Jakarta Banjir: Pindahkan Saja Ibukota

Radio Nederland Wereldomroep

04-02-2008
  Wawancara dengan Cornelis Lay
<http://download.omroep.nl/rnw/smac/cms/cornelis_lay_ttg_banjir_jakarta_20080204_44_1kHz.mp3>

 *Jakarta sangat menderita akibat banjir hari-hari belakangan. Sejak Jumat
lalu, jalan raya menuju bandara internasional Soekarno-Hatta tak bisa
dilewati. Sebagian operasi penerbangan dipindahkan ke bandara Halim
Perdanakusumah di Jakarta Timur. Di tengah-tengah banjir seperti ini, muncul
ide untuk memindahkan saja ibukota ke tempat lain.

Ini sebenarnya bukan ide baru, karena sudah direncanakan oleh presiden
pertama RI, Soekarno yang mengusulkan untuk menjadikan Palangkaraya,
Kalimantan Tengah sebagai ibukota. Apakah pemindahan ibukota suatu solusi
yang masuk akal? Ikuti lebih lanjut wawancara Radio Nederland Wereldomroep
dengan Dr. Cornelis Lay, pengamat politik di Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.*

[image: banjir_.jpg]Cornelis Lay [CL]: "Saya kira pilihan itu secara politik
bisa dikerjakan. Sekalipun demikian masih ada banyak sekali hal yang harus
distudi lagi misalnya apakah daerah baru yang dituju itu memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan untuk pembangunan ibukota seratus, duaratus
tahun ke depan. Mengingat Jakarta pun dulunya seperti itu, dan dalam waktu
sangat pendek, 50 tahun sudah berubah total menjadi sebuah kawasan yang
tidak layak lagi dihuni sebagai ibukota."

"Nah karena itu saya kira harus ada pengkajian yang lebih sistematis, lebih
mendalam mengenai kelayakan-kelayakan teknis termasuk soal lingkungan, soal
prospek pembangunan ke depan dan seterusnya. Walaupun secara politik, kalau
saya melihat, misalnya Kalimantan Tengah itu berada pada jantung kawasan
Asia Pasifik, kalau kita melihat peta. Tapi dia punya banyak kelemahan.

Misalnya dia tidak punya pelabuhan yang memadai. Yang kedua juga ada
problema dengan asap di sana. Karena daerahnya gambut, maka resiko untuk
terjadinya asap, kabut, setiap kali musim kemarau, itu sangat tinggi. Dan
karena itu mesti ada terobosan teknologi. Dan yang ketiga, karena daerahnya
gambut dan seterusnya, bagaimana dengan pengembangan infrastruktur dan
seterusnya."

*Sangat Mahal*
Radio Nederland Wereldomroep: *"Apakah tidak ada pilihan lain untuk
mengatasi masalah di Jakarta, selain pemindahan ibukota?"*

CL: "Rupanya upaya untuk menata Jakarta itu sangat mahal secara sosial,
karena begitu kuat perlawanan yang muncul dari kelompok masyarakat untuk
membuat Jakarta layak sebagai ibukota. Sampai hari ini pemerintah DKI dan
pemerintah nasional pasti berhadapan dengan persoalan yang sangat serius
untuk sekedar mengatasi pemukiman liar yang ada di sepanjang sungai."

"Yang kedua, karena sudah bertumpang tindihnya pembangunan, infrastruktur,
gedung dan sebagainya, menyebabkan sebuah desain perkotaan untuk misalnya
saja drainase dan seterusnya, itu menjadi pekerjaan yang sangat sulit dan
termasuk di dalamnya infrakstruktur untuk sistem transportasi yang lebih
layak dan seterusnya."

Mana lebih murah? Pemindahan ibukota atau menyelesaikan permasalahan yang
ada di Jakarta sekarang, seperti masalah banjir? Silakan
mendengarkan wawancara lengkap dengan Cornelis Lay melalui MP3.




On 2/5/08, trias santosa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Sigana ibukota kudu pindah ka kota nu bebas banjir. Aya kitu kota nu
> bebas banjir?
> Dipertahankeun di Jakarta mah paur beuki tilelep. Era ku bangsa deungeun
> boga ibu kota kabanjiran, bandara teu jalan.
> Kangge ngalihkeun ibukota pilari kota nu bebas banjir, bebas gempa, bebas
> gunung meletus, lokasi strategis.
>
>
> **
> 
>

Kirim email ke