http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=297432


Kamis, 02 Agt 2007,
Bersyukur setelah Baca Suami Batal Kawin Lagi

Ketika Buku Antipoligami Membikin Kader PKS "Terbelah"
Seorang anggota Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang
disegani menulis buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri. Karya itu
langsung disambut gembira jutaan kader wanita PKS. Namun, sebaliknya,
para kader pria yang sudah atau akan berpoligami mereaksi dengan keras.

RIDLWAN HABIB, Jakarta

RUANGAN Kantor Hilal al Ahmar di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan,
siang itu terasa gerah. Bukan karena cuaca Jakarta terik. Juga bukan
disebabkan pendingin ruangan tidak berfungsi. Tapi, karena buku yang
ditulis Cahyadi Takariawan itu memicu kontroversi yang panas.

"Buku ini memang harus segera ditarik. Hati saya membara membacanya,"
ujar Wakil Bendahara Umum DPP PKS Didin Amarudin kepada Jawa Pos. Saat
itu lelaki beristri tiga itu datang pada acara dengan ditemani empat
orang pengurus DPP yang lain.

Menurut Didin, sejak buku itu terbit, istri-istrinya menjadi gelisah.
"Bahkan, istri kedua saya menghubungi temannya yang juga dipoligami
dan bikin bedah buku khusus untuk ini," katanya.

Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, itu mengakui buku Cahyadi
Takariawan itu mengubah paradigma umum di kalangan wanita PKS yang
selama ini mendukung poligami. "Kalau yang menulis orang luar atau
orang yang sekuler, saya tidak heran. Tapi, ini yang menulis adalah
ustad yang kredibilitasnya sangat diakui di Majelis Syura PKS," kata
Didin.

Majelis syura adalah elemen tertinggi di partai yang berdiri sejak
1998 (awalnya bernama Partai Keadilan). Anggota majelis hanya 99 orang
yang dipilih dari jutaan kader PKS di seluruh Indonesia.

Didin mengatakan, para qiyadah (pimpinan) partai gelisah karena buku
itu dijadikan simbol perlawanan terhadap suami yang akan menikah lagi.
"Rumah saya satu kompleks dengan Pak Tifatul (Tifatul Sembiring,
presiden PKS, Red). Beliau juga khawatir, tapi selama ini memang
memilih diam," ujar bapak tujuh putra itu. Tifatul Sembiring juga
beristri dua. Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta juga berpoligami.
Bahkan, istri kedua Anis berkebangsaan asing.

"Buku Pak Cah (Cahyadi Takariawan) itu hanya menonjolkan sisi-sisi
negatif dari poligami, seakan-akan ribet banget, padahal tidak benar,"
katanya.

Didin lalu melanjutkan kisah "sukses" poligami dirinya. Istri pertama
Didin dinikahi pada 1990. Lalu, istri kedua pada 2001. Terakhir, Didin
menikahi akhwat (kader PKS) menjadi istri ketiga pada 2002. "Memang,
biasanya dari istri pertama ke yang kedua itu lama pendekatannya, Mas.
Baru yang ketiga lancar," tuturnya.

Manajemen keluarganya, kata Didin, malah terbantu ketika dirinya
berpoligami. "Kalau kita berhitung secara matematis, anak tujuh
dirawat dan dididik tiga istri kan lebih baik," ujarnya.

Dia khawatir buku Cahyadi akan menimbulkan pro-kontra di kalangan
rumah tangga muslim masing-masing kader. "Ada jutaan akhwat di
Indonesia. Beberapa di antara mereka janda. Lantas, apakah mereka kita
biarkan," katanya dengan nada bertanya.

Taufik Bahtiar, direktur Hilal al Ahmar, menambahkan bahwa ada
beberapa logika yang tidak tepat dan dicantumkan dalam buku ber-cover
merah jambu itu. "Misalnya, tentang cinta lelaki yang tidak bisa
dibagi, itu salah. Contohnya, saya. Kalau dengan istri pertama 100
persen, dengan istri kedua juga 100 persen," ujarnya, lalu tersenyum.

