http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/08/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY Pemerintah dalam Kontroversi Fatwa MUI Denny JA DUA kubu itu sama-sama memahami agama Islam, dan kita asumsikan sama-sama ingin memajukan Islam di Indonesia sebagai percontohan di Asia Tenggara bahkan di dunia. Kubu pertama adalah para kiai yang dihormati di MUI. Kubu kedua adalah para kiai yang juga dihormati beserta cendekiawan seperti Gus Dur dan Masdar Mas'udi. Di kubu MUI banyak yang menjadi pimpinan ormas Islam terbesar NU. Namun, Gus Dur dan Masdar Mas'udi juga pimpinan ormas terbesar NU. Gus Dur sendiri bahkan oleh banyak pendukungnya dianggap "jimat" NU. Dua kelompok itu berbeda sangat diametral mengenai fatwa yang baru saja dikeluarkan MUI. Yang satu mengharamkan banyak hal seperti ajaran Ahmadiyah, liberalisme, pluralisme, sekularisme, dan melarang mengamini pemimpin agama lain dalam doa bersama. Sementara kubu yang satu lagi menentang fatwa pengharaman itu dan menganggapnya sebagai langkah mundur. Publik luas bertanya. Mengapa dua kubu yang sama-sama ahli Islam, membaca buku suci yang sama, menjadi pimpinan ormas Islam terbesar yang sama, namun berbeda pendapat mengenai fatwa yang sangat substansial itu? Bagaimana pula pemerintah seharusnya berperan dalam kerangka demokrasi konstitusional menghadapi perbedaan pemahaman agama di masyarakat? Perbedaan paham agama dalam perspektif sejarah dan kasus dunia tak hanya terjadi di komunitas Islam. Begitu banyak tokoh yang cerdik pandai dan memiliki komitmen dengan agama yang dipeluknya juga saling berbeda. Itu sebabnya mengapa misalnya agama Kristen, Hindu, Buddha dan Islam sendiri saat ini terbagi-bagi dalam banyak sekali kelompok pemahaman. Di Amerika Serikat sendiri misalnya, ada sampai ratusan kelompok pemahaman agama Kristen yang memiliki gerejanya sendiri. Komunitas agama Islam di AS juga terbagi dalam banyak kelompok mulai dari kelompok Sunni, Syiah, Ahmadiyah, Nation of Islam, Rasyad Khalifah, Black Moslem, dan sebagainya. Respons atas keberagaman itu juga beragam. Ada kelompok yang menganggap hanya pemahaman kelompoknya yang diridai dan pemahaman kelompok lain dianggap penyimpangan. Ada kelompok yang ingin lebih jauh lagi menganggap pemahaman kelompok lain sebagai kejahatan. Namun tak sedikit pula yang merasa bahwa perbedaan itu tak terhindari dan sebaiknya hidup bersama secara berdampingan. Mengapa konflik atas ratusan bahkan ribuan pemahaman agama di AS itu sangat minim tingkat kekerasannya? Jawabannya adalah peran pemerintah yang sangat tegas dalam menjalankan konstitusi negara demokrasi. Pemerintah Ada empat prinsip yang seharusnya pemerintah pegang dalam menghadapi keberagaman pemahaman agama warga negara. Pertama, pemerintah mencoba melindungi keberagaman itu dan mencantumkan hak warga negara untuk beragam dalam konstitusi negara. Negara dengan penduduk yang sangat besar dan heterogen, mustahil hanya memiliki satu paham agama. Apalagi di era modern yang sangat terdiversifikasi, perbedaan pemahaman agama tak bisa dicegah oleh kekuatan mana pun. Keberagaman itu dianggap kenyataan sosiologis yang eranya sudah datang. Ratusan bom atom dapat dikerahkan untuk mencegahnya. Jutaan polisi dapat dikerahkan untuk menahannya. Jutaan ahli agama dapat dikerahkan untuk menangkalnya. Namun, seperti dikatakan pepatah, tak ada yang lebih kuat dari sebuah realitas yang waktunya telah datang. Desainer politik modern tak punya pilihan lain selain mengakomodasi keberagaman itu dan melindunginya. Memiliki persepsi