Ya....tindakan pemukulan memang melanggar hukum, tapi saudara ucup terlalu 
arogan, melempar opini kemana-mana sebagai bahan pembenaran. sikap ucup yang 
merasa paling benar, pasti akan memancing emosi viking. apalagi motif ucup 
untuk mendamaikan kedua kubu suporter nyaris nol dalam film tersebut, malah 
lebih banyak unsur dagangnya. kisruh viking-the jack dijadikan komoditas dengan 
kedok berkesenian dan kebebasan berekspresi. harusnya saudara ucup melakukan 
pendekatan kultural terhadap bobotoh, viking dan orang sunda agar filmnya lebih 
berbobot. jika ada penolakan, hal yang wajar. saudara ucup saja merasa bebas 
membuat skenario semaunya, ya kami pun bobotoh bebas juga untuk menolak 
kehadiran film tersebut.......nuhun




________________________________
From: Yuliadi <yuli...@pttitan.com>
To: urangsunda@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, May 6, 2009 9:11:41 AM
Subject: RE: [Urang Sunda] Re: [bobotoh] bodohnya... bodohnya...... (test tos 
aya eusian?)






hmm lieur nya mana nu bener mana nu salah , 

nu salah mah nu teu bener 
nu bener nu teu salah 
ceuk cenah ieu bener itu bener .
ceuk nu bener maneh salah
ceuk nu bener can tangtu bener
ceuk nu salah ngaku bener
ceuk nu bener moal ngaku salah

ceuk kuring mah pelm di indonesia mah, masih plagiator. Sanajan alus ge. 
Sok komo kuer hype na jurig miluan jurig, keur usumna bodor miluan bodor keur 
usumna cinta usum cinta sok.

Tah mun bisa mah memeh nyieun pelm samodel kitu teh kudu di gali heula jero2 
atawa ditalungtik heula sok komo mun leuwih ti satahun mah, beda jasa jeung 
pelm2 nu ti luar.

Muereun pelm2 samodel kitu teh waragadna kurang, sdm na kurang jadi wayahna weh 
saaya aya, atawa kejar tayang atawa oge aya unsur hayang narik parhatian kawas 
pelm Gajah Mada nu tempatna rek dijieun di bogor tea.

Tah sok kumaha atuh, ulah pa dia-dia ulah sok paiang aing, geus teu jamanna 
neangan kajayaan ku cara cepet kawas kitu patut. 
Cikan atuh mun arek nyieun model pelm kitu kudu asak2 heulakudu dirundingkeun 
bisi aya nu kasabit2 jadi weh loba nu parasea nu antukna mamawa suku engkena 
komo agama mah..

Ih sararieun sok kom rek pamilu tea. Kahade ah...

Geus ach ngacaprakna
"rek nyumput lain tinu buni, 
 da mun nyumput wae iraha katingalina. 
 Cenah geus wayahna mana atuh 
 lain hudang euy wae geus kudu nindak, 
 ulah nunggu waktuna geus sariap 
 da waktu mah moal balik deui, 
 mana atuh geura nindak 
 ulah euceuk jeung cenah 
 geus teu jamanna , 
 mun ceuk basa baturmah 
 ngalooping deui ngalooping deui ..."

Wassalam






--- On Tue, 5/5/09, Bobotoh Milan <gugu...@gmail. com> wrote:

From: Bobotoh Milan <gugu...@gmail. com>
Subject: Re: [bobotoh] bodohnya... bodohnya.... ..
To: bobo...@yahoogroups .com
Date: Tuesday, 5 May, 2009 , 3:42 PM
Terlampir pernyataan resmi dari pihak Bagolakon Pictures.



