Kapungkur, jaman keur sakola sd, skitar taun 80an, masih ningali tangkal tarum. Pun nini di Rajapolah sok diangge kanggo ngawarnaan daun pandan pikeun anyameun. Ayeuna mah kumargi tos jaman ontan wantex tos tara diangge. boh tangkalna ge tos tara kapendak jaradi di kebon2
_____________________________ Sent from my phone using flurry - Get free mobile email and news at: http://www.flurry.com --- Original Message --- Date: Thu Aug 14 20:37:52 PDT 2008 From: mh <[EMAIL PROTECTED]> To: kisunda <[EMAIL PROTECTED]>, [EMAIL PROTECTED], urangsunda@yahoogroups.com Subject: [Urang Sunda] Re: Tarum, Pataruman, Tarumanagara? --- Tarum, "Ngabelet", dan Indigo ADA hal yang kadang tak terduga, dan sering pula kita tak sempat bertanya mengapa sesuatu hal itu demikian adanya. Ini pengalaman Ir. Rubi Rubana, M.Sc., dosen dan konsultan pertanian. Kakeknya, bila memanggil putri kesayangannya, yang tiada lain adalah ibunda Pak Rubi, dengan panggilan "Tarum….". Yang dipanggil "Tarum" itu nama lengkapnya Tarumaeni, wafat tahun 2005 pada usia 86 tahun. Mengapa dinamai Tarumaeni, dengan panggilan Tarum? "Sangat mungkin, saat dilahirkan, bayi perempuan itu terkesan kehitaman, seperti air tarum," kata Pak Rubi menjelaskan. "Padahal, setelah dewasa, kulitnya malah kuning langsat!" Lain lagi dengan penuturan Kang Dayat (Drs. Hidayat, M.S.R.), dosen UPI dan seniman grafis. Waktu kecil di Sumedang, rambut adiknya yang perempuan tumbuh kurang subur. Ayahnya memetik daun tarum areuy, dihaluskan dan dicampur sedikit terasi, lalu dioleskan merata di kepala. Ternyata tarum sebagai obat penyubur rambut dan obat sakit perut itu ditulis oleh Heyne (1927). Heyne menulis, "Orang Sunda menggunakan tanaman ini untuk menyuburkan rambut anak kecil yang gundul, dan sebagai obat sakit perut." Pada masanya, Tatar Sunda adalah penghasil tarum yang potensial. Tak heran banyak nama yang menggunakan kata tarum, seperti Ci Tarum, Pataruman, bahkan nama negara sebagai cikal bakal kerajaan-kerajaan di Tatar Sunda yang mampu bertahan selama 12 generasi, yaitu Tarumanagara. Kosakata pun bertambah dengan adanya budaya tarum, seperti cacaban, tempat pengolahan daun tarum menjadi zat pewarna, nila, air tarum yang berwarna biru kehitaman, sehingga lahirlah peribahasa "Karena nila setitik rusak susu sebelanga." Mencelup kain dengan tarum biasa juga disebut ngabelet. Belet bisa berarti biru kehitaman, sehingga bila anak yang susah mengerti pelajaran di sekolah, biasa disebut juga belet, artinya gelap, pikirannya tidak terang menerima pelajaran. Dalam sejarah alam, sosial budaya dan politik di Tatar Sunda, Ci Tarum mempunyai peran yang sangat berarti. Saat sungai ini melintas Cekungan Bandung 135.000 tahun yang lalu, terbendung material letusan Gunung Sunda di utara Padalarang hingga membentuk Danau Bandung Purba, yang memberikan inspirasi adanya sakakala Sangkuriang-Dayang Sumbi hingga pembentukan Gunung Tangkubanparahu yang imajinatif. Di lembah-lembah sungai ini banyak meninggalkan jejak alam. Dalam tulisan J.A. Katili (1962) diketahui bahwa di lembah Ci Tarum di selatan Rajamandala ditemukan fosil badak, kijang, dan hippopotamus. Belakangan ditemukan geraham gajah yang sangat utuh di kedalaman 6 meter di Kawasan Rancamalang Kabupaten Bandung. Dari hulunya di Cisanti, di Gunung Wayang, meninggalkan jejak peradaban manusia. Dikunjungi sejak manusia terkagum-kagum oleh kesahduan alam hingga kini. Tak terkecuali putra Raja Pajajaran, Bujangga Manik, pernah menziarahi dua tempat ini pada abad ke-5 sepulang mengadakan perjalanan mengelilingi tempat-tempat suci se-Pulau Jawa dan Bali, berjalan kaki seorang diri. Di bagian hilir dari kawasan sungai ini ada kerajaan Tarumanagara. Di daerah Batujaya, Kabupaten Karawang sekarang, terdapat banyak candi dari