negeri, punya pengalaman segudang, dan
*closely-related each other*.

Bagaimana Mereka Membangun Kekayaan Keberadaan
orang-orang terkaya di sebuah negara penting untuk
menggerakkan ekonomi secara agregat dan memberi efek *
multiplier*. Mereka juga bisa menghitamputihkan
bangsa, dan bahkan, sampai jadi bahan gosip tak
berkesudahan. Mereka jualah yang sebenarnya menggambar
cerita masa depan bangsa.

Di Amerika, banyak pengusaha kecil yang kemudian jadi
besar. Tengok Google.
Mereka punya kapitalisasi di atas Coca Cola (US$ 137
milyar) dan hanya sedikit di bawah Intel. Jaringan
ritel Wal-Mart yang dimulai Sam Walton dari nol, kini
kapitalisasi pasarnya hampir US$ 200 milyar. Dan yang
fenomenal tentu Microsoft dengan kapitalisasi hampir
US$ 300 milyar. Kalau tahun 1991 lalu saham MSFT
dihargai cuma US$ 5, kini sudah lebih dari US$ 80 per
lembar. Angka ini cuma bisa dilampaui Exxon Mobil yang
memang sudah mapan lebih dari seabad dengan
kapitalisasi US$ 473 milyar.

Iklim investasi di Amerika memang sudah terbangun
sedemikian rupa dan tersedia berbagai insentif bagi
(calon) wirausahawan yang bermaksud membangun bisnis
baru. Berbagai peraturan dan *rule of the game* juga
jelas ditegakkan dan menjamin kelangsungan usaha
mereka. Dan memang bisa dikatakan bahwa cukup banyak
orang-orang terkaya di Amerika yang memulai usahanya
dari nol karena memang dikondisikan demikian. Berbeda
180 derajat dengan di Indonesia.

Di Indonesia, orang-orang terkaya cenderung (maaf)
masih *rent seeking* dan kurang kreatif. Calon
orang-orang terkaya masa depan itu berangkat bukan
dari bawah. Mereka jago *finance*, punya *linkage*
dengan *funding body* di luar negeri -- namun tak
punya fondasi industri yang kokoh. Mereka "cuma"
pinjam uang ke luar, membeli perusahaan yang dihajar
krisis moneter 1997, lalu tinggal menuai panen. Mereka
membentuk semacam *private equity* atau *hedge fund*
untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. BPPN atau PPA-lah
yang jadi *makcomblang* tender jual-beli ini.
Namun naluri su'udzon saya bilang bahwa mereka juga
berinvestasi di politik.

Misalnya, ingat kasus BLBI. Seperti kita tahu, tender
biasa dilakukan di Gedung Bidakara, milik BI. Kita
juga tahu bahwa petinggi BPPN kebanyakan merupakan
keluarga BI. Lucunya, ada salah satu parpol yang juga
dekat dengan BPPN dan sering mengadakan hajatan di
Gedung Bidakara. Partai tersebut juga mencak-mencak
ketika namanya disangkutkan dengan kasus DKP dan
mengancam siapapun yang mengungkit dana DKP dengan
alasan *character assasination*.

Kalau tidak salah, partai tersebut juga yang
meloloskan Anwar Nasution sebagai ketua BPK. Anwar
adalah mantan Deputi Gubernur BI dan BPK adalah
lembaga superior satu-satunya yang bisa "mengaudit"
kinerja BPPN dan BI.

Nah, pertanyaan su'udzon saya, apakah
perusahaan-perusaha an murah tersebut memang dijual
kepada *bidder* terbaik dengan harga tertinggi; atau
orang-orang terkaya masa depan Indonesia tersebut
mendapatkannya lewat cara lain? Silakan simpulkan
sendiri.

Tentang Temasek dan Singapura.

Yuk beralih sebentar ke Singapura.

Temasek<http://www.temasekholdings.com.sg/>,
bagi saya, adalah model bisnis yang sangat bagus.
Temasek adalah ramuan antara talenta bisnis, visi
strategik, dan kekuatan politik yang rancak.
Mereka mengumpulkan aset yang nilai intrinsiknya di
bawah nilai pasar, lalu dibeli dan dipoles, sampai
harganya membumbung
tinggi<http://nofieiman.com/2006/09/how-to-create-shareholder-value/>
.
Kendati mengendalikan portofolio senilai lebih dari
$80 milyar, sejak ditangani Ho Ching tahun 2002,
organisasi Temasek bisa dibilang *plain* dan simpel.
Sangat efisien. Temasek cuma punya tiga *senior
managing director*dan delapan *managing director*.
Mereka inilah yang berburu aset-aset strategis untuk
dibeli -- terutama di luar negeri. Mereka membeli
perusahaan-perusaha an yang "nampak" kurang sehat dan
mengambil dengan proporsi yang sangat besar sehingga
memegang kontrol pengambilan keputusan.

