Sedih pisan. Paingan jadi bangsa anu katideresa salila-lila, da miara
leuweung wae teu bisa. Ka saha nitipkeun leuweung sumber kahirupan urang
sarerea? Aya keneh macan tutul di wewengkon Gunung Salak? (punte teu
ditarjamahkeun)

manar

---------- Forwarded message ----------
From: Tommy tamtomo <ttamt...@yahoo.com>
Date: 2010/2/1
Subject: [SuaraHati] Menjarah Taman Nasional
To: aliz-fo...@yahoogroups.com, suarah...@yahoogroups.com




Pak Hasroel
TT
-------


Menjarah Taman Nasional
Senin, 01 Februari 2010 00:00 WIB

<http://buzz.yahoo.com/buzz?targetUrl=http%3A%2F%2Fwww.mediaindonesia.com%2Fread%2F2010%2F02%2F01%2F120409%2F70%2F13%2FMenjarah-Taman-Nasional>
 PERILAKU sebagian elite bangsa ini belum beranjak jauh dari kegemaran
menggemakan seruan minus tindakan. Jurang antara produksi kata-kata dan
tindakan nyata masih amat menganga.

Tidak mengherankan jika mencari teladan autentik dari pemimpin di negeri ini
bak menelusuri jarum dalam tumpukan jerami. Seruan untuk merawat hutan,
misalnya, sama sekali lepas dari contoh mulia. Begitulah yang terjadi ketika
sejumlah nama besar, mantan pejabat dan pejabat tinggi, serta selebritas
menguasai lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat.

Mereka membangun vila-vila yang nyaman nan sejuk di taman nasional itu tanpa
izin. Total jumlah vila yang berdiri tanpa izin di kawasan itu pada akhir
2009 mencapai 103 bangunan.

Bukan cuma itu, di kawasan tersebut juga sudah muncul kaveling-kaveling
tanah yang sudah bertuan.

Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175 tanggal 10 Juli
2003, kawasan seluas lebih dari 113 hektare itu ditetapkan sebagai taman
nasional. Artinya, kawasan tersebut hanya diperuntukkan konservasi alam,
bukan vila.

Menurut dokumen yang diperoleh harian ini dari Kantor Kecamatan Pamijahan,
Unit Pelaksana Teknis Tata Bangunan Wilayah Leuwiliang, Pemkab Bogor,
sejumlah tokoh tercatat sebagai pemilik lahan itu. Di antaranya mantan
Menteri Koperasi Zarkasih Nur, Sekjen Partai Golkar/anggota DPR RI Idrus
Marham, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Zarkasih dan Idrus mengakui memiliki lahan dan vila di tempat tersebut, tapi
menyebut lahan itu sudah mereka beli sebelum penetapan kawasan itu menjadi
taman nasional. Sebaliknya Andi Mallarangeng membantah punya vila di taman
nasional.

Taman Nasional Gunung Halimun Salak pun tidak serimbun dulu. Kawasan yang
terkenal dengan satwa elang jawa itu kini mulai rusak. Di beberapa tempat,
terdapat titik-titik longsor yang membahayakan ekosistem taman nasional.

Sungai Cikaniki yang mengalir di area itu pun tidak lagi jernih. Airnya
menjadi cokelat, bahkan kehitaman, karena tercampur bahan kimia berjenis
merkuri dan sianida, limbah dari pertambangan.

Dengan munculnya vila, kini beban taman nasional tersebut jelas semakin
berat. Lahan kerap longsor, pohon pinus mulai ditumbangkan, dan daya serap
air yang kian kritis merupakan sinyal bahaya yang tidak boleh didiamkan.

Kementerian Kehutanan mesti bergerak cepat dengan membongkar vila-vila liar
tersebut. Setelah itu, sang pemilik vila harus diberi sanksi tegas agar
keadilan tegak dan efek jera muncul.

Sudah terlalu lama negeri ini membiarkan berkeliaran para perampok dari
berbagai jenis. Ada perampok uang negara, perampok hukum, dan kini perampok
lingkungan yang terus-menerus diberi keleluasaan dan permakluman.

Jika perilaku merampok terus diberi ruang, tak mengherankan jika negeri ini
akan mendapat julukan republik rampok. Julukan yang amat menyakitkan, yang
hanya bisa diobati dengan tegaknya hukum dan keadilan

 

Kirim email ke