Di muat Kompas jawa barat hari ini, Kamis 27 Mei 2010

Perpustakaan di Alun-alun Bandung

Oleh : Jamaludin Wiartakusumah


Rencana atau usul pemerintah Kota Bandung untuk merevitalisasi atau
mengalihfungsikan pusat perdagangan Plaza Palaguna Nusantara di sisi timur
Alun-alun Bandung menjadi gedung perpustakaan (Kompas 29 Maret 2010) adalah
rencana yang luar biasa cerdas yang patut diacungi jempol. 

Di tengah kecenderungan untuk merubah bangunan dan kawasan apapun menjadi
ruang komersial, usulan ini merupakan langkah berani yang menunjukkan
semangat intelektual kota Bandung di tengah konsumerisme yang merebak
dimana-mana. 

Kehadiran perpustakaan di kawasan Alun-alun Bandung,  selain akan
meningkatkan budaya literasi, juga akan membuat alun-alun memiliki  ruang
publik yang akan lebih meningkatkan kualitasnya. Sebab, setiap sisinya
saling mendukung atau menyeimbangkan. Di barat ada mesjid raya, di barat
daya ada kawasan perdagangan, di selatan terdapat pendapa (bekas kabupaten
Bandung dan sekarang rumah dinas Walikota Bandung), di utara ada perkantoran
dan di timur terdapat perpustakaan. 

Kehadiran perpustakaan ini barangkali dapat diibaratkan sebagai hadiah bagi
alun-alun, setelah masjid yang digabung di bagian barat lahan dan tempar
parkir di bawahnya. Hadiah atas perannya dalam sejarah kota. 

Pada saat bulan puasa, Alun-alun adalah salah satu tempat favorit ngabuburit
karena dekat dengan kawasan perdagangan dan masjid raya. Dengan perpustakaan
di kawasan tersebut, ngabuburit di alun-alun akan lebih menarik dan
bermanfaat karena ada sinergi antara perpustakaan dan masjid raya. 

Kehadiran perpustakaan di bekas gedung Plaza Palaguna Nusantara sah-sah saja
dan saya pikir sangat baik. Selain menjadi solusi yang elegan atas kondisi
plaza sekarang, juga tidak menyalahi  cetak biru (blue print) kawasan
alun-alun  konvensional. Sebab, sejak jaman kolonial pun kawasan itu tidak
pernah hanya sebagai kawasan komersial. Apalagi, peran tradisional alun-alun
telah lama pensiun sejak berubah menjadi taman.

Sebagai perpustakaan, gedung Plaza Palaguna Nusantara akan mempunyai nilai
monumental bagi Kota Bandung, yaitu menjadi simbol dan semangat sebagai kota
intelek yang lebih kuat. Pasalnya, lokasi perpustakaan kota yang sekarang
berada di jalan Cikapundung, belum cukup layak sebagai simbol
intelektualitas Bandung. Selain gedungnya tidak cukup monumental, posisinya
nyelap di belakang Gedung Merdeka. 

Pamornya jauh di bawah Gedung Merdeka di depannya, meski dibandingkan dengan
perpustakaan umum di belakangnya, Gedung lebih sering menjalani hari-harinya
dalam kebisuan dan kesepian karena minimnya kegiatan.

Kota dan Perpustakaan
Di negara maju, seperti Belanda, perpustakaan umum sebagai bagian
sehari-hari warga kota tampak dari lokasi perpustakaan di pusat keramaian.
Sekedar contoh, perpustakaan pusat (centrale bibliotheek) Den Haag
bersebelahan dengan balaikota (stadhuis). Di seberangnya terbentang dua
jalan pusat perdagangan/pertokoan, Groote Markstraat dan Chinatown. 

Dari kunjungan ke perpustakaan ini, suatu siang pada di musim dingin lalu,
ruang baca di lantai dasar dipenuhi pengunjung dari berbagai usia hingga
malam hari. Pada hari kerja buka sampai pukul 20.00. Mereka membaca buku,
koran, majalah serta mengakses internet pada kursi dengan desain modern
model Skandinavia yang nyaman dan salut yang berwarna-warni. 