Direksi Temasek juga merupakan tokoh terkemuka dari
kalangan pemerintahan dan politik, seperti S
Dhanabalan, Kua Hong Pak, Koh Boon Hwee dan Kwa Chong
Seng, Lim Siong Guan, Sim Kee Boon, yang sangat
berpengaruh dan dipercaya oleh pemerintah. Mereka juga
menjadi direktur di perusahaan pemerintah lainnya. Di
Temasek, seorang direktur diangkat dan diturunkan atas
persetujuan Presiden Singapura. Jelas, operasional
Temasek sangat terbantu oleh kekuatan politis ini.

Talenta bisnis orang-orang Temasek juga jempolan.
Sebutlah Kua Hong Pak, direktur PSA sekaligus orang
dekat Lee Hsien Loong; Goh Yew Lim, direktur Direktur
CIMB-GK Pte Ltd; dan tak kalah penting, Ho Ching,
mantan dirut SingTel, *executive director* Temasek,
dan istri Lee Hsien Loong. Temasek juga punya
eksekutif dengan latar belakang mumpuni, misalnya
Simon Israel (Sara Lee Corporation/ Danone), Manish
Kejriwal (McKinsey), Frank Tang (Goldman Sachs),
Francis Rozario (Citibank). Wajar kalau Temasek selalu
dapat yang terbaik: BII, Danamon,
Telkomsel<http://papafariz.wordpress.com/2007/05/24/monopoli-temasek-di-telkom-kita-digugat-kppu/>,
Indosat, atau Astra.

Sayangnya Temasek tak melakukan *assessment *terhadap
risiko politik yang mungkin dihadapi. Temasek terlalu
naif berinvestasi hanya dengan melihat aspek finansial
-- apalagi masuk di negara berkembang yang sarat
dengan gonjang-ganjing politik. Mereka mungkin lupa
bahwa jaminan hukum dan iklim bisnis yang kondusif tak
selalu ada dan terjaga. Ho Ching juga punya reputasi
tukang bikin bangkrut saat membeli produsen harddisk
Micropolis sampai nyaris dipecat dari SingTel. Beliau
juga membuat blunder terkait dengan pembelian Shin
Corp di Thailand baru-baru ini. Ho juga orang yang
tertutup, tak bersahabat, dan sulit dimengerti.

Manuver Temasek dan Singapura Sekarang Temasek kini
juga mencengkeram
Astra<http://www.majalahtrust.com/fokus/fokus/1301.php>.
BusinessWeek menyebut Astra perusahaan terbaik 94 di
Asia dan terbaik kedua di Indonesia (setelah Telkom).
Lini bisnis Astra juga berkibar di berbagai sektor
<http://nofieiman.com/2005/03/bagaimana-menjadi-konglomerat-2/>,
sebutlah Astra Agro Lestari, Astra Graphia, Astra CMG
Life, Asuransi Astra Buana, Federal International
Finance, Astra Credit Company, sampai Bank
Permata<http://indrariawan.wordpress.com/2007/04/29/efisiensi-di-teller-bank-permata/>
.
Proses akuisisi ini sebenarnya sudah dilakukan sejak
krisis. Tapi puncaknya mungkin tahun 2003 ketika 39,5%
saham Astra dijual BPPN ke konsorsium Cycle & Carriage
Mauritius yang dimodali DBS. Mereka kemudian terus
menambah kepemilikannya di Astra. Sekarang, 50,11%
saham Astra dikuasai Temasek lewat Jardine Cycle &
Carriage (JCC) -- perusahaan yang sebenarnya dulu
pernah akan dibeli Astra Otoparts. Dengan pendapatan
Rp 55 triliun, Astra jadi mesin uang buat Temasek.

[image: Competitive Countries]
Yang paling saya "suka" dari Temasek, ia bisa memasuki
bisnis agro, otomotif, alat berat, infrastruktur,
telekomunikasi, keuangan dan menguasai pangsa pasar
yang disentuhnya. Tapi hebatnya, manuver Temasek
begitu rapi, bertahap, dan *low-profile*. Nyaris tak
terdengar. Ironisnya, pelaku pasar kebanyakan kurang
"*ngeh*" dengan manuver Temasek. Repotnya lagi, kita
lantas terbuai bahwa kalau perusahaan dikuasai
imperium Temasek, dijamin pasti bawa untung.

