Karawitan sekar beluk ini sudah langka sekali. Beluk lebih dikenal pada
upacara selamatan 40 hari bagi bayi yang baru dilahirkan. Beluk sangat
erat dengan pergelaran nembang wawacan. Memang pada dasarnya kesenian
beluk hanya menembangkan cerita dalam wawacan yang tersusun ceritanya
dalam bentuk puisi terutama pupuh. Wawacan adalah cerita yang disusun
menggunakan pupuh dengan maksud untuk dinyanyikan atau didangdingkeun.
Teknik penyajian beluk dibantu oleh juru ilo. Juru ilo dalah orang yang
membacakan cerita dalam bentuk prosa (membaca biasa) yang ditujukan
kepada penembang beluk untuk bahan kata-kata yang akan dinyanyikannya.
Secara spontan dan penuh variasi, juru beluk menyanyikan kata-kata itu.
Frekwensi nada yang digunakan adalah nada yang tinggi sehiingga semakin
mahir bermain lagu dalam nada-nada yang tinggii makin tinggilah
kemampuan ki juru beluk itu.
Teknik bersuara banyak mempergunakan nasal hidung (sengau). Kata-kata
yang dinyanyikan sebenarnya kurang begitu jelas terucapkan karena yang
lebih penting bagi pendengar adalah teknik-teknik bernyanyinya itu
sendiri. Kalau mereka ingin tahu tentang kata-katanya, sebelum
dinyanyikan telah disebutkan secara jelas oleh juru ilo.

Beluk sudah dianggap sebagai kesenian buhun (kolot, tua, lama).
Penggunaan sekar irama merdekanya memberikan cirri yang tersendiri dari
bentuk kesenian rakyat sebab kebanyakan lagu-lagu rakyat Pasundan
banyak mempergunakan irama tandak (terikat)

Kalau dilihat dari penyajiannya, dimana ada unsur cerita yang
dinyanyikan, maka mungkin sekali dasar-dasar “gending karesmen” di
dalam karawitan Sunda banyak berpijak dari perkembangan beluk dengan
nembang wawacannya.

--
Posted By KOS WR to PANGAUBAN SEKAR at 5/23/2010 09:50:00 PM

Kirim email ke