Pop Sunda, dari Masa ke Masa KEHADIRAN lagu pop Sunda yang terus berkesinambungan dari satu generasi ke generasi menjadi bukti bahwa lagu pop Sunda tetap memasyarakat dari masa ke masa. Irama musiknya pun beragam. Tidak hanya bertumpu pada instrumen musik tradisi. Lagu “Borondong Garing” yang dipopulerkan penyanyi Rudi Rosadi, dengan iringan grup Eka Jaya Combo pada tahun ’60-an (kemudian namanya menjadi Los Morenos), memberi warna irama Latin tanpa kehilangan nuansa Sundanya. Saat itu, istilah pop Sunda barangkali kurang begitu dikenal seperti sekarang.
Lagu-lagu Sunda yang dipopulerkan oleh grup band secara total ditunjukkan oleh band Nada Kencana pimpinan M. Jasin, antara lain melalui lagu “Yaomal Kiamat” dan “Oray-orayan”. Lalu sejak kapan populernya istilah pop Sunda? Apakah lagu-lagu yang populer dinyanyikan oleh pesinden legendaris Upit Sarimanah, Titim Fatimah, dan Mimi Mariani termasuk lagu pop Sunda? Begitu juga lagu ciptaan Gugum Gumbira yang sangat mengkhalayak dan laris “Serat Salira”? Upit menyanyikan lagu “Cemplang” dan “Ceurik Anjani” dalam film produksi Sarinande Film, “Kasih Tak Sampai” (1961) yang disutradarai Turino Junaedy. Titim Fatimah membawakan lagu “Karawitan” dan ”Kulu Kulu” dalam film “Si Kembar” (1961). Sementara Mimi Mariani, juga dalam film “Si Kembar”, menyanyikan lagu “Kerja Bakti”. Akan tetapi, dulu menurut almarhumah Tati Saleh–seorang penyanyi Sunda multitalenta--, istilah pop Sunda mulai dikenal ketika ia menyanyikan lagu “Hariring Kuring” ciptaan Djuhari, yang sangat dikenal luas ke seluruh Indonesia. Namun, bila mesti menyebut lagu Sunda legendaris, yang hingga sekarang masih sering dialunkan, baik dengan iringan band atau musik tradisional, antara lain “Es Lilin”, “Mojang Priangan” (Iyar Wiarsih). “Manuk Dadali” (Sambas), “Batminton” (Mang Koko), dan “Bubuy Bulan” (Benny Corda). Lagu “Es Lilin” misalnya pernah dinyanyikan oleh vokalis band Gigi, Armand Maulana, dalam irama rock. “Kalangkang” Derasnya lagu pop Sunda sangat terasa sejak dekade 1980-an hingga sekarang. Grup Bimbo, yang dikenal melalui lagu-lagu pop Indonesia dan kasidah, sempat juga rekaman lagu-lagu pop Sunda. Booming lagu pop Sunda sangat terasa melalui lagu “Kalangkang” ciptaan Nano S. yang dialunkan Nining Meida. Nano kemudian menciptakan lagu “Potret Manehna” dan lagu lainnya yang sangat mewarnai pop Sunda dengan latar belakang musik karawitan. Doel Sumbang tampil dengan lagu-lagu Sunda yang jenaka dan kontekstual melalui liriknya yang “nakal”. Tapi ada juga lagu pop Sunda ciptaannya yang romantis dan populer yang ia nyanyikan sendiri, seperti lagu “Pangandaran”. Nano S. ternyata mampu menciptakan lagu pop Sunda “Cinta Ketok Magic” untuk penyanyi dangdut asal Tasikmalaya, Evie Tamala, yang dikemas dalam irama dangdut. Penyanyi pop Indonesia Hetty Koes Endang juga termasuk yang sukses mengalunkan lagu pop Sunda, salah satu lagunya yang populer berjudul “Cinta”. Penyanyi pop Indonesia lainnya yang rekaman lagu pop Sunda adalah Nia Daniati. Membanjirnya lagu pop Sunda ditampilkan dalam beragam jenis musikal. Penyanyi Helvy Maryand menyanyikan lagu-lagu Sunda lama dalam irama disko, yang digunakan musik pengiring senam. Penyanyi dangdut Itje Trisnawati melejit melalui lagu “Duh Engkang”, yang liriknya campuran Sunda-Indonesia. Lala Yuliara menyanyikan lagu “Biarin, Kang”, “Ka mana Iteung”, dan “Cinta Pabaliut” ciptaan Ubun Kubarsah/Gun Gunawi yang menjadi soundtrack film “Si Kabayan Saba Kota” dan “Si Kabayan dan Gadis Kota”. Desy Ratnasari pemeran utama film “Glen Kemon Mudik” dan “Si Kabayan Mencari Jodoh”, rekaman lagu “Oneng” (soundtrack film “Glen Kemon Mudik”) dan