MEDIA INDONESIA
Senin, 11 Juli 2005

Urgensi Reformasi Kesehatan
Yuliana, mahasiswi Pascasarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas 
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia


BEBERAPA pekan terakhir, media massa membombardir kita dengan pemberitaan 
memilukan dari dunia kesehatan. Setelah agak reda dengan berita wabah demam 
berdarah, muncul kasus polio massal, kurang gizi dan busung lapar, dan 
kemudian belakangan muntaber. Potret buram bahkan gelap dunia kesehatan kita 
pun terkuak.

Lebih jauh, kasus-kasus itu juga menggarisbawahi betapa prioritas terhadap 
agenda reformasi kesehatan telah terabaikan selama era reformasi. 
Kasus-kasus itu pun merefleksikan betapa urgennya reformasi kesehatan saat 
ini.

Kekeliruan pendekatan

Kasus-kasus memilukan di dunia kesehatan menandaskan bahwa selama ini 
persoalan-persoalan dunia kesehatan hampir selalu dihadapi dengan pendekatan 
keliru. Tiap persoalan dipecahkan secara symptomatic, yakni hanya dengan 
mengkaji dan memecahkannya pada lokasinya di atas permukaan, bukan pada 
sumber masalahnya. Persoalan dunia kesehatan seolah-olah dihadapi dengan 
memberi obat analgesik yang memang tak akan mampu menyembuhkan sumber 
penyakit, tetapi sekadar mengurangi atau menghilangkan rasa sakitnya belaka.

Wabah penyakit, misalnya, biasanya dihadapi dengan menyatakan keadaan luar 
biasa (KLB), lalu korban-korban yang terkena diberi fasilitas pengobatan 
yang murah atau gratis dan ujungnya masyarakat disalahkan karena tak berpola 
hidup sehat dan kurang sadar akan pentingnya kesehatan. Upaya pun berhenti 
di situ, tak berkembang ke berbagai aspek mendasar di seputar wabah itu.

Kenyataannya, persoalan kesehatan masyarakat (termasuk kemunculan berbagai 
wabah penyakit) biasanya hanya merupakan puncak gunung es. Di bawahnya, ada 
sang gunung itu. Manakala persoalan hanya dihadapi secara symptomatic, hanya 
puncaknya saja yang tersentuh. Sementara itu, magma dan lava di dalamnya 
tetap besar, membara, mengancam.

Busung lapar misalnya, hanyalah puncak dari gunung persoalan kesehatan dan 
sosial masyarakat miskin. Kemiskinan beserta segenap faktor-faktor 
pembentuknya membuat masyarakat pengidapnya terbelakang secara sosial (tak 
punya akses pada informasi, pengetahuan, dan pendidikan) dan tak memiliki 
kemampuan untuk mengakses fasilitas kesehatan yang memang terbatas dan 
sering kali mahal. Kemiskinan membuat masyarakat bukan saja tak punya akses 
ke fasilitas kesehatan (apalagi yang tak gratis), tetapi juga menutup mereka 
dari akses informasi sehingga membuat mereka tak tahu dan tak sadar akan 
ancaman wabah penyakit. Di sini, masyarakat miskin bukannya 'tak mau', 
melainkan 'tak mampu' berpola hidup sehat.

Karena itu, memecahkan soal busung lapar dan muntaber seperti yang sejauh 
ini ditunjukkan, niscaya tak akan menghasilkan perbaikan berjangka panjang. 
Selama semua pihak tak mau mengakui akar persoalan yang tersembunyi di balik 
isu busung lapar itu, perbaikan mendasar dunia kesehatan sulit diharapkan.

Karena itu, yang dibutuhkan adalah perubahan pendekatan (approach) dan kerja 
bersama. Pendekatan ala analgesik mesti diakhiri, digeser oleh pendekatan 
menyeluruh dan mendasar. Selain itu, semua kalangan pemerintah, swasta, dan 
berbagai pihak di tengah masyarakat mesti bekerja bersama mengagendakan 
reformasi kesehatan secara mendasar.

Agenda kerja

Tak pelak lagi, reformasi kesehatan adalah agenda mendesak, penting, dan 
krusial. Urgensinya tak perlu lagi dipertanyakan. Dalam kerangka ini, ada 
setidaknya tiga agenda kerja.

Pertama, kesehatan selayaknya dijadikan salah satu prioritas kebijakan. 
Selama masa reformasi, kesehatan tak pernah menjadi prioritas kebijakan 
publik. Perhatian terhadap bidang kesehatan (bersama-sama bidang pendidikan 
dan penegakan hukum) tenggelam oleh hiruk-pikuk reformasi. Ini mesti 
diakhiri. Semestinya, kesehatan menjadi salah satu prioritas kebijakan 
mengingat posisinya yang sentral dan menentukan dalam membentuk masyarakat 
yang sehat dan siap melakukan perbaikan di berbagai bidang. Kesehatan bahkan 
bisa diibaratkan sebagai tiang utama penyangga masyarakat. Tanpa kesehatan, 
masyarakat di mana pun, di bawah sistem apa pun, akan ambruk.

Perhatian serius mesti diberikan untuk bidang kesehatan. Ini bukan saja 
ditunjukkan dengan kenaikan anggaran bagi sektor kesehatan, melainkan juga 
dengan adanya rancangan kebijakan yang lebih menyeluruh dan berjangka 
panjang. Perbaikan dan perbanyakan fasilitas kesehatan bagi masyarakat harus 
menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Begitu pula dengan sumber 
daya manusianya. Program penyediaan dan perbaikan kualitas (terutama 
kualitas layanan) tenaga kesehatan, baik medis dan para medis serta semua 
tenaga kerja penunjangnya, harus disusun dan dijalankan segera.

Kedua, pemerintah semestinya menjalankan affirmative action di bidang 
kesehatan. Affirmative action adalah program-program khusus yang ditujukan 
untuk bagian-bagian dari masyarakat yang tak beruntung dan selama ini tak 
mampu mengakses fasilitas kesehatan serta membangun pola hidup sehat.

Program-program khusus ini terutama mesti ditujukan bagi perempuan, ibu dan 
anak, masyarakat di daerah tertinggal, masyarakat miskin, masyarakat di 
daerah-daerah konflik, serta para korban bencana alam seperti di Aceh, Nias, 
dan daerah-daerah lainnya. Untuk mewujudkannya, Departemen Kesehatan tak 
bisa kerja sendirian. Harus ada koordinasi dengan departemen dan kementerian 
lain, seperti Departemen Dalam Negeri dan Sosial, Kementerian Pembangunan 
Daerah Tertinggal dan Pemberdayaan Wanita, serta beberapa departemen di 
bidang ekonomi dan pekerjaan umum.

Ketiga, merevitalisasi program-program pendidikan publik dan fasilitas 
publik berbasis komunitas, terutama yang berkaitan dengan kesehatan 
masyarakat. Selama masa Orde Baru telah dimulai sejumlah program seperti 
posyandu, Kelompencapir (Kelompok Pembaca, Pendengar, dan Pemirsa), dan 
program-program penyuluhan masyarakat. Program-program ini selayaknya 
direvitalisasi dengan melakukan perbaikan di sana-sini.

Program-program berbasis komunitas akan punya peran penting bukan hanya 
untuk menangani berbagai wabah penyakit hingga ke pelosok, melainkan juga 
menjadi pusat antisipasi, pencegahan dan penanganan penyakit-penyakit 
berbahaya. Program itu juga sekaligus bisa menjadi pusat pendataan kesehatan 
di tingkat paling bawah dan riil sehingga kita pun selalu punya data 
kesehatan masyarakat yang faktual dan aktual.

Keempat, agenda-agenda di atas hanya bisa berjalan baik manakala disokong 
oleh perubahan atau reformasi dalam Departemen Kesehatan (Depkes). Depkes 
harus dikembalikan ke karakter yang semestinya sebagai pelayan masyarakat. 
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini, pelayanan masyarakat kerap kali 
terhalangi atau terkurangi efektivitasnya karena berbelit-belit dan 
panjangnya birokrasi serta adanya jarak psikologis yang jauh di antara 
masyarakat atau publik dan aparatur atau para pejabat publik. Sering kali 
para pejabat juga lebih memfungsikan dirinya sebagai pejabat dan bukan 
pelayan.

Birokrasi Depkes sepatutnya direformasi sehingga departemen ini bekerja 
sesuai dengan karakternya yang unik, yakni pelayan masyarakat yang 
membutuhkan informasi, penyadaran, bantuan, dan fasilitasi. Birokrasi Depkes 
sepatutnya menjadi salah satu birokrasi yang pertama di antara berbagai 
departemen lainnya yang mampu memberi layanan cepat, segera, profesional, 
tak pandang bulu, efisien dan bebas suap serta korupsi.
Akhirnya, saatnya kita sadari bahwa tanpa reformasi kesehatan, reformasi 
secara umum tak banyak artinya. Reformasi kesehatan pun bukan hanya urgen, 
melainkan juga tak terhindarkan 



WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke