Rabu, 02 Desember 2009
Jabar Peringkat Satu Kasus AIDS
ANWARI JANUAR M/GM      

DIPOENEGORO,(GM)-

Jawa Barat masih menempati peringkat pertama di Indonesia dalam jumlah kasus 
HIV/AIDS pada tahun 2009, yaitu 4.929 orang. Jumlah tersebut termasuk kelompok 
anak-anak, yang tertular dari orangtuanya sebanyak 88 kasus.

Terdeteksinya para penderita HIV/AIDS di Jabar yang tercatat memiliki angka 
tertinggi, merupakan bukti kerja keras dan keberhasilan dalam upaya pencegahan 
dan penanggulangan. Demikian disampaikan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, dalam 
peringatan Hari AIDS sedunia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Selasa (1/12).

"Jumlah penderita HIV/AIDS di Jabar merupakan yang terbesar, karena jumlah 
penduduknya pun terpadat se-Indonesia. Kita tentu saja tidak berbangga dengan 
jumlah yang banyak, tapi bagaimana cara penanggulangannya. Harus ada kesadaran 
komunal tentang pencegahan penyakit ini," katanya.

Ia melanjutkan, HIV/AIDS selama ini didominasi generasi muda. Hal itu menjadi 
ancaman serius terhadap kelangsungan masa depan bangsa. "Kami berharap adanya 
kesadaran dan partisipasi aktif tentang penanggulangan HIV/AIDS. Misalnya 
dengan mengampanyekan stop seks bebas dan narkoba," tambahnya.

Heryawan meyakinkan, pada tahun 2010 anggaran daerah untuk pencegahan dan 
penanggulangan HIV/AIDS akan lebih besar, dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 
2,5 miliar.

Menyinggung penderita HIV/AIDS anak-anak, Ketua Tim Penanggulangan Infeksi 
HIV/AIDS, Dr. H. Tony S. Djajakusumah mengatakan, RSHS memiliki program 
penanggulangan pemberian obat secara gratis bagi anak dari orangtua yang tidak 
mampu.

Untuk mencegah penularan kepada bayi yang dikandung ibu penderita HIV/AIDS, 
tambah Tony, Klinik Teratai memiliki program khusus dalam menekan 1% 
kemungkinan si bayi tertular, di samping ibu tersebut tidak boleh menyusui 
bayinya.

"Pasien anak penderita HIV/AIDS seumur hidupnya harus minum obat anti 
retropiral (ARP), namun obat tersebut tidak sebagai obat tunggal. Saat ini 
jumlah pasien anak yang terdeteksi menderita HIV/AIDS sebanyak 88 orang, dan 
usia paling tua 8 tahun," katanya.

Dengan mengonsumsi obat tersebut, lanjut Tony, penderita mampu bertahan hidup. 
Namun penggunaan ARP tidak lepas dari efek samping, seperti kurang darah dan 
diare.

Di depan Gedung Sate, ratusan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) 
ITB dan IT Telkom, menggelar aksi simpatik dengan membagi-bagikan brosur, 
majalah, dan pamflet tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/ADIS kepada 
pengendara dan pejalan kaki.

Selain itu, mereka juga memasangkan pita warna merah kepada pejalan kaki, 
petugas kepolisian, dan jurnalis, sebagai simbol atas kepedulian terhadap 
HIV/AIDS. Mereka juga mengampanyekan pencegahan HIV/ADIS, dengan melakukan 
longmarch mengelilingi Kota Bandung.

Menurut koordinator aksi, Reno Aditya, aksi itu bertujuan mengampanyekan kepada 
masyarakat agar menjauhi seks bebas dan narkoba, sebagai salah satu penyebab 
terjangkitnya virus HIV/AIDS. Selain itu, mengajak masyarakat untuk mensucikan 
diri dan jiwa agar terhindar dari HIV/AIDS.

Ia menambahkan, antara 75-80% penularan HIV/ADIS disebabkan hubungan seksual. 
Sekitar 5-10% akibat jarum suntik dan 3-5% akibat transfusi darah yang 
tercemar. Selain itu, kasus penularan HIV/AIDS sekitar 90%, ditularkan dari ibu 
yang terkena HIV/AIDS kepada anaknya.

