Punten in bahasa

Beluk sebagai salah satu bentuk karya sastra Sunda semakin jarang
ditampilkan. Perannya sebagai penyampai pesan kehidupan masyarakat
Sunda perlu dikemas secara atraktif agar menarik.

Beluk adalah seni suara melagukan cerita wawacan Sunda. Ceritanya
bersumber dari wawacan seperti Pupuh Kinanti, Sinom, Magatru, Pucung
Pangkur, Maskumambang, Balakbak, Wirangrong, Mijil, Lambang, Durma,
Gambuh, Juru Demung, Ladrang, dan Gurisa. Isi cerita kebanyakan
tentang kebesaran Padjadjaran. Beluk biasanya disajikan saat selamatan
40 hari kelahiran bayi atau setelah masa panen.

Menurut Ketua Jurusan Sastra Sunda Universitas Pendidikan Indonesia
Diding Haerudin, Selasa (11/11), beluk berasal dari kata sora
dieluk-eluk. Seorang pemain beluk harus kuat dalam memainkan suara
keras dan panjang. Beluk juga biasa disebut macapat, membaca
cepat-cepat, membaca bari ngajepat atau sambil terlentang,
menyimbolkan badan manusia terdiri empat elemen: air, api, angin, dan
tanah.

Saat ini beluk hampir tidak pernah ditampilkan lagi di perayaan besar,
selamatan, dan kenduri masyarakat. Penyebabnya, makin sedikit orang
yang bisa membaca beluk dan pantun. Oleh karena itu, menurut Diding,
sekolah sebagai pembimbing generasi muda dituntut memperkenalkannya.

Di tengah perubahan zaman, pertunjukan beluk dan pantun harus
diupayakan untuk dihadirkan di tengah masyarakat agar masyarakat
melihat kekayaan budaya Sunda.

"Perlu kreativitas seniman untuk memperkenalkan beluk. Hal itu sudah
digagas dengan digelarnya karya beluk dalam pementasan dongeng dan
pantun di Rumentang Siang, 12-13 November 2008," katanya.

Seniman dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Mas Nanu Muda, mengajak
seniman menggarap beluk dengan lebih atraktif, misalnya dengan
menyisipkan humor segar dan aktual.

Reply via email to