mun saputeran sarebu, ari dua puteran mah Rp.1500. Naon jang Enya korsel , abah, itu di pasar eh ari sia, sugan teh Pil ku ( pilihan kuwu)
--- Pada Rab, 17/6/09, H Surtiwa <surt...@gmail.com> menulis: Dari: H Surtiwa <surt...@gmail.com> Topik: Re: [Urang Sunda] Saputeran wae? Kepada: urangsunda@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 17 Juni, 2009, 3:34 AM Lamun hasil Pilpres siga kieu Calon 1= 55%, calon 2= 30 % , Calon 3 =15%, otomatis hiji puteran. Mun aya anu ngusulkeun 2 puteran teu asup akal. Issue laun calon 1 = 40%, calon 2= 35% , calon 3=25%. lamun diayakeun 2 puteran naon sababna ? ceuk Fuad Bawasir supados langkung demokatis ?? naha bener ? Atawa sugan wae meunang di puteran ka 2 ? lamun saputeran, naha bener teu demokratis ? Cik terangkeun.. .. Pek we lah rek saputeran..ngirit duit atawa...dua puteran nambah ongkos..kumaha dinya wae......... 2009/6/16 Moch Dachman Maman <maman.mochdachman@ yahoo.com> Pan aya nu ngaanalisa kieu : Mun saputeran, SBY nu meunang mutlak. Tapi mun dua puteran, Capres lawanna SBY boga angkeuhan, meunang sora ti pendukung nu eleh dina puteran kahiji. Bisi kitu Kang Deni pasang iklan 'Satu putaran saja' lain biaya, sieun eleh waluya2006 wrote: > Tadi isuk-isuk nempo saliwatan dina TV, "hog-hag" perkara saputeran > atawa dua-puteran pilpres teh. Pihak SBY-Budi nu ngapopulerkeun masalah ieu, > anehna para musuh2 politikna (JK-WIN jeung MEGA PRO) siga nu teu resep, bari > terus sindir sampir. Padahal tininmbang sindir sampir kitu mending maranehna > oge kamapanye SAPUTERAN wae, tapi pilih JK-WIN atawa MEGA-PRO. Ari sindir > sampir, siga nu teu satuju saputeran mah, atuh kaciri teu PeDena teh, da geus > yakin moal meunang sora leuwih ti 50% ...hahahaha > Nyanggakeun kolom Putu Setia ti Tempointeraktip: > Satu Putaran > Sabtu, 13 Juni 2009 | 23:28 WIB > Putu Setia > Pemilihan presiden saat ini ada kemajuan yang berarti. Calon hanya ada tiga > pasang, berkurang dibanding pada lima tahun lalu, dengan lima pasang calon. > Namun, berapa pun calonnya, kalau lebih dari dua pasang, sangat besar > kemungkinan terjadi dua putaran pemilihan presiden. Apalagi ketiganya punya > kekuatan yang berimbang. > Melihat betapa sibuknya ketiga pasang calon ini memanfaatkan semua celah > untuk kampanye, tak akan ada yang menang mutlak-mutlakan. Menang mutlak itu > hanya ada di era Soeharto. Ini pun sejatinya bukan menang, karena Soeharto > takut ada pemilihan presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang memilih > presiden, dipaksakan memunculkan calon tunggal. Kalau sudah calon tunggal, > siapa yang menang atau kalah? > Sekarang, ketika rekayasa menggiring suara rakyat tidak memberi > jaminan--meski sudah diberi janji, termasuk uang sekalipun--muncul gerakan > yang menginginkan pemilihan presiden berlangsung satu putaran. Dasar > pemikirannya bagus, bisa menghemat beberapa triliun rupiah di tengah krisis > ekonomi. Cuma, Gerakan Nasional "Setuju Satu Putaran Saja" itu ketua umumnya > Denny J.A. (tak usah ditanya siapa yang memilihnya jadi ketua umum) dan > menggiring pemilih untuk mencontreng SBY-Boediono. Artinya, gerakan ini > merupakan bagian dari kampanye SBY-Boediono. > Tentu saja tim sukses dua pasangan yang lain jadi berang. Padahal, jika > menerapkan kampanye yang damai dan bersahabat, konsep satu putaran itu bisa > digulirkan oleh semua pasangan dengan jargon masing-masing. Tim sukses > Mega-Prabowo, misalnya, akan menyambut ide itu dengan jargon "Oke, Satu > Putaran, Pilih Mega-Prabowo" . Kemudian tim sukses JK-Wiranto juga setuju > satu putaran dengan menawarkan jargon "Pilih JK-Wiranto, Satu Putaran Lebih > Cepat Lebih Baik". > Kampanye akan lebih menghibur. Yang jelas lebih mudah dicerna masyarakat > dibanding saling sindir dengan istilah-istilah yang tak membumi. Seperti pada > acara deklarasi "Pemilu Damai" yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum. > Penonton televisi terhibur oleh orasi Butet Kertaradjasa, yang mengkritik > banyak hal, termasuk lembaga survei yang bisa dipesan. Banyak yang tertawa, > termasuk menertawakan Butet, yang begitu profesional menerima pesanan dan > "membela yang bayar", sampai-sampai orasinya--ini bukan monolog karena tak > ada unsur seninya--lebih panjang ketimbang orasi calon wakil presiden. Butet > saat itu dibayar Mega-Prabowo. > Dalam kasus ini, dua tim sukses yang lain kecolongan dengan tampilnya Butet. > Yang terjadi barangkali adalah "kelemahan intelijen". Kalau terendus Butet > akan berorasi di pihak Mega-Prabowo, tim sukses SBY-Boediono tentu bisa > membayar Mandra, misalnya. Lalu JK-Wiranto membayar Jarwo Kuat atau Kelik > Pelipur Lara, yang sudah biasa memerankan Jusuf Kalla di "negeri mimpi". Jika > bagi pelucu itu disiapkan bahan untuk "menyerang lawan", tidak ada yang tak > bisa. > Rupanya kampanye sekarang ini perlu lebih banyak memakai akal-akalan atau > mencuri momen karena Komisi Pemilihan Umum begitu mudah dikibuli, termasuk > pada acara yang dibuatnya sendiri, meskipun ditutup dengan permintaan maaf. > Cuma, semakin banyak akal-akalan- -survei dan polling, gerakan terselubung > satu putaran, orasi berbalut seni monolog, perjalanan dinas tapi kampanye, > dan banyak lagi--semakin terbuka akal masyarakat bahwa semua calon itu > sesungguhnya memamerkan kekurangan akalnya dalam merebut suara rakyat. > Kesalahan para calon dan tim suksesnya hanya satu: mengira rakyat itu bodoh, > sehingga dipakailah cara kampanye yang bodoh. > Yahoo! Mail Sekarang Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya! http://id.mail. yahoo.com ___________________________________________________________________________ Dapatkan nama yang Anda sukai! Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/