Kenging ngagembol ti kompas.
Punten teu disendakeun, da panjang.
 
Komunikasi Sunda "Heurin Ku Letah"
 



Oleh Asep Salahudin
 
Bagi orang Sunda, hampir tidak ada yang tidak tahu makna heurin ku letah. 
Sebuah ungkapan yang menyiratkan seseorang yang ewuh pakewuh berkomunikasi 
dengan orang lain karena merasa dirinya lebih rendah (inferior) dari orang yang 
dianggapnya superior. Alih-alih mengkritik, untuk memberikan tanggapan pun, 
seseorang merasa tidak pantas. Karena merasa heurin ku letah, semua persoalan 
disimpan sendiri.
 
Sikap heurin ku letah merupakan komunikasi naif-alam demokrasi mensyaratkan 
berkembangnya nilai-nilai egalitarian-sehingga tidak perlu dipertahankan. Sikap 
tersebut merupakan komunikasi inferior yang semakin menyebabkan seseorang 
(suku) kian terpuruk, tidak memiliki daya tawar yang tinggi kecuali sekadar 
pelengkap penderita atau hanya untuk ngebeberah (menghibur).
 
Tragisnya, justru komunikasi inilah yang menjadi kepribadian manusia Sunda saat 
ini. Nyaris tidak kita temukan di panggung politik sosok manusia Sunda yang 
bersuara vokal. Ketika Orde Baru begitu digdaya, hanya segelintir manusia Sunda 
yang dengan heroik menyuarakan hasrat masyarakat untuk merdeka. Kebanyakan 
mencari selamat. Lumbung suara terbanyak partai politik yang berkuasa saat itu 
justru dari Tatar Sunda (sampai saat ini).
Padahal, karier politik orang Sunda hanya sampai level sekretaris jenderal dan 
belum pernah menjadi pucuk pimpinan parpol itu. Karena "tidak ada suara yang 
terdengar", menjadi tidak aneh bila pada musim berjamurnya parpol seperti 
sekarang ini, tidak ada satu parpol besar pun yang dipimpin orang beretnis 
Sunda, baik parpol yang berbasis agama, nasionalis, kekaryaan, maupun sekuler.
 
Itu dalam ranah politik. Dalam budaya sama saja kecuali hanya beberapa orang 
semacam Ajip Rosidi. Bidang yang terkait dengan penegakan hukum mungkin hanya 
mengenal Erry Riyana Hardjapamekas dan Teten Masduki. Komunikasi bisu di bidang 
agama juga menyebabkan Tatar Sunda nyaris miskin gagasan kritis keagamaan yang 
segar kecuali hanya diwakili Jalaluddin Rakhmat.
 
Sebuah penerbitan keislaman yang menjadi parameter otentisitas pembaruan Islam 
berada di Tatar Sunda, tetapi hampir tidak ada karya dari pemikir Islam Sunda 
(dari UIN Bandung sekalipun) yang diterbitkan di penerbit itu. Kalau dahulu 
masyarakat Muslim Sunda banyak terhipnotis akrobat politik ideologis 
Kartosuwiryo, saat ini kebanyakan "Mang Karta" itu tersungkur dalam pesona 
ideologis arabisme.
 
Genealogi inferioritas
Situasi seperti ini sejatinya adalah ekspresi sempurna dari tipikal manusia 
yang lama terjajah sehingga inferioritas ini tidak sekadar muncul di permukaan, 
tetapi telah mengendap di layar bawah sadar, terbawa dalam semua sektor 
kehidupan: politik, budaya, agama, sosial, bahkan ekonomi.
 
Ajip Rosidi dalam sebuah makalahnya yang dipresentasikan pada Pelatihan 
Kepemimpinan Putra Sunda yang diadakan Gema Jabar (2006) menyatakan asal usul 
komunikasi heurin ku letah ini. Komunikasi tersebut, katanya, muncul karena 
manusia Sunda menjadi manusia yang paling lama dijajah di Indonesia dan 
mentalnya sudah berubah menjadi mentalitas manusia jajahan, yang selalu 
ketakutan dan tidak berani mengemukakan pikiran sendiri karena heurin ku letah, 
dan sebagai abdi dalem yang setia selalu melihat ka mana miringna nu dibendo.
Penjajahan itu bermula oleh Mataram (sejak awal abad ke-16), Belanda (sejak 
abad ke-18), Jepang (1942-1945), dan akhirnya oleh dua sistem orde yang tiranik.
 
