Edisi. 22/XXXIV/25 - 31 Juli 2005
    Laporan Utama

Melacak Jejak Virus Pembunuh


Iwan Siswara Rafei dan dua putrinya, Sabrina dan Thalitha, positif meninggal 
akibat flu burung. Mereka menjadi kor-ban tewas pertama di Indonesia akibat 
flu yang mematikan itu. Dari dua penelitian di laboratorium Departemen 
Ke-se-hatan dan Hong Kong, terbukti virus (AI) H5N1 ini virus konvensional. 
Namun, hingga kini belum diketahui da-ri mana mereka terinfeksi. Rasa waswas 
pun melanda. Pemusnahan unggas mulai dilakukan. Lalu bagaimana menangkalnya?

Tim investigasi penularan dan penyebaran flu burung sedang tancap gas. 
Pemicunya adalah hasil uji dari laboratorium rujukan Badan Kesehatan Dunia 
(WHO) di Hong Kong yang diumumkan pada Rabu pekan lalu. Dipastikan, Iwan 
Siswara Rafei, 37 tahun, warga Tangerang, Banten, dan dua anaknya yang 
meninggal secara beruntun terkena virus flu burung. Maklumlah, virus 
pembunuh ini jika tak segera dihambat gerakannya akan makin gawat sepak 
terjangnya.

Mereka tak hanya mengubek-ubek sumber virus flu burung alias avian influenza 
di sekitar rumah keluarga Iwan di Villa Melati Mas, Serpong, Tangerang. 
Dalam beberapa hari terakhir, tim yang beranggota personel dari Departemen 
Pertanian, Departemen Kesehatan, Naval Medical Unit Research dari Angkatan 
Laut Amerika Serikat, dan WHO itu telah menebar petugas ke 21 provinsi yang 
pernah disatroni sang virus. "Kami mencari sumber virus, lalu mengupayakan 
pencegahannya," kata I Nyoman Kandun, Direktur Jenderal Pengendalian 
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan yang menjadi 
komandan tim.

Virus maut yang semula masih misterius itu awalnya menyerang Sabrina Nurul 
Aisah, 8 tahun, anak kedua Iwan, pada 24 Juni. Dia dirawat di Rumah Sakit 
Siloam Gleneagles sejak 29 Juni. Kemudian, Iwan dan anak ketiganya, Thalita 
Nur Azizah, 1 tahun, terkapar sakit. Mereka dirawat di rumah sakit yang sama 
sejak 7 Juli. Belakangan, Thalita sempat diboyong ke Rumah Sakit Harapan 
Kita, Jakarta. Namun, ketiganya tak bisa bertahan. Mereka meninggal secara 
beruntun dalam rentang waktu sepekan. Tinggallah istri Iwan, Lin Rosalina, 
bersama putra sulungnya, Fariz Rizky, 12 tahun.

Dokter Eddy Soeratman, ahli paru di Rumah Sakit Siloam, menaruh curiga atas 
penyakit tiga pasiennya itu. Soalnya, menurut hasil diagnosis awal, pasien 
mengalami pneumonia berat. "Tapi penyakitnya agak janggal, sesak, 
batuk-batuk, panas tinggi selama dua hari, lalu meninggal. Ini kan aneh," 
katanya. Karena itu, Eddy melapor ke Departemen Kesehatan.

Sampel darah Iwan dan dua anaknya kemudian dikirim ke laboratorium rujukan 
WHO di Hong Kong. Laboratorium yang terdapat di Jurusan Mikrobiologi, 
University of Hong Kong, itu memiliki fasilitas penelitian untuk influenza, 
termasuk flu burung. "Seluruh spesimen dari Asia dikirim ke Hong Kong, 
termasuk Indonesia," kata Georg Petersen, perwakilan WHO di Indonesia, 
kepada Ami Afriatni dari Tempo.