"Dalam Hari AIDS ini pula, kami mengajak masyarakat untuk menjauhi HIV/AIDS 
dengan menyalurkan minat/hobi ke hal yang lebih positif. Misalnya daripada 
clubbing lebih baik nge-band," ungkap Reno kepada wartawan di sela-sela aksi.

Kota Bandung

Sementara itu, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kota Bandung sejak 1991 hingga saat 
ini, sudah mencapai 1.904 orang dengan 105 orang di antaranya meninggal dunia. 
Tingginya angka tersebut secara otomatis menempatkan Kota Bandung di posisi 
pertama, jumlah pengidap HIV/AIDS di Jawa Barat. Hal ini menjadi satu tantangan 
tersendiri bagi Pemkot Bandung, untuk menurunkan angka pengidap HIV/AIDS.

Pemkot Bandung menargetkan untuk menurunkan angka pengidap HIV/AIDS sekitar 5% 
per tahun. Hal itu disampaikan Wali Kota Bandung, Dada Rosada usai peringatan 
Hari AIDS sedunia di Plaza Balai Kota, Jln. Wastukancana. "Kita inginnya angka 
pengidap HIV/AIDS turun 100 persen, tapi itu tidak mungkin. Minimalnya bisa 
turun hingga lima persen," ungkapnya.

Menurut Dada, prioritas yang akan dijalankan adalah upaya pencegahan penyebaran 
virus HIV/AIDS. Salah satunya dengan memperkenalkan seluk-beluk virus tersebut 
sejak dini. Pemkot Bandung akan memasukkan materi mengenai pencegahan HIV/AIDS 
dalam kurikulum sekolah, mulai dari SMP dan SMA di Kota Bandung.

"Kita 'kan punya empat muatan lokal, yaitu lingkungan hidup, bahasa Sunda, budi 
pekerti, dan narkoba. Muatan lokal HIV/AIDS bisa dimasukkan dalam kategori 
narkoba, jadi mereka (siswa-siswi) bisa memahami sejak awal," tutur Dada.

Selain itu, Pemkot Bandung juga berencana menyediakan mesin informasi mengenai 
seluk-beluk penyebaran, dan dampak virus HIV/AIDS di setiap kecamatan yang ada 
di Kota Bandung. Menurutnya, mesin informasi itu akan mempermudah masyarakat 
mengetahui virus HIV/AIDS. Minimal upaya itu dapat meminimalisasi tingginya 
tingkat penyebaran virus tersebut.

Dikatakannya, untuk satu mesin informasi memerlukan dana sekitar Rp 75 juta. 
Artinya, jika pemkot benar-benar berniat merealisasikan pengadaan mesin 
tersebut, maka harus dialokasikan anggaran sekitar Rp 2,250 miliar.

"Kita inginnya semua kecamatan memiliki mesin tersebut, tapi akan kita lihat 
dulu dana yang kita miliki. Kalau belum mencukupi, mungkin di beberapa tempat 
dulu seperti di balai kota ini," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung Oji Mahroji, setuju dengan usulan 
program pencegahan yang dimasukkan dalam kurikulum. Oji mengatakan, rencana itu 
akan direalisasikan untuk program muatan lokal kurikulum tahun ajaran 2010/2011 
mendatang. "Saat ini kita sedang menyusun materinya, mulai dari segala 
informasi mengenai virus itu, hingga proses penyebaran virus dan dampak dari 
virus tersebut," terang Oji.

Oji menginginkan agar muatan lokal tersebut dapat diterapkan di seluruh 
sekolah. Namun sebagai langkah awal tidak mungkin, jika diterapkan di seluruh 
sekolah yang ada di Kota Bandung. Karenanya, program tersebut terlebih dulu 
akan diterapkan di beberapa sekolah yang dijadikan pilot project. "Jika 
berhasil, tidak menutup kemungkinan akan diterapkan di seluruh sekolah," 
katanya. (B.96/B.109/B.114)** 



Kirim email ke