Yanti jeung Karsih paragat nyawana, tapi TKW nu sejen, kumaha? Ieu aya 
"dongeng TKW" ti situs "Yayasan Institut Buruh Migran" 
(http://www.iwork-id.org/index.php?action=news.detail&id_news=95) . 
Nyanggakeun:


Istilah muskilah yang menyakitkan .
Sejumput kisah pilu para buruh migran perempuan di kawasan Timur Tengah

"Di sana paling ringan diliatin Bos laki-lakinya telanjang itu udah biasa, 
...paling-paling saya cuman ngancam mau teriak." ucap seorang mantan buruh 
migran perempuan menceritakan kisah pilunya ketika bekerja di kawasan Arab 
Saudi. Bahkan menurutnya, kalau seorang buruh migran perempuan aman dari bos 
laki-lakinya, ternyata belum tentu "aman" dari anak-anaknya yang laki-laki 
karena umunya satu keluarga punya 7 sampai 10 anak.

Ada lagi kisah menyedihkan yang diceritakan oleh seorang sopir di Terminal 
III Bandara Soekarno Hatta, dimana pada suatu hari-tiba ia didekati seorang 
buruh migran perempuan yang baru saja kembali dari  Arab Saudi. Buruh migran 
perempuan tersebut mengaku hamil tiga bulan akibat diperkosa oleh 
majikannya. Karena kehamilannya inilah, buruh migran perempuan tersebut 
takut pulang kampung. Ia kemudian minta izin menumpang di rumah sang sopir 
tersebut sampai melahirkan sekaligus supaya mau merawat anaknya bila telah 
lahir.

Pelecehan seksual sampai pemerkosaan pun ternyata mengintai setiap gerak 
langkah para buruh migran perempuan Indonesia yang bekerja di kawasan Timur 
Tengah ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat pelecehan seksual dan 
pemerkosaan yang menimpa para buruh migran perempuan Indonesia dari tahun 
ketahun terutama yang bekerja di kawasan Timur Tengah mengalami peningkatan 
yang cukup serius.

Ironisnya akibat dari tindak pelecehan dan pemerkosaan ini tidak pernah 
diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah Indonesia, bahkan hanya 
melahirkan sebuah istilah "muskilah" yang berkonotasi sangat merendahkan 
martabat. Muskilah merupakan salah satu istilah dalam bahasa arab yang 
berarti masalah yang membuat susah. Dan istilah ini sekarang di-plot-kan 
kepada buruh migran perempuan Indonesia yang pulang dari Timur Tengah dalam 
keadaan hamil akibat diperkosa.
Jika mengunjungi Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, tanyalah kepada para 
aparat pemerintah yang bekerja atau siapapun yang kesehariannya berada di 
tempat tersebut tentang muskilah. Maka akan meluncur deras sederetan kisah 
pilu para buruh migran perempuan yang harus menanggung aib tanpa bisa 
meminta perlindungan dan pembelaan kepada negara ini. Mereka harus 
menanggungnya sendiri padahal sesungguhnya adalah menjadi tugas pemerintah 
untuk membantu mengatasi persoalan ini.

Departemen dan Lembaga pemerintah seperti Departemen Tenaga Kerja dan 
Transmigrasi, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja 
Indonesia bahkan juga Menteri Pemberdayaan Perempuan yang kesemuanya 
ternyata masih menganut pola pikir patriakhi, secara faktual telah 
memingggirkan nasib dan masa depan para korban pemerkosaan. Bahkan dampak 
dari pemerkosaan seperti adanya anak yang lahir pun tidak pernah menjadi 
sebuah kewajiban dari pemerintah untuk mengurusinya.

Negeri ini masih punya beragam komisi yang mengurusi tenaga kerja, perempuan 
seperti Komisi IX DPR-RI, Komisi Perlindungan Ibu dan Anak, Komisi Nasioal 
Perempuan, dan seabrek lembaga non pemerintah yang mengkhususkan dirinya 
untuk dinamika perempuan; tapi sayangnya mengurusi para buruh migran korban 
pemerkosaan dan anak-anak yang terlahir dari pemerkosaan tersebut sepertinya 
hilang dari sentuhan aktivitas komisi-komisi ini. Hal yang paling mudah 
dengan menyediakan layanan konseling bagi para buruh migran perempuan yang 
merupakan korban pelecehan dan pemerkosaan pun nyaris tidak pernah 
terdengar.

Agaknya bila pemerintah masih saja tidak peduli dan tidak paham, mungkin 
masyarakat sendirilah yang akan bertindak dengan cara dan pola pikirnya 
sendiri. Masih terngiang jelas ucapan seorang sopir taksi yang pernah 
bekerja di kawasan Timur Tengah ketika melajukan taksinya menuju bandara 
Soekarno-Hatta, " Mas kalau punya saudara, tetangga atau siapa pun yang 
berjenis kelamin perempuan jangan sekali-kali pernah diijinkan bekerja di 
Timur Tengah. Lebih banyak bencananya dari pada uang yang didapat.." (btl) 

Kirim email ke