Kaka Gugun


2009/5/4 Eko maung <tigers_nova@ yahoo.com>
 
Telah terjadi peristiwa yang cukup besar efeknya terhadap imej dan cara pandang 
publik terhadap mutu barudak Bandungsecara keseluruhan (termasuk didalamnya 
komunitas PERSIB). Yaitu mengenai insiden yang melibatkan para pengurus Viking 
dan tim pembuat film romeo-juliet, insiden tersebut terjadi di Paris Van Java 
pada hari jumat yang lalu. Semua bermula dari substansi film romeo-juliet yang 
sangat tendensius dan cenderung memojokkan Bandung, dari mulai mental wanita 
Bandung yang murahan hingga para bobotohnya yang barbar, sangat wajar pula jika 
barudak Bandung, termasuk para bobotoh (baca viking.red). Maka setelah 
bersepakat dengat para budayawan dan para pemerhati film, sekelompok anak-anak 
Bandung mempertanyakan kualitas dan etika serta filosofis film romeo-juliet, 
tim pembuat film (terutama sutradara dan penulis skenario) dianggap tak 
memahami secara kultural dan historis mengenai konflik yang dimunculkan dalam 
film tersebut, dan celakanya lagi sang
 sutradara yang secara territorial dan kedekatan justru lebih dekat dengan 
salah satu pihak dalam film itu, yaitu anak-anak jakmania, sehingga wajar jika 
opini dan alur cerita pun banyak dipengaruhi oleh anak-anak Jakarta. Namun 
justru film dengan segala kekurangannya ini tidak begitu menarik perhatian 
warga Bandung, tak ada antrian dan animo berlebih dari barudak Bandung untuk 
menyaksikan film ini, dan setelah seminggu setelah penayangannya film ini pun 
tetap sepi-sepi saja dari pembicaraan.

Nah disaat keadaan sudah biasa seperti ini sesungguhnya semua kegerahan yang 
dirasakan komunitas Bandung itu sebenarnya mulai menyejuk, disisi lain keadaan 
seperti ini justru tak menguntungkan bagi pihak pembuat fim, karena pada awal 
membidik isu perseteruan supporter yang salah satu kelompoknya berasal dari 
kota Bandung mereka tentu mengharapkan film ini dapat booming dan “menggoda” 
untuk mengundang minat anak-anak Bandung. Lalu entah bagaimana caranya 
tiba-tiba pertemuan antara pihak pembuat film dan komunitas Bandung yang 
berkeberatan yang rencananya dialogis terkait film tersebut tiba-tiba berujung 
ricuh, dan celakanya anak-anak Bandung seakan tidak menyadari bahwa mereka 
memakan umpan para pembuat film, seseorang berinisial U(dari tim pihak pembuat 
film) yang mengaku sebagai korban dari insiden tersebut langsung menyebar 
secara subjektif mengenai apa yang terjadi terhadap dirinya, celakanya lagi U 
adalah orang yang dikenal cerdik, licik dan
 cukup intelek untuk mengemas sebuah konflik menjadi tombak tajam untuk 
membunuh lawan mainnya, hampir semua perkataan lawan bicaranya dapat ia 
pelintir dan diputarbalikkan. Dengan retorika handal dan relasi media yang kuat 
(terutama di ibukota), U mulai menyiapkan langkah berikutnya, berita ini 
menyebar dengan cepat, tentunya seluruh kronologis pun diceritakan menurut 
versi U, respon pun bermunculan beberapa jam kemudian, seorang kawan dari 
televisi nasional pun langsung mengonfirmasi penulis mengenai insiden tersebut 
dan langsung tertarik untuk menjadikannya sebagai isu liputan, dari sini saja 
maka apa yang diinginkan U sudah mulai tercapai, yaitu film yang sebenarnya 
kurang bermutu ini menjadi pembicaraan banyak orang dan membuat banyak orang 
menjadi penasaran, ibarat seorang artis murahan dan tidak berkualitas yang 
menjadi terkenal dan diekspos media justru karena skandal-skandal diluar dunia 
akting.

