http://www.rahima.or.id/SR/14-05/Khazanah.htm
Menimbang Kesetaraan Perempuan dalam Pernikahan Jika kita membaca karangan tentang perempuan yang dikaitkan dengan pernikahan, hampir dipastikan bahwa hasil kajian yang didapat cenderung bias. Seringkali tampak pemikiran-pemikiran yang dilatarbelakangi oleh budaya patriarkhi. Kajian tentang hak dan kewajiban dalam rumah tangga cenderung berat sebelah. Laki-laki selalu diuntungkan. Padahal agama memandang dan kemudian memposisikan manusia sebagai "makhluk yang utuh". Manusia dianugerahi kemerdekaan oleh Allah. Ia sederajat. Kenyataan yang sering mengemuka, berbeda dari konsep ilahi tersebut. Perempuan menjadi makhluk pelengkap, menjadi obyek suami. Mengapa demikian? Akan menjadi lain, jika kita membaca karya berjudul "Perempuan sebagai Kekasih" ini. Membaca goresan pena Rasyid Ridha ini, pembaca diajak menyelami pemikiran-pemikiran yang genuine dan sangat apresiatif terhadap perempuan. Buah karangan ahli tafsir ini membahas kedudukan perempuan dalam Islam, termasuk kajiannya yang mendalam tentang posisi perempuan dalam pernikahan. Rasyid banyak menceritakan ketidakadilan yang berkembang di masyarakat untuk kemudian menganalisanya dengan kacamata yang kritis dan berani. Beberapa hal yang menjadi sorotan Rasyid, antara lain: Pertama, pemberian mahar (maskawin) kepada perempuan yang akan dinikahinya. Rasyid mengutip pendapat Muhammad Abduh, guru dan sahabatnya, untuk membantah penafsiran yang mengatakan bahwa mahar hanya sebagai pengganti harga kenikmatan yang didapatkan dalam pernikahan. Menurutnya, hubungan suami-istri adalah hubungan yang agung dan luhur. Allah subhanahu wa ta'ala menyebut mahar dengan nihlah (QS. 4: 4). Nihlah adalah sebuah pemberian suami kepada istri sebagai simbol hubungan yang dilandasi tanggungjawab dunia-akhirat serta tanda cinta dan sayang. Hikmah lain dari pemberian mahar adalah laki-laki diharapkan bisa menjadi pengayom perempuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Selain itu, mahar merupakan bentuk penghormatan laki-laki kepada perempuan yang menjadi istrinya. Kedua, kebebasan perempuan dalam menikah dan menentukan pasangan hidup. Islam menggabungkan antara hak wali dalam menikahkan anak gadisnya dengan kebebasan perempuan menerima calon suami yang diinginkan. Islam melarang para wali memaksa anak-anak perempuan untuk menikah dengan laki-laki pilihan wali. Sebaliknya, Islam memberi kelonggaran bagi perempuan untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan keyakinan dan pemikirannya. Praktik kawin paksa hingga saat ini masih terjadi di beberapa belahan dunia. Padahal kawin paksa jelas tidak sesuai dengan ketentuan Nabi. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Janganlah kalian menikahkan perempuan kecuali setelah meminta persetujuan darinya". Ketiga, unsur-unsur penting dalam pernikahan. Dalam pernikahan, setidaknya harus memenuhi tiga unsur, yang terangkum dalam Firman Allah: "...Dia ciptakan pasangan (suami/istri) bagimu dari jenis (kemanusiaan) kamu sendiri, supaya dapat hidup tenteram bersamanya, dan diciptakan-Nya rasa cinta dan kasih sayang di antara kamu. Sungguh dalam hal itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang menggunakan akal." (QS. 30: 21). Unsur-unsur tersebut adalah sakinah (rasa tenang-tenteram), mawaddah (rasa cinta-mencintai), dan rahmah (kasih-sayang). Tiga unsur inilah yang seharusnya membingkai dan melandasi sebuah ikatan perkawinan. Keempat, persamaan derajat dan makna kepemimpinan suami dalam keluarga. Pembenahan terbesar yang dilakukan Islam berkenaan dengan