Taufik juga berpoligami. Istri pertama meminta cerai ketika Taufik
hendak menikah kali ketiga. Sekarang janda Taufik itu diperistri
sahabatnya yang juga anggota Majelis Syura PKS sebagai istri kedua.

Buku terbitan Era Intermedia, Solo, tersebut telah dicetak hingga
10.000 eksemplar. Buku setebal 278 halaman itu mengupas sisi-sisi lain
dari keluarga yang berpoligami.

Si penulis Cahyadi Takariawan kepada Jawa Pos mengatakan bahwa dirinya
kaget melihat reaksi "jamaahnya" terhadap buku itu. "Padahal, di
halaman awal buku itu saya sudah jelaskan tidak berbicara tentang
hukum poligami, tapi bicara tentang mereka yang gagal berpoligami
karena persiapannya kurang," katanya.

Alumnus Fakultas Farmasi UGM itu mengibaratkan poligami dengan salat.
"Siapa yang membantah kalau salat itu wajib. Tapi, pada praktiknya,
banyak yang salat, tapi tetap korupsi. Banyak yang salat, tapi menipu,
mencuri, dan kejahatan yang lain. Apakah yang salah salatnya?" katanya.

Demikian juga, poligami. Melalui bukunya, suami Ida Nur Laila itu
ingin "meluruskan" para pelaku poligami. "Bukan untuk mengampanyekan
antipoligami," kata suami yang bertahan dengan satu istri itu.

Cahyadi mengaku mendapat banyak sekali keluhan dari ummahat (ibu-ibu
istri ikhwan alias kader PKS) yang mengalami masalah gara-gara
suaminya menikah lagi. "Kebetulan, saya juga konsultan keluarga.
Selain datang langsung, mereka juga menelepon dan mengirim SMS," kata
ketua Wilayah Dakwah (Wilda) III DPP PKS itu. Sebagai ketua Wilda,
Cahyadi bertanggung jawab pada ekspansi PKS di Sulawesi dan Papua.

Karena keluhan-keluhan itu datang bertubi-tubi, Cahyadi berusaha
meramunya dalam tulisan. Misalnya, keluhan tentang
kebohongan-kebohongan suami yang menikah lagi. Juga masalah finansial
yang membuat pernikahan menjadi tidak harmonis.

"Yang menyedihkan, ada suami yang buru-buru poligami hanya karena
dikompori komunitasnya yang semuanya sudah menikah lagi. Padahal, dia
belum siap. Akhirnya, yang terbengkalai adalah keluarganya," bebernya.
Padahal, seharusnya poligami justru membawa keberkahan.

Sebelum menulis buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri, Cahyadi telah
menulis 20 judul buku yang lain. Mayoritas tentang tema pernikahan.
"Saya tidak bermaksud melukai hati para lelaki yang berpoligami.
Karena itu, saya malah minta Bu Sri Rahayu Tifatul Sembiring sebagai
istri pertama menulis kata sambutan," katanya.

Dalam bedah buku yang dilakukan hampir tiap minggu, Cahyadi juga
menolak dipanelkan dengan aktivis antipoligami. "Saya yakin masalah
ini akan hipersensitif karena kebanyakan yang membaca dipenuhi dengan
emosi pribadi. Jadi, tidak jernih lagi," ujarnya.

Seorang pembaca bahkan komplain langsung ke penerbit. Pembaca itu
merasa rahasia rumah tangganya ditulis Cahyadi. "Buku ini harus segera
ditarik dari peredaran," kata Cahyadi menirukan ikhwan yang emosi itu.
Padahal, dirinya belum pernah kenal. "Jadi, dia sendiri yang merasa
bahwa apa yang saya tulis dalam buku itu cocok," jelas pria yang juga
berprofesi sebagai apoteker itu.