sejumlah lagu Sunda lainnya. Lagu-lagu bernuansa komedi menjadi ciri khas dari grup penyanyi Sunda Barakatak, bahkan juga Doel Sumbang. Gaung lagu pop Sunda juga tidak hanya sebatas di tanah air. Penyanyi pop Sunda Detty Kurnia, pernah tampil di Jepang membawakan lagu ciptaan Ubun Kubarsah, antara lain lagu “Sologoto”. Sekitar tahun 1980-1990, penyanyi pop Sunda bermunculan begitu deras. Salah satu media promosi bagi penyanyi pop Sunda dan Indonesia yang paling bergengsi saat itu adalah acara “Aneka Ria Safari” TVRI Pusat yang dikoordinasi oleh pelawak Eddy Sud sebab saat itu belum ada TV swasta, sedangkan untuk daerah Jabar melalui TVRI Stasiun Bandung Kini di era reformasi, derasnya arus lagu pop Sunda agak surut, meski tak terputus. Masih bermunculan satu-dua penyanyi pop Sunda yang mampu meraih penggemar yang luas, di antaranya Rika Rafika dan Rita Tila, bahkan juga Dety Kurnia dan Doel Sumbang. Beberapa orang pencipta lagu Sunda masih tetap produktif, seperti Nano S., Doel Sumbang, Yana Kermit, Yan Achimsa, Ubun Kubarsah, Uko Hendarto, dll. Lagu “Dalingding Asih” ciptaan Ubun yang dialunkan oleh Rika Rafika jadi lagu tema dan judul acara di Bandung TV. Sementara lagu “Bulan di Priangan” ciptaan Ubun, yang diaransemen oleh Sambasunda, mengantarkan penyanyinya, Rita Tila, mendapatkan penghargaan Penyanyi Terbaik dalam sebuah acara Festival Musik Tradisi se-Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah di penghujung tahun 2009. Salah seorang anggota jurinya pengamat musik Franky Raden. Jika ukurannya ketangguhan, ada penyanyi pop Sunda yang sangat merakyat dan tak tersisihkan oleh penyanyi baru yang terus bermunculan dengan beragam irama musik pop Sunda, yaitu Darso. Darso seolah tetap hadir dari masa ke masa. Kelebihan Darso adalah kekonsistenan dengan kemampuan vokal yang dimilikinya melalui lagu-lagu yang selaras dengan karakter vokalnya. Ia bernyanyi tanpa pretensi. Meskipun ia didandani ala superstar Michael Jackson, ia tidak mengikuti cara bernyanyi Michael Jackson. Ia tetap seorang Darso, yang beda hanya kostumnya. Begitu juga ketika menyanyi dengan menggunakan penari latar, bukan Darso yang mengikuti kreasi gerak koreografer, tetapi para penari yang mengikuti gerak Darso. Darso juga menjaga komunitas penggemarnya sehingga bisa terjaga dari generasi ke generasi. Lagu-lagu Darso ciptaan Uko Hendarto, seolah menjadi lagu spesial (hanya) untuk Darso. Itulah sebabnya, ketika Darso membawakan lagu ciptaan Doel Sumbang, sesaat kita menikmati Darso dengan warna lain, tetapi masih tetap dengan karakter Darso. Lagu-lagu ciptaan Kosaman Jaya, Nano S., Doel Sumbang, dan Uko Hendarto, dengan produktivitas dan popularitasnya, telah mewarnai perjalanan musik dan penyanyi pop Sunda. Paling tidak, melalui lagu-lagu ciptaannya, mereka telah memasyarakatkan lagu-lagu pop Sunda dengan beragam warna musikal.*** Eddy D. Iskandar/pengamat musik dan film/Pemred “Galura”. Web: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=122012 2010/1/17 mh <khs...@gmail.com>: > Doel Sumbang: Pop Sunda Bisa Mendunia > BICARA tentang perkembangan musik pop Sunda kekinian, ”haram” hukumnya > jika tidak menyebut nama Doel Sumbang. Doel bukan hanya musisi yang > sukses eksis di panggung pop Sunda, merengkuh popularitas, dan > menikmati kenyamanan hidup sebagai selebritis. Doel merupakan salah > satu ikon musik Sunda yang lewat talenta bermusiknya, mampu memberi > napas panjang bagi kelangsungan industri musik di tatar Priangan. Jika > ada bertanya, siapa musisi yang saat ini paling produktif mencipta dan > menyanyikan lagu-lagu Sunda, dengan mudah orang akan menjawab, ”Doel > Sumbang.” >