Bisi aya nu kabeljog deui siga jarak, yeuh artikel beunang ngorowot ti kompas.

BAHAN BAKAR NABATI


Jangan Gegabah Introduksi Nyamplung




      
Kamis, 4 Desember 2008 | 03:00 WIB



Jakarta, Kompas - Introduksi budidaya
nyamplung (Calophyllum inophyllum) kepada petani dengan iming-iming
harga jual yang menguntungkan merupakan langkah yang menyesatkan bagi
petani saat ini. Hal ini pernah terjadi pada introduksi jarak pagar
(Jatropha curcas) yang kemudian mengalami kegagalan di sejumlah daerah.
Dikemukakan
Wisnu Martono, peneliti bidang energi yang tergabung dalam Masli
(Masyarakat Akuntansi Sumberdaya Alam dan Lingkungan), Rabu (3/12),
diperlukan penelitian yang lebih mendalam termasuk aspek skala
keekonomian baik di tingkat petani maupun industri, sebelum
memperkenalkannya kepada petani.Dalam hal ini, menurutnya, harus
dibedakan keekonomian pada skala industri dan skala petani. ”Industri
punya kemampuan untuk mengolah semua bagian biji nyamplung menjadi
produk yang memiliki nilai ekonomi, sedangkan petani hanya tahu menjual
bijinya saja. Inilah yang harus dipertimbangkan,” kata Wisnu.
Lebih ekonomisBelakangan
ini disebut-sebut biji nyamplung secara finansial menguntungkan dalam
penjualannya dan menghasilkan bahan bakar nabati (BBN) yang murah. Biji
nyamplung yang diperkirakan kadar minyaknya 40 persen dinilai lebih
ekonomis daripada jarak pagar.Sebagai perbandingan, untuk
menghasilkan seliter minyak jarak dibutuhkan sekitar 4 kilogram biji
jarak. Adapun untuk menghasilkan seliter minyak nyamplung hanya
dibutuhkan sekitar 2,5 kilogram biji nyamplung.
”Namun, dalam
hitungan yang lebih mendetail, hasilnya jauh di atas harga solar tanpa
subsidi. Jadi, secara ekonomis belum dapat bersaing dengan solar,” ujar
Wisnu.Tatang Hernas Soerawidjaja dari Institut Teknologi Bandung
mengatakan, nyamplung berpotensi menjadi komoditas unggulan Indonesia.
”Indonesia adalah negeri tropis bergaris pantai terpanjang di dunia.
Karena itu, tidak ada negara yang bisa menandingi potensinya dalam
membudidayakan nyamplung sebagai pohon pantai dan tahan air asin,”
ujarnya.
Biji nyamplung diketahui berpotensi menghasilkan minyak
yang setara dengan minyak tanah atau kerosen. Selain itu, pohon
nyamplung dapat berfungsi melindungi dan meneduhkan pantai serta
berpotensi produktif menghasilkan minyak-lemak dan obat HIV atau kanker.
Menurut
Tatang, sebagai negeri yang dikenal sebagai salah satu negeri
berbiodiversitas terbesar di dunia, Indonesia hendaknya memanfaatkan
bersama peluang tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.
”Saat
ini Malaysia sudah mengklaim nyamplung sebagai ”Malaysian tree”. Karena
itu, kita harus menggalakkan upaya riset dan pengembangannya supaya
realisasi komersialnya tak harus didahului bangsa lain,” ujar Tatang.
(YUN)



      Coba Yahoo! Messenger 9.0 baru. Lengkap dengan segala yang Anda sukai 
tentang Messenger! http://id.messenger.yahoo.com

Kirim email ke