batu-bata, sebagai pertanda, bahwa sungai sangat berperan dalam lintasan sejarah Tatar Sunda. Ci Tarum pun dijadikan batas kerajaan saat kerajaan di Tatar Sunda mulai terpecah. Bahkan, saat ini pun Ci Tarum menjadi batas administratif antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, misalnya. Daerah Aliran Sungai Ci Tarum telah membentuk kawasan budaya Citarum. Tarum areuy Nama umum untuk tarum adalah Indigofera spec.div. Nama Sundanya tarum, Jawa etom/tom, Aceh bak tarom, Batak Toba tayom, Minang pulasan, Timor talung. Ternate tom. Di nusantara, bahan indigo selain dari tarum areuy (Marsdenia tinctorial R.BR), dihasilkan juga dari daun, biji, kulit, yang berasal dari beberapa jenis tanaman. Tarum areuy disebut juga tarum akar, santam, di Aceh disebut senam. Perdu yang memanjat ini dimanfaatkan sebagai penghasil nila. Tarum merupakan tanaman asli nusantara bagian barat. Di Pulau Jawa tarum kadang dibudidayakan.Jenis tarum lainnya, seperti tarum siki, tarum daun alus, didatangkan dari luar negeri. Tarum siki (Indigofera suffruticosa MILL.), bukanlah asli tumbuhan nusantara, melainkan didatangkan dari Amerika tropis. Nama daerah Jawanya tom janti. Tarum siki merupakan perdu yang tumbuh tegak, tingginya 1-2,5m. Pada zamannya dibudidayakan sebagai tanaman cat, ditemukan di daerah kering dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m dpl, dan tumbuh menjadi liar. Jenis ini ditanam untuk pengolahan indigo. Tetapi menurut Heyne (1927) tidak begitu sering dikerjakan. Tarum siki baik juga sebagai pupuk hijau, dianjurkan untuk ditanam di perkebunan karet dan kelapa. Ada juga tarum kembang (Indigofera suffruticosa atau Stekindigo), kemudian tarum ini diganti dengan tarum daun alus. Tarum daun alus (Indigofera arrecta), dalam bahasa Jawa disebut tom atal. Aslinya dari Abyssinia, diimpor ke Pulau Jawa tahun 1860 dan 1865 untuk mengganti budi daya stekindigo yang biasa ditanam pada waktu terjadi sistem tanam paksa. Indigofera arrecta menjadi sangat penting, karena India menerima tanaman ini dari Pulau Jawa. Di India, tanaman ini disebut Jawa Indigo. Tanaman ini sangat baik digunakan sebagai pupuk hijau dan penahan erosi. Cacaban Proses pembuatan zat warna dari tarum itu dilakukan di tempat pengolahan yang khusus, yang oleh masyarakat disebut Cacaban. Jadi, bila saat ini ada tempat yang bernama Cacaban, di sanalah pada mulanya ada pabrik zat pewarna yang terbuat dari tarum. Oleh karena itu, tempat yang bernama Cacaban hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa. Di Jawa Barat, nama tempat yang menggunakan kata cacaban di antaranya Kampung Cacaban di Selatan Ciranjang Cianjur, Dusun Cacaban Desa Tanjungsari Kabupaten Ciamis, Cacaban di Kecamatan Karangnunggal - Tasikmalaya, Desa Cacaban Kabupaten Sumedang, Desa Cacaban Kabupaten Bogor. Di Jawa Tengah, tempat yang menggunakan kata cacaban antara lain Cacaban di Kecamatan Singorojo, di Kecamatan Bener Purworejo, Kecamatan Cacaban Magelang, Kampung Cacaban Desa Benowo Pegunungan Menoreh. Yang menjadi nama sungai, seperti Sungai Cacaban Tegal, nama daerah aliran sungai (DAS) Cacaban, nama Waduk Cacaban di Kecamatan Kedungbanteng Tegal, dan Kali Cacaban di Kebumen. Jadi, pada mulanya kita adalah pemasok bahan mentah sekaligus produsen, pembuat zat pewarna. Selalu saja, setelah itu tak berlanjut karena tak ada ahli kita yang secara tekun mengembangkan tarum menjadi zat pewarna yang diolah dengan teknologi yang lebih baik sehingga pengolahan yang dipandang ribet itu berubah menjadi enteng dan untung. Kapan? *** Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung. Citation: http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=27994 ------------------------------------ Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id Yahoo! Groups Links