Sedikit Bantu-bantu Ultimus Pindahan
------------------------------------
--Anwar Holid


Ultimus, toko buku independen yang banyak berkontribusi pada gerakan literasi 
di Bandung, pindah ke lokasi baru, di jalan Jakarta, persis di depan rumah 
tahanan Kebon Waru. Pada Minggu itu (14/12) saya ikut sedikit bantu-bantu 
bareng mereka.


BANDUNG - Meskipun cukup terlambat datang, ternyata saya masih sempat 
bantu-bantu pindahan toko buku Ultimus dari daerah Lengkong Besar ke jalan 
Jakarta, Bandung. Waktu datang, saya lihat Bilven, sang manajer toko buku dan 
penerbitan ini, tengah terlelap kecapean sehabis kerja keras seharian. Di 
antara para pendirinya, kini hanya Bilven yang benar-benar total menangani 
semua operasional perusahaan. Hakim, pendiri lain, meski masih rutin ke Ultimus 
minimal sebulan sekali, saya dengar kini berkarir di perusahaan telekomunikasi 
seluler. Sang Denai, seorang penulis & editor yang juga kerja di sana bilang 
bahwa packing sudah dilakukan beberapa hari lalu. 

Begitu tiba di sana, telah berkumpul puluhan anak muda lain yang juga sibuk 
membereskan ini-itu. Mereka sigap bergerak ke sana-sini, mengerahkan tenaga. 
Kaos mereka basah kuyup. Meski begitu, mereka mengerjakannya dengan santai, 
tertawa-tawa, dan heureuy. Jelas mereka tampak capek, tapi tetap semangat.

Yang perempuan tengah sibuk menyiapkan makan siang. Mereka menggoreng, memasak, 
memotong, mengiris-iris bahan makanan. Seorang anak lelaki dengan banyak tato 
di tubuhnya juga penuh semangat menanak nasi menggunakan rice cooker. Di depan, 
sekelompok anak muda sibuk menumpuk segala barang ke depan, agar memudahkan 
disiapkan begitu pick up dan truk pengangkut datang. Waktu saya datang, pick up 
dan truk itu sudah dua kali bolak-balik mengangkut semua isi toko buku.

Karena masih ngontrak, kepindahan niscaya terjadi pada toko buku yang aktif 
sejak lima tahun terakhir ini. Dalam empat tahun terakhir ini mereka buka di 
jalan Lengkong Besar, menempati bangunan yang cukup luas, sehingga berbagai 
acara dengan leluasa terselenggara di sana, mulai dari diskusi, peluncuran 
buku, berbagai workshop, pemutaran film, tak lupa konser musik, teater, juga 
festival penyair. 

Ultimus merupakan ruang publik yang cukup penting bagi sebagian anak muda 
Bandung. Sejumlah komunitas dan subkultur kerap menjadikan Ultimus sebagai 
ruang pertemuan, antara lain kelompok mahasiswa, penulis, underground, punk 
rock, dan kelompok alternatif lain. Waktu pindahan ini mencerminkan betul 
kepedulian mereka pada Ultimus. Mereka dengan semangat bantu-bantu mengangkat, 
menurunkan, dan membereskan barang yang harus dibawa. Solidaritas mereka patut 
diacungi jempol. Gotong royong itu sungguh mempercepat dan memudahkan proses 
perpindahan. Semua orang berpartisipasi, mengambil peran yang bisa mereka 
sumbangkan. Bahkan kawan mereka yang telah kerja di Jakarta menyempatkan dulu 
untuk ikut sibuk.

Saya sendiri menganggap Ultimus merupakan salah satu nama besar yang ada di 
dalam hati. Saya kenal para pegiatnya sejak mereka siap berdiri. Meskipun orang 
luar, saya cukup intens berinteraksi dengan mereka. Saya bukan saja kerap 
menerima kebaikan dan keramahan mereka, atau juga menyeruput kopi Aroma di 
sana, melainkan juga mendapat wawasan, militansi, dan semangat di dunia 
literasi. Dari toko buku, mereka berkembang jadi penerbit, menyediakan 
fasilitas internet, dan perpustakaan. Saya mengamati perkembangan mereka, 
meminta pendapat, berharap bahwa bisnis mereka baik-baik dan terus berkembang. 
Mereka telah mengalami suka dan duka dalam dinamika kota Bandung.

Sejumlah orang menanggap Ultimus merupakan rumah kesayangan mereka. Salah 
satunya dirasakan oleh Wida (Widzar Al-Ghifary), penyair yang kerap menggunakan 
nama Sireum Hideung, "Saya telah menjadikan Ultimus sebagai rumah kedua. Saya 
tak pernah benar-benar meninggalkan Ultimus. Sejak lima tahun yang lalu, saya 
diam-diam menitipkan nama saya pada salah satu ruang kosong, mungkin di 
sela-sela buku, di rak-rak yang agak longgar, atau bahkan sekadar menitipkan 
gumam yang samar." Kesan serupa dirasakan Desiyanti Wirabrata, "Buatku Ultimus 
sudah seperti rumah seorang kerabat dekat. Ultimus selalu jadi tempat pulang... 
Pulang ke kelapangan hati kawan-kawan."

Setelah ujian banyaknya toko buku independen Bandung yang rontok 3-4 tahun 
lalu, Ultimus merupakan salah satu dari sedikit yang bertahan. Sejauh 
pengamatan saya, selain Ultimus, toko buku setipe yang masih bertahan dengan 
baik ialah Rumah Buku, Omuniuum, dan Tobucil--dengan dinamika dan positioning 
masing-masing. Rumah Buku misalnya, baru-baru ini mendapat julukan "the coolest 
library in town" dari Rolling Stone Indonesia.

Lokasi baru Ultimus kini lebih kecil. Saya sedikit sangsi bagaimana mereka akan 
mengadakan berbagai program dan agenda yang sudah dijadwalkan. Alternatifnya 
ialah harus ekspansi ke tempat lain, seperti dulu waktu pertama kali berdiri. 
Mereka menggunakan banyak tempat lain yang tersedia di Bandung. Saya sempat 
tanya pada Bilven, apa yang kali ini Ultimus prioritaskan, toko buku atau 
penerbitan. "Kayaknya penerbitan, mas," jawabnya. Jumlah terbitan Ultimus 
tambah banyak, mayoritas puisi dan pemikiran. Merekalah yang menerbitkan Das 
Kapital jilid I dan II edisi Indonesia. Buku puisi terbitan mereka pernah dua 
kali berturut-turut jadi nominee KLA. 

Saya tahu mengembangkan perusahaan merupakan pekerjaan berat, butuh 
konsistensi, strategi, pengorbanan, keseriusan, berani mengambil risiko, perlu 
loyalitas. Saya lihat sendiri, Ultimus telah melahirkan loyalitas yang kuat di 
antara pengikut dan gerombolannya. Namun gerombolan harus memberi kontribusi 
signifikan bagi kemajuan komunitas dan toko.

Selamat berbenah dan terus bergerak Ultimus! Hasta la victoria siempre! Keep up 
the good work![]

Copyright © 2008 oleh Anwar Holid

KONTAK: war...@yahoo.com | (022) 2037348 | Panorama II No. 26 B, Bandung 40141

Informasi lebih banyak di:
http://ultimusbandung.info
e-mail: ultimus_band...@yahoo.com

Kontak: Bilven: 0812 245 6452


      

Kirim email ke