Di dekat stasiun kereta api Den Haag Central, kurang dari 1 kilometer dari
perpustakaan, terdapat perpustakaan umum kerajaan (koninklijke bibliotheek),
bersebelahan dengan gedung arsip nasional (nationaalarchief).  Den Haag yang
tidak lebih luas dari Kota Bandung memiliki 18 perpustakaan umum yang
tersebar di seantero kota. 

Menurut Sudjoko (Pengantar Seni Rupa, 2001:163),  secara umum masyarakat
Bandung memandang kebudayaan Barat sebagai pemaju. Barat maju, salah satunya
karena memiliki budaya literasi yang tinggi. Sudah selayaknya Bandung yang
pernah dianggap sebagai kota paling bergaya Barat, apalagi menyandang
julukan Parijs van Java, juga memiliki semangat kemajuan. Hal itu bisa
ditunjukkan dengan menyediakan perpustakaan di gedung representatif dan
berlokasi di tempat strategis seperti di bekas Plaza Palaguna Nusantara.

Sebagai kota yang memiliki beberapa kampus ternama, perpustakaan Kota
Bandung dapat berperan mengisi kekurangan yang ada pada perpustakaan kampus.
Sebab, secara umum,  koleksi buku di perpustakaan kampus spesifik sesuai
bidang keilmuan di kampus tersebut. Perpustakaan kota tentu juga dapat
menjadi alternatif utama untuk melengkapi kekurangan koleksi di perpustakaan
sekolah.

Koleksi dan Sarana Penunjang 
Selain menggunakan pedoman standar perpustakaan berdasarkan bidang keilmuan,
misalnya klasifikasi desimal Dewey, dan mungkin ditunjang sistem on-line,
perpustakaan ini mungkin sekali dibuat secara tematis berdasarkan
karakteristik Kota Bandung. Bandung adalah puseur dayeuh budaya Sunda. Hal
ini dapat direpresentasikan ke dalam ruang atau lantai yang khusus
mengoleksi buku dan media cetak lain yang berbahasa Sunda serta koleksi
audio visual atau digital budaya Sunda. 

Bandung juga merupakan kota dengan sejarah unik yang membuat banyak orang
selalu terkenang dan ngawawaas masa lalu Bandung. Untuk itu, perpustakaan
'kuncen Bandung' Haryoto Kunto (alm), apabila pihak keluarga setuju,
bisadigabung ke gedung ini. Perpustakaan tersebut ditempatkan pada ruang
atau lantai khusus bertema Kota Bandung dan diberi nama Perpustakan Haryoto
Kunto. Perpustakaan ini juga dapat menjadi pelengkap masjid raya dengan
koleksi buku-buku agama Islam. Tema ini dapat diperluas ke berbagai aspek
yang dimiliki Kota Bandung.

Apabila koleksi pindahan dari perpustakaan kota di jalan Cikapundung dan
sarana standar sebuah perpustakaan kota belum memenuhi seluruh lantai plaza,
termasuk kantin atau cafe dan sarana fotokopi, lantai yang masih kosong
dapat dipakai untuk kegiatan diskusi, seminar dan bazar, bursa atau pameran
buku secara rutin.

Sebagai pemilik Plaza Palaguna Nusantara, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
tentu berhak turut serta dalam masalah alihfungsi gedung ini. Apakah gedung
ini akan menjadi perpustakaan umum Kota Bandung atau perpustakaan provinsi.
Hal ini terkait dengan lokasi perpustakaan provinsi di Jalan Sukarno Hatta,
agak jauh dari pusat kota.  

Satu hal lagi, bila sebagian sisi timur alun-alun akan dijadikan kawasan
hijau, sebaiknya minimalkan lahan yang tertutup plesteran semen untuk
memperluas kawasan resapan air di Kota Bandung, fungsi yang semula disandang
alun-alun dan kini berlantai beton. Der ah!

Jamaludin Wiartakusumah
Dosen Desain Itenas


Reply via email to