Sepekan kemudian, jawaban yang ditunggu-tunggu datang. "Mereka positif 
terkena flu burung," kata Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari. Namun, dia 
belum mengetahui bagaimana virus mematikan yang dalam dunia kesehatan 
dikenal berjenis subtipe H5N1 itu menyerang keluarga Iwan. Inilah kejadian 
pertama flu burung menyerang manusia di Indonesia. Kenyataan ini tentu saja 
mengkhawatirkan, kendati dipastikan virus ini tak menular dari manusia ke 
manusia. "Hanya melalui unggas," kata Siti Fadillah.

Sejak ada kepastian itulah pemerintah membentuk tim investigasi untuk 
menelusuri aktivitas Iwan dan dua anaknya sebelum meninggal. Sardikin Giri 
Putro, Ketua Tim Medis Flu Burung Departemen Kesehatan, ikut mengerahkan 
sejumlah pemantau untuk menyisir jejak Iwan dalam 10 hari terakhir. Menurut 
Lin Rosalina, suami dan anaknya sebelum meninggal pernah pergi ke Bandung 
pada 28 Mei. "Itu adalah perjalanan ke luar kota yang terakhir kalinya," 
kata perempuan 35 tahun ini. Setelah itu, keluarga ini disibukkan dengan 
kegiatan masing-masing. Fariz dan Sabrina menjalani ujian sekolah, suaminya 
sibuk dengan pekerjaan kantor. Lin kembali beraktivitas sebagai staf 
Kementerian Lingkungan Hidup.

Kecurigaan bahwa mereka tertular dari luar kota atau luar negeri 
terbantahkan karena masa inkubasi virus tersebut pada manusia sungguh cepat, 
hanya satu sampai tiga hari. Kemungkinan berikutnya, mencari jejak Iwan di 
luar rumah. Menurut Lin, keluarganya memang senang makan di luar rumah pada 
hari-hari libur. "Biasanya makan daging ayam, " katanya kepada Joniansyah 
dari Tempo. Namun, jika tertular di restoran, tentu seluruh keluarganya 
menjadi korban, juga orang lain yang makan di restoran itu.

Dugaan lain, virus flu burung berasal dari hidangan ayam yang dimasak di 
rumah. Lin sendiri mengaku keluarganya memang menyukai daging ayam. Bahkan 
saking gemarnya, mereka sampai menyediakan stok daging ayam di lemari 
pendingin. Ayam itu dibeli dari penjual sayuran atau pasar swalayan tak jauh 
dari rumah.

Lagi-lagi, kemungkinan itu pupus karena keluarga Lin tak suka daging 
setengah matang. Jadi, ayam selalu dimasak sampai benar-benar matang sebelum 
disantap. Pada daging ayam yang sudah dimasak dipastikan virus avian 
influenza telah terbasmi. Virus ini tak bisa hidup pada suhu 60 derajat 
Celsius. Lagi pula, jika asalnya dari ayam yang dimasak sendiri di rumah, 
tentu virus akan menyerang seluruh keluarga, sedangkan Lin dan seorang 
anaknya sehat-sehat saja.

Masih ada dugaan lain. Penularan mungkin berasal dari unggas di sekitar 
kompleks Villa Melati Mas. Sebab, manusia bisa tertular dari percikan lendir 
yang keluar dari unggas. Bahkan dalam jarak dekat, penularan bisa terjadi 
melalui udara. Ini pun meragukan. "Jika penyebabnya adalah unggas yang ada 
di sekitar tempat tinggalnya, harusnya unggas itu mati lebih dulu," kata 
Sardikin. Selain itu, tentu bukan hanya Iwan dan keluarganya yang terkena.

Lalu dari mana datangnya virus? Tim investigasi penularan dan penyebaran flu 
burung belum menemukan jawabannya hingga kini. Menurut Sardikin, jika kontak 
antara Iwan dan unggas tak ditemukan, maka sulit pula untuk mengetahui asal 
virus.