Komunikasi "siger tengah"
Tentu saja yang baik bukan komunikasi asal bunyi, asal kritik, dan selalu 
menganggap apa pun salah, melainkan komunikasi yang proporsional. Ketika sistem 
(orang) itu baik, kita mendukung bersama. Manakala menyimpang, tidak ada alasan 
untuk berdiam diri.
Dengan memikat hal itu ditegaskan dalam naskah Siksa Kandang Karesian 
sebagaimana dikutip Ajip Rosidi bahwa orang (1) dapat berguru kepada siapa 
saja, (2) dianjurkan bertanya kepada orang yang ahli dalam bidangnya, (3) 
meneladani orang yang berkelakuan baik, (4) menerima kritik dengan hati 
terbuka, dan (5) mengambil manfaat dari teguran dan nasihat orang lain.
 
Sikap kritis itu dengan lugas ditegaskan dalam Siksa Kandang Karesian. 
Ajaran-ajaran itu memiliki tiga fungsi: (1) pedoman dalam menjalani hidup, (2) 
kontrol sosial terhadap kehendak dan nafsu yang timbul pada diri seseorang, dan 
(3) pembentuk suasana dalam masyarakat tempat seseorang lahir, tumbuh, dan 
dibesarkan yang secara tak sadar meresap ke dalam diri semua anggota masyarakat 
(Ajip Rosidi, 2006).
 
Sikap kritis ini-meminjam telaah filosofis Hasan Mustapa- diekspresikan dalam 
wujud sikap hidup memosisikan diri pada kutub siger tengah:
Lamun jalma kudu ngagugu kabeh kana kahayang batur, tangtu ripuh anu ngagugu 
ngenah anu digugu//Lamun jalma embung ngagugu kana kahayang batur, tangtu ripuh 
nu hayang digugu, ngeunah nu embung ngagugu//Anu matak rapihna lamun silih 
gugu, satengah jeung satengah, sakadar henteu matak ripuh salah saurang.
 
Komunikasi kritis dan sikap moderat dirayakan supaya kehidupan tidak jatuh 
dalam kutub yang ekstrem. Seperti dengan sangat kentara dipaparkan dalam 
bocoran otobiografi Hasan Mustapa, bahwa sikap kritis bukan hanya kepada budaya 
dan dogma, melainkan juga kepada penguasa.
Sikap kritis menyebabkan dia tidak mundur walaupun harus menghadapi kaum 
ortodoksi dan harus bertentangan dengan banyak orang (mahiwal). Menghadapi 
berbagai cercaan yang tidak sepaham dengan kepribadian dan gagasannya, dia 
cukup merespons dengan guguritan:
Kiwari tacan arusum
Nepi kana pamake kami
Heulaanan kuring mundur deui
Tacan tega ka barudak urang
Basana serab pangilo
Sapedah kula kitu
Matak risi nu sisip budi
Budi daya kula
Geus tepi ka kitu
Dongkap ka masya-Allohna
Kajeun teuing hararemeng galih
Moal matak doraka
 
Ternyata heurin ku letah sejatinya adalah cerminan manusia yang terjajah oleh 
nilai dan budaya baru yang sama sekali tidak menggambarkan watak asli manusia 
Sunda. Eksistensi manusia yang genuine adalah otonom, kritis, dan merdeka 
sebagaimana tecermin pada nilai-nilai purba yang dikemukakan dalam Siksa 
Kandang Karesian. Nilai-nilai inilah yang saat ini absen. Manusia Sunda 
sekarang telah pareumen obor, terputus dari akar historinya.
 
ASEP SALAHUDIN Pengajar di IAILM Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya  
 


      
___________________________________________________________________________
Dapatkan nama yang Anda sukai!
Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Reply via email to