mengenai metafisika, Tuhan, rasul, tujuan hidup, adalah hak paling dasar warga negara. Kepercayaan terhadap suatu iman dan pandangan metafisika tak dapat dipaksakan. Kedua, pemerintah tidak ikut campur dan tidak memihak dalam perbedaan pemahaman itu. Setiap komunitas pemahaman tak terhindari menganggap hanya pemahamannya yang benar. Tak terhindarkan pula pimpinan komunitas itu perlu memberikan pedoman kepada pengikutnya untuk mengkonfirmasi kebenaran pemahaman kelompoknya dan kesalahan pemahaman kelompok lain. Karena setiap pemahaman memiliki komitmen yang kuat menyelamatkan dunia dan manusia, tak jarang masing-masing komunitas itu ekspansi dan mempengaruhi kelompok lain untuk meninggalkan pemahaman agamanya atau bahkan menukar imannya. Dalam masyarakat yang lebih keras lagi tingkat konfliknya, tindakan saling mengharamkan antarkomunitas dan pimpinan komunitas itu terjadi. Namun, pemerintah dalam sistem demokrasi berdiri di tengah. Pemerintah tidak membela salah satu komunitas dan menyalahkan komunitas lainnya. Yang dibela pemerintah hanyalah prinsip konstitusi. Sejauh tak ada yang menyalahi konstitusi, pemerintah tak pernah ikut campur mengharamkan atau melarang eksistensi pemahaman agama mana pun. Sekali pemerintah memihak sebuah komunitas dan meninggalkan prinsip konstitusinya, pemerintah itu justru memulai bencana. Ketiga, intervensi pemerintah terhadap keberagaman pemahaman agama hanyalah dalam upaya menjalankan hukum yang berlaku saja. Pemerintah membolehkan setiap kelompok membuat panduan bagi umatnya dan mempublikasi panduan itu. Namun pemerintah mencegah dan menghukum siapa pun yang melakukan kekerasan untuk memaksakan pemahaman agamanya sendiri. Sekali pemerintah membiarkan kekerasan terjadi, dasar dari konstitusi modern dikhianati oleh pemerintah sendiri. Pemerintah akan kehilangan wibawa. Untuk melindungi konstitusi dan hukum pula, pemerintah dapat melarang sebuah pemahaman agama jika mengarah kepada tindakan kriminal dan pornografi saja. Misalnya, ada sekte yang menumpuk senjata dan menciptakan polisi bagi komunitasnya sendiri. Atau ada sekte yang mempraktikkan seks bebas bagi anak-anak di bawah umur. Intervensi itu dilakukan bukan karena pemerintah ingin terlibat dalam pemahaman agama tetapi melindungi hak warga negara dari potensi kekerasan pihak lainnya. Keempat, pemerintah juga membedakan kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Untuk kehidupan publik (wilayah publik, public sphere), harus ada konsensus bersama mengenai apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang. Konsensus itu dibangun berdasarkan prinsip kesamaan warga negara dan diikat dalam aturan hukum nasional. Misalnya, semua warga negara, apa pun pemahaman agamanya, dan apa pun warna kulitnya memiliki hak yang sama untuk menggunakan fasilitas negara. Namun, untuk kehidupan pribadi masing-masing warga negara, pemerintah membiarkan warga itu sendiri yang menentukan. Warga negara itu dibolehkan memiliki gagasan apa pun, atau memercayai pemahaman agama apa pun sejauh tidak melakukan kekerasan dan tidak mengerjakan tindakan kriminal. Pro dan kontra fatwa MUI tak terhindari sebagai bagian dari keberagaman persepsi warga negara Indonesia modern. Yang penting, pemerintah berkomitmen hanya menundukkan diri kepada konstitusi negara yang melindungi keberagaman pemahaman agama warga nega- ra. * Penulis adalah Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia Last modified: 8/8/05 [Non-text portions of this message have been removed] Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/