Kolom tina Pikiran Rakyat (8/9-2007), tapi kuring lain rek nempo Perkara
RUU-APPna, tapi eta kalimah2 panganteur artikel ieu. Asa kurang pantes aya
Ustadz nu ngaroko di jero Angkot, nepi ka ngomong bela diri nyaruakeun
haseup roko nu ngaganggu budak leutik jeung pakean indungna nu cenah make
"baju pas-pasan". Ngaroko (kuring oge ngaroko) teu pantes dilakukeun dijero
angkutan umum, ngangganggu batur, teu sopan jeung kaciri egoisna. Sang
Ustadz kuduna mah lain bela diri kitu nuduh indungna budak "porno", tapi
menta hampura, pareuman roko atawa umpama hayang ngaroko keneh, turun tina
angkot ... (lamun kuring, kacida erana lamun aya tepi ka nu negor kitu!).

Apa Kabar RUU APP?

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/092007/08/99kolom.htm

TEMAN saya seorang ustaz, K.H. Asep Totoh Gazali, pernah dimarahi seorang
ibu muda di dalam angkutan kota. "Kebetulan saya merokok sehingga ibu itu
langsung marah, sebab asap rokok bisa menganggu pernapasan anaknya yang ia
panggil si kecil," katanya.

Namun, kiai muda itu tak mau kalah gertak. "Saya juga protes ke ibu karena
memakai baju pas-pasan sehingga mengganggu "si kecil" saya," katanya
tersenyum.

Soal baju pas-pasan (ketat) bukan rahasia umum lagi. Makanya, pernah mencuat
usulan untuk membahas dan menggolkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti
Pornografi dan Pornoaksi (APP).

Hanya, setahun ini RUU APP tak terdengar "batang hidungnya". Bahasa
santrinya, wujuduhu ka-adamihi, adanya sama dengan tidak ada. Gaungnya sudah
sayup-sayup bahkan hilang ditelan bumi.

Setelah menuai pro kontra bahkan unjuk rasa ribuan orang dari pihak yang
mendukung dan menentang RUU APP, maka setahun ini sepertinya "adem ayem".
Tidak ada tanda-tanda "kehidupan" dari RUU APP yang merupakan produk
inisiatif anggota DPR RI.

Memang, menyimak judul RUU nya saja sudah membuat bulu kuduk berdiri. Anti
pornografi dan pornoaksi sehingga mengundang banyak polemik di kalangan
tokoh maupun masyarakat luas.

Niat awal untuk menyusun RUU APP sungguh patut dihargai yakni dari
keprihatinan makin maraknya pornografi dan pornoaksi. Diharapkan, dengan
adanya RUU APP ini bisa menekan bahkan menghilangkan pornografi dan
pornoaksi khususnya di media massa.

Apalagi, Indonesia menempati peringkat dua dunia setelah Rusia sebagai
negara terbesar dalam penyebaran pornografi dan pornoaksi. (Mungkin) akibat
mandulnya pembahasan RUU APP sehingga Komite Indonesia untuk Pemberantasan
Pornografi dan Pornoaksi (KIP3) Jabar berupaya mencari jalan lain.

KIP3 Jabar dengan ketuanya, H. Rafani Akhyar, baru dilantik akhir Agustus
lalu oleh KIP3 pusat, Dra. Hj. Juniwati T. Maschun Sofwan. H. Rafani Akhyar
yang mantan anggota DPRD Jabar mengakui RUU APP kini tidak jelas nasibnya,
karena banyak hambatan dalam pengesahannya.

Untuk itu, KIP3 Jabar mendesak Pemprov Jabar yang berbasis iman dan takwa
bisa mengeluarkan Perda Pornografi dan Pornoaksi. Pertanyaannya, bukan
mampukah lahir Perda APP melainkan maukah melahirkannya? Wallahu-a'lam.
(Sarnapi/"PR")***

Kirim email ke