Yang pasti, selama ini virus flu burung memang sudah menyerang Tangerang. 
Sekitar 15 kilometer dari rumah Iwan terdapat tempat peternakan babi. 
Peternakan itu pernah terjangkit flu burung pada April lalu. Itu sebabnya, 
untuk mencegah penularan, semua babi di sana akan segera dimusnahkan oleh 
pemerintah.

Teknik lain untuk melacak jejak virus yang membunuh Iwan dan anaknya dengan 
mengidentifikasi secara genetik. Caranya, unggas yang terkena virus flu 
burung diperiksa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA)nya. Hasilnya dibandingkan 
dengan virus yang menyerang Iwan. "Jika secara genetik virus itu sama, maka 
sumber virusnya baru bisa diketahui," ujar Sardikin.

Petugas dari Dinas Peternakan Kabupaten Tangerang ikut membantu menelitinya. 
Mereka telah mengambil sampel darah semua ternak unggas dan babi di 
Tangerang yang diduga terjangkit virus flu burung sejak Kamis pekan lalu. 
"Menurut penelitian, virus flu burung yang menyerang ke unggas bisa menular 
ke babi, kemudian ke manusia," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono.

Kendati masih remang-remang, Direktur Pemberantasan Penyakit Menular 
Bersumber Binatang, Departemen Kesehatan, Hariadi Wibisana, meyakini virus 
yang menyerang keluarga Iwan berasal dari satu sumber. Dia pun terus 
berupaya mencari jejak virus itu untuk menemukan modus penularannya-"Sehingga 
mata rantai penularan bisa diputus."

Penularan dari manusia ke manusia pun dideteksi walau kemungkinannya kecil. 
Tim peneliti dari Departemen Kesehatan telah mengambil 315 sampel darah 
keluarga, teman dekat, dan orang yang merawat keluarga Iwan di rumah sakit. 
"Saya termasuk yang diambil sampel darahnya karena menangani korban saat 
dirawat di Siloam," kata Eddy Soeratman. Pengambilan sampel dilakukan pada 
11-13 Juli. Namun, hingga akhir pekan lalu belum ada yang mengeluh demam 
atau sesak napas. "Saya sehat-sehat saja," ujar Eddy.

Selain meneliti sumber virus yang merasuk ke tubuh Iwan dan keluarganya, tim 
itu juga menelusuri bagaimana virus avian influenza bisa datang ke 
Indonesia. Mula-mula virus ini ditemukan di Hong Kong pada 1997, lalu 
menyebar ke berbagai negara di Asia. "Ada kemungkinan penyebarannya melalui 
migrasi burung," kata Siti Fadillah. Memang, virus ini bisa datang bersama 
burung liar, tapi tak membunuh burung yang menjadi indung, hanya menumpang 
terbang.

Di Indonesia, avian influenza diduga telah muncul pada 2003, tapi pemerintah 
baru mengumumkan secara resmi tahun lalu. Sampai saat ini flu burung telah 
menyerang belasan juta unggas di 21 provinsi. Menurut I Nyoman Kandun, 
pemerintah sudah berusaha membasminya. Kemungkinan penularannya terhadap 
manusia juga dipantau. "Kami telah mengantisipasi sejak wabah flu burung 
merebak," kata Kandun. Toh, jatuhnya korban sulit dihindari.

Kini Menteri Siti Fadillah berharap masyarakat tak panik. "Kami segera 
melakukan penyuluhan," katanya. Dia juga mengimbau agar masyarakat waspada 
jika muncul gejala demam dan batuk, apalagi jika setelah bersentuhan dengan 
unggas. Orang juga bisa mencegah penularan flu burung dengan cara sederhana. 
"Terutama dengan menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup sehat," 
ujarnya.

