Nu jadi patanyaan teh, mun enya kaparawanan jadi harga mati keur sarat engke
pangantenan. Naha awewe teh teu kapikir kitu watesan kaparawanan teh ngan
wungkul getihan? Mun kitu mah asa beuki lieur we watesan ajen awewe teh, bet
jadi siga barang pabrik, mun segelna rusak ulah dibeuli ceunah, lalaki
kaluli luli ngeunah eon teu ngeunah eon, sanajan cus cos dimana wae oge
kekeuh ari kiwin mah hayang nu aya segelan, beu karunya teuing awewe
hehehe... 

Sok atuh ka para isteri, sing tarapti, sing bener ngajaga "segel" ku cara
ngawedelan kaimanan, katakwaan, bujeng2 kapikiran deuk "ulin" samemeh kawin
mereun ari dibentengan ku kaimanan mah sugan. Jadi teu kudu riweuh make
jeung operasi sagala, sing emut weh ceunah apan ngajugrug dina ayat Qur'an,
yen ceunah urusan jodo sok nurug cupu, jalma teu baleg nya meunangkeunna teh
nu teu ecreug deui, jalma nu bener nya meunangkeun teh nu bener oge deui
bae.

 

Cag ah, 

 

From: urangsunda@yahoogroups.com [mailto:urangsu...@yahoogroups.com] On
Behalf Of Waluya
Sent: 26 April 2010 11:43
To: urangsunda@yahoogroups.com
Subject: [Urang Sunda] Fw: Hag siah katipu!

 

  

Sakapeung kaparawanan sok dianggap penting pisan. Tah kulantaran kitu, jadi
lahan bisnis, bisnis malikkeun kaparawanan ...hehehe, saperti beja dihandap
ieu:

Wanita Arab Lebih Memilih Operasi Selaput Dara di Paris
SENIN, 26 APRIL 2010 | 11:15 WIB
Besar Kecil Normal
.

TEMPO Interaktif, Paris -Karena melanggar tabu, wanita Arab dan
negara-negara di
Timur Tengah lebih memilih operasi selaput dara di Prancis.

Wanita-wanita ini telah melakukan hubungan seks di luar nikah dan jika
ketahuan,
mereka menghadapi risiko dikucilkan lingkungan mereka sendiri atau bahkan
dibunuh. Dengan tekanan sosial yang begitu besar bahkan beberapa wanita
sampai
bunuh diri.

Mereka melakukan operasi selaput dara karena ingin memastikan ada darah yang
tertumpah di sprei tempat tidur di malam pertama perkawinan. Mereka bersedia
mengeluarkan uang sekitar 2.000 euro atau sekitar Rp 24 juta untuk operasi
pembedahan yang dapat mengembalikan keperawanan mereka.

Sonia yang tidak ingin identitas aslinya diketahui, misalnya, pergi ke
klinik Dr
Marc Abecassis di Paris yang melakukan pembedahan untuk menyambung kembali
selaput daranya. "Semula saya sempat berpikir untuk bunuh diri setelah
melakukan
hubungan seks pertama kali," kata dia, "Tapi sekarang saya melihat ada jalan
keluar."

Sonia adalah mahasiswi muda berambut cokelat yang sedang belajar seni di
sebuah
akademi di Paris. Walaupun lahir di Prancis, hidup Sonia sangat kental
dengan
budaya dan tradisi Arab dan dia tumbuh di bawah pengawasan keluarga besar
Arab
yang tradisional.

Ia mengatakan tak akan pernah membeberkan rahasia ini ke siapa pun,
khususnya
kepada calon suaminya nanti. "Saya mengangap ini adalah kehidupan seks saya
dan
saya tidak perlu memberitahu siapa pun soal ini," kata dia. "Kaum pria lah
yang
membuat saya berbohong soal ini," Sonia menambahkan.

Dr Abecassis melakukan bedah menyambung selaput dara atau disebut juga
sebagai
"hymenoplasty" paling tidak dua sampai tiga kali seminggu. Proses menyambung
kembali selaput dara memerlukan waktu sekitar 30 menit dengan bius lokal.
Dia
mengatakan rata-rata pasiennya berumur 25 tahun dan mereka berasal dari
semua
kelas sosial.

Walaupun pembedahan ini dilakukan di seluruh dunia, Dr Abecassis adalah satu
dari sedikit ahli bedah keturunan Arab yang mau berbicara secara terbuka
mengenai hal ini.

Beberapa wanita datang ke klinik dia karena mereka memerlukan sertifikat
perawan
sebagai syarat untuk menikah. "Dia bisa menghadapi bahaya karena
kadang-kadang
ini adalah masalah tradisi dan keluarga," kata Dr Abecassis. "Saya yakin
kami
sebagai dokter tak berhak menentukan apapun bagi dia atau menghakimi dia."

Pabrik-pabrik Cina memimpin dalam industri ini, sekarang ada pilihan non
bedah
yang tersedia di pasaran. Satu situs internet menjual selaput dara palsu
hanya
sekitar US$20 atau sekitar Rp 200 ribu. Selaput dara buatan Cina ini terbuat
dari bahan elastis yang diisi dengan darah palsu. Begitu dimasukkan ke dalam
vagina, wanita penggunanya bisa kembali perawan, begitu klaim perusahaan
pembuatnya.

Tapi ini bukan pilihan bagi Nadia. Sebagai anak perempuan yang tumbuh di
daerah
pedesaan Libanon, dia jatuh cinta dan kemudian kehilangan keperawanannya.
"Saya
sangat khawatir keluarga saya akan tahu khususnya karena mereka tidak
merestui
hubungan saya," kata dia. "Saya takut mereka mungkin akan membunuh saya."

Setelah berhubungan selama tujuh tahun, keluarga pacarnya ingin anak
laki-laki
mereka menikahi wanita lain. Nadia berusaha bunuh diri. "Saya minum sebotol
Panadol dan sebotol bahan pembersih," kata dia. "Saya tenggak dan berkata,
'inilah akhirnya'." Nadia sekarang berumur 40 tahun dan baru mengetahui soal
bedah selaput dara sekitar enam tahun lalu.

Dia sekarang sudah menikah dan punya dua anak. Bagi dia malam pertamanya
adalah
siksaan yang panjang. "Saya tidak tidur sepanjang malam. Saya menangis,"
kata
dia. "Saya sangat takut tapi suami saya tidak curiga sama sekali." Itu
adalah
rahasia Nadia yang akan dibawanya hingga ke liang kubur. "Saya siap untuk
merahasiakan ini sampai mati," kata dia. "Hanya Tuhan yang akan tahu soal
ini."

Tapi bukan hanya generasi yang lebih tua yang menerima pandangan tradisional
soal hubungan seks sebelum nikah ketika memilih seorang istri. Ketika orang
menunggu darah tertumpah di kain seprei, itu adalah tradisi budaya, tidak
ada
hubungannya dengan hukum Syariah

Noor adalah seorang profesional yang bekerja di Damaskus. Dia bisa disebut
mewakili kamu muda Suriah dalam masyarakat yang sekuler. Tapi walaupun Noor
mengatakan dia percaya pada persamaan hak wanita, di bawah sikapnya yang
liberal
terletak sikap konservatif yang sudah berurat berakar.

"Saya kenal beberapa wanita yang menjalani bedah ini dan pada malam pertama
perkawinan mereka, suami mereka mengetahui," kata dia. "Mereka sadar istri
mereka tidaklah perawan. Walaupun mungkin nanti masyarakat sudah menerima
ini,
saya tetap akan menolak menikahi wanita seperti ini."

Para ulama Muslim dengan cepat mengatakan masalah keperawanan itu bukan
masalah
agama. "Kita harus ingat bahwa ketika orang menunggu darah tertumpah di kain
seprei, itu adalah tradisi budaya," kata ulama Suriah, Sheikh Mohammad
Habash.
"Ini tidak ada hubungannya dengan hukum Syariah."

Masyarakat Kristen di Timur Tengah seringkali sangat kuat kepercayaannya
bahwa
perempuan harus perawan ketika menikah.

Penulis masalah-masalah sosial Arab, Sana Al Khayat yakin seluruh persoalan
ini
lebih pada soal "kontrol" diri wanita itu sendiri.





__________ NOD32 5003 (20100406) Information __________

This message was checked by NOD32 antivirus system.
http://www.eset.com

Kirim email ke