Mendengar paparan dari beberapa orang kawan bahwa insiden secara fisik memang 
dipicu oleh salah seorang anak Viking, maka penulis semakin tergelitik dan 
berpendapat bahwa anak-anak Bandung telah kalah secara strategi dan kematangan, 
saat U cs yang mengandalkan taktik, retorika, argument serta otak dingin justru 
dihadapi oleh anak-anak Bandung yang temperamen, kurang cerdas, mudah emosi dan 
tak memiliki kemampuan untuk membaca situasi serta keadaan, hal ini diperparah 
disaat barisan intelek dan pemikir yang menyertai mereka saat pergi ke Blitz 
megaplex di PVJ justru memilih pulang lebih dahulu sebelum insiden tersebut 
terjadi, padahal diantara mereka yang pulang lebih dulu itu terdapat nama-nama 
barudak Bandung yang dikenal cerdas, serta matang dalam bertindak dan memegang 
forum serta mamanage konflik seperti ini, sebut saja Gustaff, menantu Prof. 
Himendra Wargahadibrata, direktur commonroom dan panutan bagi komunitas kreatif 
Bandung. Maka dapat
 dibayangkan apa yang terjadi, dengan berkorban sedikit memar dan pecah 
kacamata, kini U cs sukses memegang kendali, apa yang mereka inginkan tercapai, 
meski jujur saja bahwa film yang mereka buat memang tidak berdasar dan terlalu 
mengada-ngada serta sangat memojokkan Bandung dari sudut pandang yang terlalu 
“jakmania”, namun toh sejak jumat yang lalu film itu semakin banyak dibicarakan 
oleh media.

Terbayang apa yang U obral disana, setelah menjatuhkan imej mojang Bandung 
dalam film (dia pernah mengatakan bahwa cewek Bandung memang murahan, kenal jam 
12 siang maka maghribnya sudah bisa diajak tidur-meski beberapa mungkin iya, 
terutama perempuan bermental labil & grupis, namun tetap saja judgement seperti 
itu tak dapat diterima oleh masyarakat Bandung yang menjunjung adat dan budaya, 
bahkan mojang-mojang yang asli Bandung dan berdarah sunda cenderung konservatif 
dan menabukan hal-hal erotis), kemudian gambaran kasar dan barbar bobotoh 
melalui ekspresi ucapan kasar bobotoh difilm itu (pembuat film tak pernah 
mempelajari bahwa kata “anjing” yang biasa kita dengar dikota kembang 
intonasinya tidak sarkas dan sama sekali tidak beresensi menghina serta 
melecehkan orang, konteksnya cenderung akrab dan heureuy, sungguh berbeda 
dengan apa yang yang terucap dari mulut alex komang dkk difilm itu, kata 
“anjing” benar-benar mencerminkan sang pengucap
 tidak beradab dan berbudaya).

Maka kini U mungkin dapat berkata “tuh kanbener apa kata gue, sama ama yang di 
film, mereka emang preman, biasanya maen pukul, padahal udah gue ajak dialog” 
kepada orang-orang dan media diluar sana. Maka untuk kedepannya, separah apapun 
kita dipojokkan dan meski yang memojokkan kita itu adalah orang-orang busuk dan 
jahat, namun tetap untuk menyelesaikannya perlu kita pilih orang-orang yang 
tepat, orang-orang yang tak mudah terkena settingan pihak lain dan tidak lugu 
serta polos dengan ”memakan umpan”, namun kini semua telah terjadi, dihadapan 
beberapa komunitas (komunitas pecinta film, komunitas sepakbola luar Bandung, 
komunitas pemerjuang kebebasan berekspresi, komunitas media dll), yang tengah 
mereka bicarakan adalah sebuah kota dimana banyak terdapat sekolah berkualitas 
dan perguruan tinggi favorit serta banyak melahirkan pemikir serta orang-orang 
kreatif, namun ternyata para pemudanya dapat dengan mudah dikendalikan… padahal 
semua itu telah
 kita sikapi dengan benar pada awalnya, yaitu dengan bersikap……biasa saja…… 
 



-- 
bobotohmilan. blogspot. com 
 



      

Kirim email ke