Enya..nya..urang teh rasa hina mun bisa nurut katipu ku guru rohani anu
kanyataana..mah...ngan saukur...madmen.........UUD jeung UUS...

On 10/8/08, Waluya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Nyanggakeun artikel lenyepaneun pangpangna keur "urang kota" nu biasana
> sok
> halahab ku karohanian. Tina Kolom Majalah Tempo, 33/XXXVII 06 Oktober 2008
> :
>
> Para Perampok di Jalan Tuhan
> Djalaluddin Rahmat
> Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia
>
> Sects and Errors are synonymous. If you are a peripatetic and I am a
> Platonist, then we are both wrong, for you combat Plato only because his
> illusions offend you, and I dislike Aristotle only because it seems to me
> that he doesn't know what he's talking about.
> Voltaire, Philosophical Dictionary
>
> "Aku tidak bisa melepaskan diri dari bayangan guruku. Ia masuk dalam
> mimpi-mimpiku. Pada suatu malam aku pernah terbangun. Aku duduk dalam
> lingkaran. Di situ ada guruku, Nabi Muhammad, Tuhan, dan Yesus. Guruku
> menyebutku Hafshah, salah seorang istri Nabi Muhammad. Aku pernah melihat
> Nabi Muhammad datang kepadaku; memanggilku dengan mesra. Pendeknya,
> kemudian
> terjadilah pergaulan suami-istri antara Hafshah dan Nabi Muhammad. Beberapa
>
> saat setelah itu, aku baru sadar bahwa Hafshah itu aku dan Nabi Muhammad
> itu
> adalah guruku itu," Helen, bukan nama sebenarnya, mengadukan nasibnya
> kepadaku.
>
> Helen sarjana dan profesional. Ia cerdas dan kaya. Ketika ia mulai tertarik
>
> pada hal-hal spiritual, kawannya membawanya ke pengajian tasawuf. Ia
> diperkenalkan kepada seorang ustad. Bukan ustad terkenal. Tampaknya ustad
> itu tidak mengisi pengajian umum. Ia memusatkan pengajarannya pada
> komunitas
> khusus dengan tema khusus. Di seluruh alam semesta, hanya dia yang
> mempunyai
> pengetahuan khusus, ilmu makrifat. Ia mau berbagi ilmu makrifat itu hanya
> kepada manusia-manusia pilihan yang ingin berjumpa dengan Tuhan. Dengan
> mengamalkan ritus-ritus tertentu-berzikir, berpuasa, dan bersemadi-Helen
> berhasil melihat Tuhan. Berkali-kali sesudah itu, ia mengalami "trans". Ia
> bukan hanya berjumpa dengan Tuhan. Ia juga dapat berkencan dengan para
> nabi.
>
> Makin "dalam" pengalaman rohaniahnya, makin bergantung dia kepada sang
> ustad. Helen yang cerdas kehilangan daya kritisnya ketika ia mendengar
> kalimat-kalimat gurunya. Ia berikan apa pun yang dimintanya, mulai waktu,
> uang, kendaraan, rumah, sampai kehormatannya. Ia sudah menjadi sujet di
> hadapan juru hipnotis. Semua dilakukannya di bawah sadar, sampai ia
> disentakkan oleh salah satu kuliah psikologi. Sebuah buku dengan judul
> Saints and Madmen menyadarkan dia bahwa gurunya dan juga dia bukan orang
> suci, tapi orang gila. Ia bukan mengalami pengalaman rohaniah, tapi
> gangguan
> mental. Sayangnya, kesadaran itu muncul setelah ia kehilangan banyak.
>
> Tak terhitung banyak orang seperti Helen. Manusia modern yang jenuh dengan
> materialisme gersang. Ia merindukan pengalaman rohaniah. Ada yang kosong
> dalam jiwanya. Kekosongan itu tidak bisa diisi dengan seks, hiburan, kerja,
>
> bahkan ajaran-ajaran agama yang dianut oleh kebanyakan masyarakat. Ia ingin
>
> getting connected dengan Yang Ilahi. Ia sudah kecapaian dengan logika dan
> angka. Ia ingin meninggalkan dunia yang dingin dan kusam menuju alam yang
> hangat dan cemerlang. Ia ingin mendapat-sebut saja-pencerahan rohaniah. Ia
> tidak mendapatkannya dalam institusi-institusi agama.
> Dalam kerinduan spiritual itu, muncullah guru. Ia menawarkan pengalaman
> rohaniah yang "instan". Kalau kamu sudah kecapaian dengan logika dan angka,
>
> masuklah bersama guru ke dalam dunia rasa dan percaya. Bunuh rasionalitas
> dan tumbuhkan spiritualitas (seakan-akan keduanya bertentangan). Dengan
> memanipulasi ajaran-ajaran esoterik dalam setiap agama, guru
> menegaskan-sambil mengutip Rumi-"di negeri cinta, akal digantung".
>
> Kalau akal sudah digantung, terbukalah peluang bagi guru untuk memanipulasi
>
> pikiran para pengikutnya. Aku menemukan bahwa teknik-teknik menggantung
> akal
> yang dilakukan para guru itu sepenuhnya melaksanakan nasihat Dostoyevsky
> dalam The Brother of Karamazov: "Ada tiga kekuatan, dan hanya tiga, yang
> dapat menaklukkan dan melumpuhkan semangat para pemberontak ini. Yang tiga
> itu ialah mukjizat, misteri, dan otoritas." Tentu saja hampir tidak ada di
> antara para guru itu yang membaca Dostoyevsky.