Nurlis E. Meuko, Eni Saeni, Lis Yuliawati, Maria Ulfa

Kepak Maut Flu Burung

2003

29 Agustus: Lima belas ribu ekor ayam mati mendadak di Jawa Tengah.

23 Oktober: Departemen Pertanian menyebutkan penyebab wabah adalah virus 
tetelo dengan jenis Vilogenic vicerotropic.

22 Desember: Pusat Informasi Unggas Indonesia menyebut penyakit flu burung 
ikut serta dalam wabah tetelo itu.


2004

24 Januari: C.A. Nidom, peneliti biologi molekuler Universitas Airlangga 
Surabaya, menyebut penyebab wabah adalah virus flu burung, bukan tetelo. 
Kesimpulan diambil dari identifikasi DNA (deoxyribonucleic acid) dengan 
sampel seratus ekor ayam dari daerah wabah.

25 Januari: Departemen Pertanian baru mengumumkan secara resmi kasus flu 
burung terjadi di Indonesia. Jumlah kematian ayam dilaporkan 4,7 juta ekor. 
Disebutkan pula sejak mewabah di Indonesia, pada 2003 hingga pertengahan 
Maret 2005, sekitar 16,24 juta ekor unggas telah terjangkit flu burung.


2005

9 April: C.A. Nidom menemukan virus flu burung pada babi di Tangerang.

Mei: Sampel darah 81 peternak dari Sulawesi Selatan dikirim ke laboratorium 
referensi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Hong Kong.

Juni: Dari 81 sampel darah itu, ditemukan virus flu burung pada seorang 
peternak dari Sinjai, Sulawesi Selatan. Tapi pada orang tersebut tidak ada 
gejala klinis seperti demam, sesak napas, dan daya tahan tubuh menurun 
drastis.

20 Juli: Pemerintah mengumumkan hasil penelitian terhadap kasus Iwan Siswara 
Rafei, warga Vila Melati Mas, Tangerang, dan dua anaknya, Sabrina dan 
Thalita, yang sepekan sebelumnya meninggal secara beruntun. Dari hasil uji 
spesimen mereka di laboratorium di Hong Kong dipastikan kematian Iwan dan 
dua anaknya karena virus flu burung.


Cara Pencegahan

Unggas

Memusnahkan dengan membakar unggas yang terinfeksi flu burung

Melakukan vaksinasi pada unggas yang sehat

Mencuci alat yang digunakan dalam peternakan dengan desinfektan

Tak mengeluarkan kandang dan kotoran unggas dari lokasi peternakan

Membersihkan kendaraan yang keluar masuk kandang dengan desinfektan


Pekerja Peternakan

Mencuci tangan dengan desinfektan

Mandi setelah bekerja

Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung

Menggunakan alat pelindung diri seperti masker, kaca mata renang, pakaian 
kerja

Tidak membawa peralatan kerja keluar peternakan

Membersihkan kotoran unggas setiap hari


Masyarakat

Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan istirahat 
cukup

Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Mengkonsumsi unggas dengan cara yang benar:

Memilih unggas yang tak ada gejala penyakit pada tubuhnya

Memasak daging ayam dengan suhu sekitar 80 derajat Celsius minimal satu 
menit

Memasak telur dengan suhu sekitar 64 derajat Celsius minimal lima menit


Gejala Unggas

Jengger berwarna biru

Borok di kaki

Kematian mendadak

Masa inkubasi satu minggu


Manusia

Demam, dengan suhu badan di atas 38 derajat Celsius

Batuk dan nyeri tenggorokan

Radang saluran pernapasan atas

Nyeri otot

Masa inkubasi 1-3 hari

Asal-muasal

Flu burung atau Avian influenza merupakan penyakit yang disebabkan virus 
influenza A sub tipe H5N1.

Jenis penyakit ini pertama kali dikenal di Italia pada 1878.

Penyakit ini menyerang unggas, seperti burung dan ayam, kemudian dapat 
menulari manusia.

Penularannya ke hewan lain melalui air liur, lendir dari hidung, dan udara 
yang tercemar virus yang berasal dari kotoran unggas yang terkena flu 
burung. Infeksi H5N1 pada manusia pertama kali terjadi di Hong Kong pada 
1997. 



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to