Sejak 2004 Temasek memang banyak berburu di luar
Singapura, dan hampir seluruhnya di sektor jasa
keuangan dan telekomunikasi. Investasi terbesarnya
antara lain BII, Danamon, Bank of China, Stanchart,
dan Shin Corp. *Silent expansion* ini menyiratkan
ambisi Singapura untuk menjadi *financial hub* di
kawasan Asia: menguasai perbankan, mengendalikan
telekomunikasi. Ke depannya, sektor apa sih yang bisa
lebih "*hot*" dari dua industri itu?
Dan yang tak boleh diabaikan, ingat kasus transaksi
derivatif
Indosat<http://ihedge.wordpress.com/2007/06/10/menilik-transaksi-derivatif-indosat/>?
Temasek sampai mendatangkan mantan wakil Menteri
Pertahanan Amerika untuk melobi pejabat-pejabat
Indonesia. Tangan-tangan Temasek juga menggerayangi
wartawan untuk mempengaruhi pemberitaan di media.
Beberapa kasus yang membuat nama Temasek negatif
seperti ini membuat mereka memasang Myrna Thomas
sebagai *managing director for corporate affairs*
untuk menetralisir persepsi orang. Belakangan fungsi
kehumasan ini dianggap lebih strategis karena mereka
memang banyak berekspansi ke luar negeri.
Nama "temasek" sebenarnya mengacu pada "*sea town*"
atau nama purba Singapura. Lucunya, gara-gara sumpah
Mahapatih Gajah
Mada<http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Palapa>,
Singapura (Tumasik) dulu pernah berada di bawah
kekuasaan Nusantara.

Sekarang, terlalu naif membandingkan negeri ini dengan
Singapura<http://nofieiman.com/2005/12/singapura-dan-kita/>.

Walau cuma sebesar Jakarta, Singapura merupakan negara
ke-17 terkaya di dunia. Repotnya, kendati mengeruk
duit di Indonesia, Singapura terkenal kurang ramah
terhadap negara kita.

Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat (Singapura)
Teorinya, membangun negara harus bertumpu pada
infrastruktur untuk kemaslahatan umat. Di Amerika,
mereka justru pertama-tama membangun rel kereta agar
mobilitas rakyat (terutama menengah ke bawah) lancar
dan menggerakkan kegiatan perekonomian serta
pertumbuhan. Walau dicap kapitalis, mereka sebetulnya
sangat berorientasi pada rakyat kecil. Jepang dan
Eropa juga demikian. Di Indonesia justru terbalik
keadaannya. Kita malah memprogram jalan tol 1000 km
dan mengabaikan kereta api. Yang diuntungkan jelas
para penggede, bukan rakyat kecil.

Saat sekarang, makroekonomi sudah beranjak pulih.
Namun perusahaan-perusaha an bagus milik bangsa ini
sudah *kadung* diambil (mayoritas) oleh Singapura.
Sementara pembangunan, seperti tersebut di atas, tak
berorientasi ke rakyat kecil. Jadi, lengkaplah sudah
kesialan kita. Sementara kita tak sadar malah
ber-haha-hihi mengikuti Tukul mengolok-olok diri
sendiri.
Kembali ke orang-orang terkaya tersebut di atas,
hubungan Sandi dengan keluarga Soeryadjaya memang
sudah sejak lama. Sandi pernah menangani perusahaan
Edward (kakak Edwin) di Canada. Sandi dan Edwin pernah
membangun situs *e-marketing* rumah123.com. Boleh jadi
Sandi ada di bawah bayang-bayang Edwin. Sedangkan
Patrick adalah menantu Teddy Rachmat, mantan petinggi
Astra. Rosan P Roeslani adalah teman dekat Sandi.
Mereka sangat dekat dengan Astra dan keluarga
Soeryadjaya, anak pendiri Astra.

Sementara Astra, kita tahu, sudah dikuasai Temasek.
Keluarga orang-orang terkaya lainnya -- baik angkatan
lama atau angkatan muda -- juga dekat dengan lingkaran
ini. Pendek kata, pemilik aset-aset strategis negeri
ini kalau bukan Singapura ya orang-orang Indonesia
yang dekat dengan Singapura.
Jadi, salahkah saya kalau berteori bahwa masa depan
negeri ini sebenarnya ada di tangan Singapura?
Mudah-mudahan sedikit coretan ini bisa memotivasi
pembaca sekalian -- agar tak cuma berpacu mengejar
kekayaan, tetapi juga memperjuangkan *nation pride *.
Saya, Anda, siapa pun juga pasti pengen jadi kaya.
Masalahnya siapa yang ingin memulai dan siapa yang
cuma ingin mengamati, atau *ngrasani* saja?
Jujur saja, saya lebih senang bertransaksi dengan
orang kita sendiri; yang jelas-jelas mengembalikan
sebagian keuntungannya buat fakir miskin dan anak
yatim. Tapi mau gimana lagi?

Ada komentar? 

Sumber: 
<http://nofieiman.com/2007/07/orang-orang-terkaya-indonesia-dan-masa-depan-kita/
<http://nofieiman.com/category/investment/>




       
---------------------------------
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story.
 Play Sims Stories at Yahoo! Games. 

Kirim email ke