>
> Mukjizat sebenarnya adalah kumpulan dari halusinasi, ilusi, dan delusi.
> Guru
> menciptakannya dengan "merusak" otak pengikutnya melalui ritual yang
> aneh-aneh. Salah satu teknik yang paling populer dan paling efektif adalah
> pengurangan waktu tidur (sleep deprivation), apalagi bila dibarengi dengan
> tidak makan (food deprivation). Dalam keadaan normal, otak kita
> mensintesiskan "pil tidur alamiah" sepanjang waktu bangun kita. Sesuai
> dengan ritme biologis, kita tidur pada waktu malam. Karena deprivasi tidur,
>
> pil tidur alamiah itu berakumulasi dan bermetabolasi menjadi produk-produk
> beracun. Lalu timbullah mula-mula gangguan mood-pergantian antara euforia
> dan depresi. Menyusul gangguan mata yang menimbulkan halusinasi (melihat
> cahaya dan benda-benda bergerak), delusi, dan puncaknya disorganisasi
> pikiran (sederhananya, gangguan jiwa). Seperti pengurangan tidur, guru juga
>
> menciptakan pengalaman rohaniah dengan upacara, seperti latihan masuk
> kubur,
> gerakan kolektif yang berulang-ulang, atau penggunaan obat-obat kimiawi.
> Murid mengira mereka mengalami pengalaman gaib. Ahli neurologi menyebutnya
> kerusakan otak (brain damage).
>
> Karena pengalaman rohaniah yang mereka alami, mereka merasa dibawa ke alam
> gaib. Di sekitar kehidupan guru berkumpul berbagai misteri. Guru pemilik
> ilmu-ilmu yang sangat rahasia. Guru malah mengembangkan bahasa sendiri.
> Istilah-istilah agama diberi makna baru. Perjalanan bersama guru adalah
> perjalanan menyingkap tirai-tirai kegaiban. Murid tidak bisa menyingkap
> rahasia itu tanpa bimbingan guru. Seperti kata Dostoyevsky, dengan
> menggabungkan mukjizat, misteri, dan otoritas, bertekuklah jiwa-jiwa kritis
>
> ke kaki sang Pembawa Pencerahan.
> Helen sekarang sadar bahwa ia telah jatuh kepada perampok di jalan Tuhan.
> Hati-hati, dalam perjalanan menuju pencerahan jiwa, Anda akan disabot oleh
> apa yang disebut Jean Marie-Abgrall sebagai Soul-Snatchers, para pencuri
> jiwa. Helen masih berjuang menyembuhkan luka-luka jiwanya; sebenarnya
> kerusakan dalam otaknya. Aku menganjurkan dia untuk berobat ke psikiater.
> Ia
> menolaknya.
>
> Lama aku kehilangan Helen. Secara kebetulan, aku menemuinya dalam satu
> acara. Aku menanyakan mengapa ia tidak lagi mengontak aku. Ia menarik aku
> ke
> tempat sepi. Dengan muka yang penuh ketakutan, ia berbisik: gurunya sudah
> tahu bahwa ia telah melaporkan keadaannya kepadaku. Ia mendapat ancaman. Ia
>
> diperingatkan agar memutuskan semua hubungan dengan masyarakat di luar
> komunitasnya.
>
> Bersamaan dengan hilangnya Helen, Juliet Howell, peneliti sufisme urban,
> muncul lagi di hadapanku. Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ia
> mewawancaraiku perihal tasawuf di masyarakat kota. Waktu itu aku
> menyelenggarakan kelas-kelas tasawuf di daerah elite. Kali ini ia bertanya
> tentang pengalamanku membina tasawuf. Ia juga bertanya tentang yayasan
> kajian tasawuf yang aku kelola. Aku bilang aku sudah tidak lagi berurusan
> dengan tasawuf. Ia bertanya tentang muridku yang paling "sufi". Aku jawab,
> "Ia
> sudah mencapai makrifat setelah belajar dikuburkan hidup-hidup." Howell
> mendesak bagaimana caranya membedakan gerakan tasawuf yang benar dengan
> gerakan para perampok di jalan Tuhan. "Gunakanlah ukuran UUD dan UUS,"
> jawabku, "apabila Anda menemukan gerakan itu ujung-ujungnya duit atau
> ujung-ujungnya seks, Anda sudah disimpangkan dari jalan Tuhan. Ada dua juga
>
> yang membedakan saints dengan madmen: bila setelah mendapat pengalaman
> rohaniah, Anda merasa diri Anda rendah dan bergairah untuk menyebarkan
> kasih
> ke seluruh alam, Anda adalah orang suci. Bila Anda merasakan diri Anda
> lebih
> saleh daripada semua orang dan Anda hanya bergairah untuk mengasihi guru
> Anda, Anda adalah orang gila. Anda sudah masuk perangkap Soul-Snatchers.
> Gitu aja, kok repot!"
>
>  
>

Kirim email ke