Enyalah..sok wae...teu leupas ti pra kondisi Pamilu Pres 2009.....

----- Original Message ----
From: Rahman <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, November 1, 2007 8:49:51 PM
Subject: [Baraya_Sunda] jalan heubeul, jalan anyar, jalan-jalan?

Indonesia Membutuhkan "Jalan yang Baru"
Komite Bangkit Indonesia Dideklarasikan

Jakarta, Kompas - Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
Indonesia membutuhkan jalan baru yang berlandaskan kebhinnekaan,
pluralisme, dan keragaman budaya. Itu karena jalan yang selama ini
digunakan justru memicu kemerosotan dan kemiskinan struktural serta
memperkokoh neokolonialisme.

"Pemimpin baru yang berkarakter dan bervisi kuat jelas sangat
dibutuhkan. Namun, jika pemimpin baru itu tetap menempuh jalan lama,
yaitu jalan yang telah terbukti gagal membawa kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat selama 40 tahun terakhir ini, rakyat hanya akan
kembali dikhianati," kata ekonom Rizal Ramli saat deklarasi
pembentukan Komite Bangkit Indonesia yang dipimpinnya di Jakarta, Rabu
(31/10).

Dari ratusan peserta yang menghadiri acara itu terdapat puluhan tokoh
dari berbagai latar belakang. Ada mantan pejabat tinggi pada era Orde
Baru, seperti Try Sutrisno, Moerdiono, dan Syarwan Hamid. Ada juga
mantan pejabat di era reformasi, seperti Amien Rais dan Akbar
Tandjung. Dari tokoh partai politik hadir antara lain Taufik Kiemas
(PDI-P) dan Wiranto (Partai Hanura). Hadir juga tokoh agama dan
masyarakat, seperti Syafii Ma'arif, Natan Setiabudi, Rosihan Anwar,
dan Ichlasul Amal.

Dari golongan muda hadir Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi
Latif, Sukardi Rinakit (Soegeng Sarjadi Syndicate), Pramono Anung
(PDI-P), Yenny Wahid (PKB) yang mewakili Abdurrahman Wahid, Dradjad
Wibowo (PAN), dan Khofifah Indar Parawansa (Muslimat NU).

Sesaat setelah acara dibuka, hadirin dihibur dengan puisi berjudul
"Jalan Baru, Jalan bagi Orang-orang Merdeka" yang dibacakan Budi
Santoso dan lagu Aku Mau Presiden Baru dari Franky Sahilatua.

Tertinggal

Menurut Rizal, dalam 40 tahun terakhir Indonesia menjadi negara yang
tertinggal dari negara lain di Asia Timur. Pada tahun 1960-an,
pendapatan per kapita Indonesia hampir sama dengan Malaysia, Thailand,
dan Taiwan, yaitu sekitar 100 dollar AS per tahun. Sementara itu,
China hanya 50 dollar AS per tahun.

Pada tahun 2005 pendapatan per kapita Indonesia telah 1.260 dollar AS.
Namun, pendapatan per kapita Taiwan sudah 12 kali lebih besar,
Malaysia 4 kali lebih besar, dan Thailand 2 kali lebih besar. China
menjadi 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan Indonesia. "Kita
terpaksa bersaing dengan Vietnam, Filipina, dan Pakistan," tutur Rizal.

Rizal menuturkan, ada tiga penyebab kondisi di atas terjadi, termasuk
mengapa reformasi pada 1998 belum juga berhasil meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Pertama, karena karakter feodal para pemimpin.
Karakter seperti itu membuat pemimpin merasa tidak punya kewajiban
untuk menyejahterakan rakyat.

Kedua, karena praktik neokolonialisme. "Kebijakan ekonomi Indonesia
hanya menjadi subordinasi dan alat kepentingan internasional. Uang
pinjaman harus ditukar dengan undang-undang dan peraturan pemerintah
yang sesuai dengan garis neoliberal," tutur Rizal.

Penyebab ketiga, adanya kepemimpinan yang tidak efektif serta lemah
secara visi dan karakter. Kepemimpinan seperti itu mudah berubah
karena perubahan kepentingan taktis, opini, dan respons pencitraan
situasional.

Untuk keluar dari keterpurukan ini dan menciptakan kesejahteraan bagi
mayoritas rakyat Indonesia, Indonesia harus memperjuangkan jalan baru,
yaitu jalan yang antineokolonialisme dan lebih mandiri. Jalan itu
harus membuat rakyat lebih kreatif dan inovatif, bukan sekadar menjadi
masyarakat terbuka yang sering hanya menjadi korban globalisasi. "Ini
yang akan diperjuangkan Komite Bangkit Indonesia lewat sejumlah
program penyadaran dan diskusi dengan berbagai kelompok masyarakat,"
kata Rizal.

Dalam kesempatan itu, Wiranto mengingatkan, sudah banyak jalan yang
digunakan untuk meluruskan reformasi, misalnya jalan tengah atau jalan
lurus, tetapi belum banyak hasil yang diperoleh. "Yang sekarang harus
kita perjuangkan adalah jangan berhenti pada pemikiran. Kita butuh
gerakan," ujarnya.

Amien Rais juga menyatakan, apa yang direncanakan Komite Bangkit
Indonesia harus diikuti dengan langkah nyata yang lintas sektor,
agama, dan kelompok. Langkah tersebut juga jangan hanya untuk mengejar
kekuasaan, tetapi harus untuk memperbaiki nasib rakyat.

"Silaturahim (oleh Komite Bangkit Indonesia) ini penting bagi bangsa.
Apalagi jika diingat, pada (Kebangkitan Nasional) 1908 dan (Sumpah
Pemuda) 1928 yang terutama kita bicarakan adalah persatuan dan
kesatuan bangsa, bukan siapa yang memimpin," kata Taufik Kiemas. (NWO) 




__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke