Dari Warung Global Interaktif Bali Post
Sepeser pun Korupsi Harus Diberantas 



MANTAN Presiden Megawati Sukarnoputri menyatakan keprihatinannya atas tindakan 
pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono (SBY). Hal ini bisa menimbulkan persepsi bahwa  sepertinya korupsi 
dilanggengkan. Padahal, sebaiknya sepeser pun seseorang bila melakukan korupsi 
harus tetap diberantas karena hal ini menyangkut komitmen bangsa yakni 
reformasi. Oleh karenanya, disayangkan ada pernyataan semacam ini, apalagi 
datang dari seorang mantan presiden. Demikian antara lain pendapat dalam acara 
Warung Global yang disiarkan langsung Radio Global FM Bali 96,5 Kinijani Jumat 
(29/7) kemarin. Acara ini juga dipancarluaskan oleh Radio Genta Swara Sakti 
Bali dan Radio Singaraja FM. Berikut rangkuman selengkapnya.  

--------------------------

Sinda di Siulan menyatakan tidak mengerti dengan istilah euforia tetapi yang ia 
prihatinkan adalah seorang Mega pernah mengatakan rasa prihatin seperti itu. 
Kita lihat apa yang pernah dilakukannya dalam pemberantasan korupsi. Jangankan 
pemberantasan, sudah menjadi tersangka saja dibebaskan karena hal ini tidak 
terlepas dari cara kepemimpinan Mega. Sinda mengatakan tidak terlalu membela 
pemerintahan yang sekarang tetapi salah satu korupsi adalah 'tabungan' masa 
lalu. Dia lebih mendukung yang mau tapi tak mampu, ketimbang mampu tapi tak 
mau. Pernyatan Mega dikatakan oleh Sinda, berarti seperti membenarkan korupsi 
dan tidak usah diberantas.

Menurut Jujur di Sanglah, kalau pemerintahan tidak berubah lantas apakah kasus 
Puteh bisa dibawa ke pengadilan? Pasti jauh dari harapan, seperti kasus besar 
Buloggate, Tangker, dan lain-lain, semestinya diselesaikan oleh yang 
memberantas korupsi. Jujur bukan melihat dari masalah politisnya tetapi lebih 
pada kepentingan masyarakat yakni kerugian negara yang diakibatkan oleh oknum, 
karena selama ini korupsi dilakukan orang banyak. Semestinya, apa pun yang 
dilakukan harus diingat bahwa itu adalah uang rakyat, bukan uang kelompok. Saat 
ini kerugian yang ditimbulkan yang menjadi persoalan adalah karena yang dikorup 
adalah uang rakyat. Mereka dalam hal ini oknum, sering mengaitkan dengan unsur 
politis padahal masyarakat marah dengan ulah mereka. Kalau kita konsekuen 
melaksanakan pemberantasan korupsi tidak berpatokan pada undang-undang saja 
dalam menangkap pencuri tetapi dengan cara apa pun dia lebih cenderung 
mendukung seperti itu. Namun jika UU diterapkan sepertinya terjadi pembodohan 
karena mereka sendiri yang mengatur UU.

Nang Tualen di Denpasar prihatin atas pernyataan Ibu Mega. Kenapa Mega prihatin 
terhadap pemberantasan korupsi padahal dia sendiri yang mendahului dengan 
membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), jangankan 5 juta, satu juta saja 
korupsi yang dilakukan harus dikejar karena uang yang digunakan adalah uang 
negara.

Natri Udiani di Denpasar berpendapat lain. Dengan menyatakan SBY sekarang lebih 
lemah dari Mega, ia mengibaratkan pemerintahannya kelihatan ompong karena 
pelaku korupsi setelah ditangkap tidak diproses secara tuntas. Semestinya yang 
dilakukan pembersihan terlebih dulu adalah menangkap yang besar-besar, jangan 
hanya bisa menangkap yang kelas teri saja. Natri lebih melihat pada 
keberhasilan Mega dalam membuat perubahan. Tempo hari Mega sudah berani dengan 
mengawali mendirikan KPK, UU Pemilu dan lainnya namun janji 100 hari SBY belum 
terealisasi.

Dewa Pacung di Gianyar sependapat dengan komentar lainnya. Secara pribadi ia 
berharap pemberantasan korupsi sebaiknya diutamakan mereka yang korupsinya 
sangat besar merugikan negara daripada pemberantasan judi, namun ia juga 
menambahkan bahwa apa pun bentuknya yang bisa menimbulkan kerugian negara tetap 
harus diproses secara hukum bukan malah mentok tidak ada ujung pangkalnya.

Agung Adnyana di Sanur mempertanyakan, Mega saat menjabat sebagai Presiden dulu 
dalam upaya memberantas KKN tapi kenapa malah pada pemerintahannya mengeluarkan 
UU calon tersangka boleh menjadi pejabat? Hal ini malah mengarah ke peluang 
untuk bertentangan pada upaya pemberantasan korupsi. Letak semua ini ada pada 
payung hukum yang malah membuat tersendat-sendatnya pemberantasan korupsi. 
Kenapa SBY tidak meninjau hal ini terlebih dulu sebelum nenerapkan hal lainnya 
karena jika hal ini ditinjau maka akan berimbas baik pada faktor perubahan. 
Yang menjadi pertanyaan, apakah pemberantasan korupsi ini hanya dipakai jargon 
saja. Menurut dia, kalau meluruskan satu tugas harus berangkat dari payung 
hukum.

Menurut Anton di Denpasar semua Presiden justru memprihatinkan. Karena dari 
dulu sampai sekarang korupsi tidak pernah diberantas secara tuntas, padahal 
cara memberantas sangat sederhana, yakni ada kemauan untuk berani menerapkan 
hukuman mati kepada koruptor yang merugikan negara di atas 100 Juta. Maka jika 
diterapkan akan menjadi efek jera dan terapi kejut bagi yang akan melakukannya. 
Kalau dikatakan pemberantasan korupsi banyak menangkap orang, ia sependapat, 
memang harus ditangkap dan diadili berapa pun korupsi yang dilakukan asal 
realisasinya nyata. Jika realisasi hukuman tidak ada maka inilah yang terlihat 
menyedihkan.

Goatama di Gianyar mengajak, keprihatinan Mega kita sikapi secara proporsional. 
Kata dia, Mega bukan melarang korptor 1 s.d. 5 juta ditangkap, kalau SBY mau 
menegakkan hukum seharusnya yang besar-besar dulu diadili dan yang kecil 
belakangan karena datanya belum jelas. Tetapi bagaimana dengan saat sebelum 
Mega menjabat? Seharusnya kasus-kasus korupsi juga diselesaikan. Goatama 
melihat pemerintahan SBY ada kemauan tapi keberanian kurang, SBY belum berani 
menangkap koruptor-koruptor besar. Dengan gebrakan ini SBY berharap membuat 
kesan di masyarakat bahwa pemerintah sudah berani menegakkan hukum tapi tidak 
ada kepastian hukuman. 

Jodog di Denpasar melihat pada saat Mega memeritah sistem pemerintahannya 
adalah semi presidensil, presiden terasa dibebani dalam menjalankan 
pemerintahannya berdasarkan GBHN dan konsultasi dengan DPR, tanpa DPR tidak 
bisa menjalankan pemerintahan. Namun sekarang saat SBY menjabat mendapat 
legitimasi dari rakyat, tanpa persetujuan DPR tidak apa yang penting tidak 
melanggar UU. Hal ini terlihat saat SBY menaikkan harga BBM sementara Mega 
harus konsultasi dulu. SBY sebenarnya mendapat mandat luar biasa dari rakyat, 
kalau mau menegakkan UU semestinya SBY bisa melaksanakan pemberantasan korupsi 
tingkat atas namun saat ini yang bisa dipegang SBY hanya yang bawah-bawah saja.

Menurut Ledang di Denpasar, sebetulnya posisi SBY dan Mega saat memegang 
kendali kekuasaan harus selalu mengadakan dengar pendapat dengan DPR. Namun 
jika kasus saat ini dikatakan hanya bersifat politis tidak semuanya benar dan 
saat ini semua sifatnya nasional. SBY berhak mengatasi KKN, mengapa Mega banyak 
mengeluh, apa yang dilakukan SBY karena Mega tidak mampu saat itu menguasai 
keadaan. Saat itu Mega masih ewuh pakewuh dengan orang-orangnya akibat 
diterbitkannya PP 110 dan PP itulah malah menimbulkan kesuburan korupsi. Ledang 
menambahkan, SBY sedang menciptakan rasa takut untuk orang yang tidak mau 
korupsi. Dia juga menilai, dengan peryataan Mega seperti itu malah akan 
menurunkan kredibilitas Mega sendiri.

Ugi di Kediri mengaku gembira dan senang ada seorang pemimpin memperhatikan 
bawahannya, tetapi dalam hal ini kita jangan lupa waktu reformasi bangsa, 
jangan lupa dengan tuntutan reformasi, di antaranya penegakan supremasi hukum, 
pemberantasan KKN. Hal inilah dipakai acuan untuk membersihkan negara.

Jery di Kuta sangat menyayangkan pernyataan Mega. Karena menurut dia, walaupun 
satu rupiah, kalau jelas-jelas terlibat korupsi memang harus ditangkap. Harapan 
kepada SBY dan pasangannya, langkah utama yang dilakukan sebenarnya adalah 
pembersihan di tubuh penegak hukum. Karena yang memproses suatu kasus adalah 
penegak hukum tanpa didahului itu akan susah nantinya. Siapa pun pemimpinnnya 
Indonesia tetap nomor satu korupsinya karena aparatnya masih payah. 

Menurut Putu Suarjana di Singaraja, hukum alam siapa pun orangnya di luar 
sistem akan mampu mengeluarkan ide-ide cemerlang, seperti halnya mantan 
presiden kita mencoba untuk menjadi pengamat tapi ketika berada di sistem maka 
terbelenggu dalam kepentingan individu. Putu bertanya, saat Mega menjadi 
presiden apa yang ia amati di luar sistem terasa benar dan kadang menjadi jalan 
yang benar, ketika menjadi presiden tidak ada yang signifikan yang ia lakukan 
malah dilemahkan oleh orang-orang di sekeliling mereka. Putu  menyatakan 
kesetujuannya terhadap suatu tindakan yang seharusnya dilakukan seorang 
presiden sekecil apa pun bentuk korupsi yang dilakukan harus ditangkap. 

* wis

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/7/30/b1.htm


[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke