Dua Kali Menutup Diri

Mr. Louis, wisatawan asing asal Belgia, harus menelan kekecewaan,
karena tidak bisa masuk ke Kampung Naga. Padahal, dia sudah lama
mengimpikan untuk melihat dari dekat kampung yang mampu mempertahankan
adatnya, di tengah proses modernisasi.

Bersama empat rekannya, Louis sudah merancang perjalanan wisata ke
Indonesia, dengan prioritas bisa ke Kampung Naga dan Pulau Bali. "Tapi
saya kecewa, karena setelah ada di daaerah ini, ternyata tidak bisa
masuk ke Kampung Naga ," kata Louis, Kamis (14/5).

Hari itu memang merupakan hari pertama, Kampung Naga menutup diri,
dari kunjungan wisatawan, baik wisatawan dari luar negeri, maupun
lokal. Langkah penutupan dilakukan karena warga Kampung Naga kecewa
dengan program konversi minyak tanah ke elpiji. Kebijakan itu telah
menyebabkan minyah tanah subdisi ditarik dan menjadi mahal. Mereka
kesulitan untuk membeli minyak tanah itu sehingga meminta bantuan ke
pemerintah. Akan tetapi, setelah sebulan tidak ada kejelasan, akhirnya
daerah itu, menyatakan diri tertutup.

Keputusan Kampung Naga menutup diri dari kunjungan wisatawan,
sebenarnya merupakan kedua kalinya. Pada tahun 2006 lalu, Kampung Naga
juga membuat keputusan yang sama. Hanya pemicunya berbeda. Keputusan
tiga tahun ke belakang, dipicu karena Pemkab Tasikmalaya berusaha
menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) untuk penarikan
retribusi dari pengunjung yang datang ke Kampung Naga.

Pada waktu itu, warga adat merasa tidak pernah diajak komunikasi.
Mereka juga menolak, keinginan dari pemerintah untuk menarik retribusi
dari wisatawan yang datang ke kampungnya. Jika tetap dilaksanakan,
warga merasa kampungnya disamakan dengan kebun binatang.

"Kalau orang masuk ke Kampung Naga bayar, berarti warga Naga
benar-benar dijadikan objek, sebagaimana di kebun binatang," kata
warga adat waktu itu.

Pemkab Tasikmalaya akhirnya, membatalkan rencana untuk membuat tarif
masuk ke Naga. Setelah itu, daerah adat tersebut kembali terbuka untuk
kunjungan dari wisatawan. Kalaupun ada petugas di areal parkir,
tugasnya hanya menarik tarif parkir untuk kendaraan yang masuk.

Peneliti Kampung Naga Toto Sugito mengatakan, dari hasil
perhitungannya, sejak akhir September 2008 sampai tanggal 6 Mei 2009,
lebih dari 12.600 orang yang datang ke Kampung Naga. Jumlah sebanyak
itu adalah rombongan wisatawan yang tercatat di buku tamu. Sedangkan
ditambah dengan yang tidak mencatat di buku tamu, Toto memperkirakan
lebih dari lima belas ribu wisatawan.

Dengan demikian, kata Toto, sebaiknya permasalahan yang dihadapi oleh
Kampung Naga segera diatasi. Karena, keberadaan daerah itu sangat
penting. Tidak saja untuk daerah wisata, tetapi sebagai tempat
menuntut ilmu, untuk belajar melihat kehidupan yang benar-benar
menjaga keseimbangan alam, mengedepankan kearifan lokal,
kesederhanaan, dan juga menjaga kebersamaan.

"Penutupan Kampung Naga yang kembali terjadi sekarang, merugikan
bangsa Indonesia," kata Toto, dosen Unsoed yang sedang menyelesaikan
disertasi soal Kampung Naga.

Dia melihat banyak wisatawan asing dan pelajar dari berbagai daerah,
sejak Kamis (14/5) lalu yang hendak mengenal dekat Kampung Naga, tidak
bisa masuk. Mereka akhirnya kembali pulang.

Seperti Hans --wisatawan asal Belanda-- sangat menyayangkan kalau
penutupan sekarang berlangsung lama. Kampung Naga sudah cukup terkenal
di Belanda sehingga banyak yang mau berkunjung. Akan tetapi, jika
pemerintah abai atas nasib Kampung Naga, bukan tidak mungkin
keberadaan kampung adat itu akan berubah. Jika itu terjadi, ke depan
tidak akan ada lagi nama perkampungan tersebut. Hal itu, harus dicegah
yaitu segera atasi masalahnya.

"Kampung Naga cukup menarik dan banyak pelajaran bisa diambil.
Bagaimana kehidupan mereka mampu mempertahankan hutan, menjaga
keseimbangan, kepatuhan terhadap adat dan lainnya," ujar Hans yang
gagal masuk ke Kampung Naga.

Saran Hans, sebaiknya masalah dihadapi warga adat itu harus
benar-benar diatasi secara cepat. Dia khawatir salah satu mozaik
Indonesia itu terganggu. Bahkan, khawatir akhirnya berubah sehingga
Kampung Naga tidak lagi memiliki kekhasan. (Undang Sudrajat/"PR")***

Cite: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=77142

Reply via email to