Getah pahit, kata Cahyadi, juga nyasar ke teman-temannya yang ikut
mempromosikan buku. "Misalnya, Mbak Neno Warisman. Gara-gara Mbak Neno
aktif mengirimkan SMS soal buku ini, beliau dikomplain, terutama oleh
kader-kader wanita yang sudah mempunyai madu," ungkapnya. Neno
Warisman adalah salah seorang aktris sekaligus penyanyi yang sekarang
aktif di PKS.

Apakah akan membuat buku baru lagi sebagai jawaban atas komplain?
Cahyadi mengaku akan melakukan beberapa revisi. "Saya menghargai
nasihat para asatidz (ulama) yang meminta redaksionalnya diperbaiki,"
katanya.

Meski begitu, lelaki kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, 11 Desember
1965, itu tetap menganggap bukunya tidak kontroversial. "Kalau saya
menulis Sengsarakan Istri dengan Satu Istri, itu baru masalah. Kalau
bahagia, kan semua ingin begitu," tegasnya.

Namun, keyakinan Cahyadi tetap berbenturan dengan realita di lapangan.
Di Jawa Timur, misalnya, Ketua Dewan Syariah DPW PKS Jatim Ustad
Mudhofar mengaku mendapat keluhan terkait buku itu. "Ada seorang
akhwat yang skripsinya mendukung poligami, bertahun-tahun kader wanita
ini bicara dalam diskusi-diskusi agar poligami didukung, tapi begitu
membaca Pak Cah, langsung berbalik 180 derajat," paparnya kepada Jawa Pos.

Kuatnya buku itu, kata Mudhofar, karena track record penulisnya. "Pak
Cahyadi selama ini dikenal sebagai ulama yang ahli dalam keluarga.
Wajar kalau ada yang jadi ragu karena tulisannya," tuturnya.

Mudhofar menganggap dalil-dalil yang dipakai Cahyadi agak dipaksakan.
"Misalnya, soal perbandingan umur Rasulullah saat sebelum poligami dan
setelah poligami. Tidak ada ulama yang menggunakan patokan itu,"
jelasnya. Cahyadi menulis, Muhammad SAW menikah lagi setelah
bermonogami selama 25 tahun bersama Khadijah.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Rofi' Munawar menambahkan, dirinya
membatalkan meneruskan membaca buku itu sampai tuntas. "Saya juga
dapat hadiah dari beliau (penulis buku) saat rapat majelis syura.
Tapi, begitu saya baca, tidak saya lanjutkan karena kok ada yang nggak
sreg," akunya.

Berbeda dengan kader-kader lelaki PKS, beberapa orang kader wanita
yang dihubungi Jawa Pos justru sangat bersyukur atas terbitnya tulisan
Cahyadi itu. "Suami saya menjadi ragu-ragu. Sebenarnya saya sudah akan
mengizinkan, tapi setelah membaca, saya diskusi lagi, dan
alhamdulillah batal (menikah lagi)," kata seorang kader yang meminta
identitasnya disamarkan.

Alumnus Universitas Airlangga Surabaya itu melanjutkan, di kalangan
internal kader wanita, buku itu seakan menjadi buku wajib. "Dalam
setiap pertemuan mingguan, ada diskusi untuk membahas buku itu bab
demi bab," katanya. Kader PKS biasanya mengadakan taklim rutin sehari
dalam setiap pekan. Tempatnya bergantian di rumah masing-masing kader
atau tempat lain yang disepakati.

Seorang akhwat lain menambahkan, dirinya menjadi lebih siap untuk
menikah setelah membaca buku Cahyadi. "Tidak ada lagi rasa khawatir
calon suami saya akan poligami. Nanti kalau dia memaksa, akan saya
pertemukan langsung dengan Pak Cah," ujarnya. (*)


-- 
~:ngadék sacékna, nilas saplasna:~
:.nu dipalar lain pamuji, panyepét nu dipénta!.:
datiparang.blog.com . deha.wordpress.com

Kirim email ke