hubungan perempuan dan laki-laki tercantum dalam QS. 2: 228, wa lahunna mislu l-lazi 'alayhinna bi l-ma'ruf. Ayat ini diturunkan untuk menata ulang seluruh tradisi yang pada praktiknya merugikan perempuan, tidak seimbangnya kewajiban dan hak. Perempuan lebih banyak diberi kewajiban, sedang laki-laki lebih banyak mendapat hak. Padahal dalam Islam hak dan kewajiban itu berbanding lurus. Misalnya, banyak laki-laki dengan keperkasaannya menindas perempuan semena-mena, merampas hak-haknya, serta menguasai jiwa, harta, dan anak-anaknya. Ibn Abbas pernah berkata, "Karena ayat ini, aku selalu berhias untuk istriku, sebagaimana istriku berhias untukku." Dengan persamaan yang seimbang ini, lagi-lagi Rasyid mengutip pendapat Muhammad Abduh, "Kemuliaan yang diberikan kepada perempuan tidak pernah diberikan agama-agama lain sebelum Islam. Tak ada satu syariat pun yang memberi posisi sedemikian mulia kepada perempuan, melebihi Islam." Kelima, dalam Tafsir al-Manar, juz V, diuraikan tentang sikap terpuji yang harus dilakukan laki-laki terhadap perempuan adalah dengan melindungi, memperlakukan dengan baik, mengatur dengan adil, dan memenuhi kebutuhannya. Rupanya, Rasyid tampak gerah, jika melihat laki-laki dengan berdalih kelebihan fisiknya bersikap zalim kepada perempuan. (hal. 75). Keenam, kriteria perempuan shalihah menyangkut firman Allah, "...Perempuan shalihah adalah perempuan yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh kerena Allah telah memelihara mereka.." (QS.4: 34). Ulama menafsirkan kalimat bima hafizhallahu sebagai hak yang Allah pelihara untuk perempuan. Hak tersebut adalah kewajiban laki-laki memberikan mahar dan nafkah. Sebagai timbal-baliknya, perempuan menjaga hak-hak suami, menjaga diri, serta harta suami saat tidak di rumah.(hal. 76-79). Tentu hal yang sama juga berlaku bagi sang suami. Ia pun harus menjaga hak-hak istri, diri, harta, dan semuanya, termasuk ketika istri tidak bersamanya. *** Dalam karya setebal 280 halaman ini, Rasyid tidak melulu membahas hak dan posisi perempuan. Lebih dari itu, ia juga mengupas persoalan poligami, talak, adab (etika/akhlak), dan keutamaan perempuan muslimah, serta keutamaan ibu atas bapak. Salah satu kelebihan buku ini adalah tinjauan tafsir sosial yang disajikan secara kritis-analitis. Tafsir Rasyid (juga gurunya) dikenal sangat membela kepentingan perempuan, terutama ketika mengkaji hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini tampak dalam pendapatnya ketika menafsirkan QS. 4: 1 yang tidak setuju bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Menurutnya, min nafsin wahidah diartikan min jinsin wahid wa haqiqatin wahidah, dari jenis yang satu dan dari hakikat/subtansi yang satu. (Al-Manar, jilid IV, hal. 327) dan bahwa pada dasarnya Islam adalah agama yang menekankan pernikahan monogami, bukan poligami. Karya yang berani ini layak dijadikan teman diskusi bagi para peminat kajian perempuan. Dengan membaca secara kritis, pembaca akan menemukan ide-ide besar dan aktual di masa kini. Sajian Rasyid ini merupkan "hidangan" lezat bagi semua kalangan, terutama bagi pengkaji fiqh munakahat dan tafsir Al-Qur 'an, aktivis perempuan, serta-tidak ketinggalan-pasangan suami-istri. Buku ini menjadi referensi "utama" bagi para pendamba terwujudnya kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan dari perspektif Islam. Pembahasan yang padat dan penulisan yang runut menjadikan buku ini lebih enak dibaca. Selamat membaca dan mengubah sudut pandang tentang perempuan dan pernikahan. ] [na] WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/