Wah sampai sebegitu sensitifnya Abah hingga mempertanyakan agama seseorang 
yang jelas Islam.
Saya kira ini adalah persoalan kebahasaan sehingga yang tergambar dalam 
benak Abah, pengaruh dalam makna adanya suatu bentuk tertentu karena 
disebabkan yang lain. Jujur saja, ini merupakan salah "penanda" yang sampai 
kini saya tidak menemukan padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia. 
Dalam bahasa Arab, ini biasa digunakan kata Aatsaar, dan khususnya akan 
banyak muncul dalam kajian-kajian perbandingan lintas bidang, lintas 
sejarah, lintas sosio-kultural.

Saya sendiri tidak menemukan dalam artikel tersebut bahwa keyakinan Mesir 
Kuno mempengaruhi ayat [2:4] selain kesimpulan Abah sendiri. Malah di akhir 
bagian ketiga, penulisnya mengutarakan dengan kata "diakui oleh al-Qur`an 
.." sebagai prasa yang cukup memberikan gambaran bahwa maksud "pengaruh" di 
sini bukanlah bermakna keyakinan Mesir Kuno "punya andil" dalam turunnya 
ayat.

Saya tidak tahu apa kata yang tepat untuk menggantikan kata "pengaruh" ini. 
Kata Aatsaar juga bisa diartikan peninggalan, tapi dalam kontek ini juga 
tidak tepat menggunakan kata itu. Atau maknanya yang lain "bekas" atau 
"kesan" juga tidak tepat. Dalam salah satu diktatnya, Dosen saya Dr. Sayyid 
Taqiyuddin pernah mengkhususkan pembahasan tentang "pengaruh dan 
terpengaruh" ini. Saya bisa memahaminya secara konteks, tapi tidak bisa 
menemukan satuan katanya yang tepat. Dan begitupun, penjelasan yang beliau 
berikan tentang bagian ini tidak lebih dari 2 lembar setengah buku yang 
beliau gambarkan semacam gaung atau pantulan dimana tempat pantulan itu 
berada tetap berdiri sendiri. Hal-hal semacam ini biasanya karena adanya 
suatu bentuk kesamaan sesuatu "di sana" dan "di sini". Seperti contoh, Abdul 
Quddus al-Anshari adalah salah seorang sastrawan Saudi yang rajin menulis 
berbagai jenis karya. Dan salah satu dari jenis tulisannya adalah semacam 
artikel dialogis (bukan ala Plato) yang memuat banyak kritikan terhadap 
kondisi sosial dan politik kekuasaan. Ini merupakan jenis baru yang tidak 
pernah dikenal sebelumnya sebelumnya di Saudi. Namun di Mesir sebelum Abdul 
Quddus, jenis tulisan ini sudah pernah dikembangkan oleh Thaha Husain. Dalam 
konteks seperti ini muncul kajian yang mencoba mencari bentuk kesamaan dan 
bentuk keterhubungan antara keduanya. Karena Thaha Husain lebih dahulu dari 
Abdul Quddus, maka disebut dengan Aatsaar Thaha Husain fi A'maal Abdul 
Quddus. Dan itu bukan bermakna bahwa Thaha Husain punya andil mempengaruhi 
Abdul Quddus untuk menulis dalam jenis itu.

Kebetulan memang buku-buku yang disebutkan oleh artikel itu saya miliki 
sendiri baik Fajr al-Dhamir atau Qabul al-Akhar Dr. Milad Hana. Penggunaan 
"kehidupan sesudah mati" saya pikir memang istilah penulis sendiri. Karena 
yang digunakan dalam buku bahasa Arab itu sendiri adalah Akhirat. Tetapi 
tentu saja dalam penelitian terhadap keyakinan Mesir Kuno, dijelaskan dalam 
bentuk penjabaran yang lebih panjang bagaimana masyarakat Mesir Kuno itu 
sendiri menjalani kehidupan mereka berkenaan dengan adanya keyakinan ini. 
Itulah yang disimpulkan dengan keyakinan adanya kehidupan setelah mati.

Selain keyakinan adanya kehidupan setelah mati pada masyarakat Mesir Kuno, 
ada aatsaar lain yaitu ajaran tauhid yang biasa disebut monotheisme pada 
masa Akhenaten. Adalah lucu kalau kita artikan aatsar itu sebagai pengaruh 
dalam makna ajaran itu yang mempengaruhi atau punya andil pada ajaran 
samawi. Penelitian masih terus berlanjut sehingga ada yang menduga bahwa 
Akhenaten ada hubungannya dengan Nabi Ibrahim. Namun saya pikir itu masih 
terlalu jauh meski di harian al-Ahram dulu pernah saya baca artikel berseri 
yang memaparkan pembahasan ini secara lebih detail, baik dari sudut 
kepercayaan yang lain, perayaan, budaya, geografis dan hal-hal lain.

Intinya, maksud "pengaruh" di sini adalah adanya sesuatu yang berlangsung 
dimana sesuatu itu kemudian juga ada di kemudian hari. Bisa jadi karena 
memang itu benar sehingga oleh Islam dikukuhkan seperti halnya 
masalah-masalah dalam masa Jahiliyah yang bagus sehingga tetap diteruskan 
dalam masa Islam dan bahkan dikukuhkan, baik tetap seperti itu adanya atau 
dengan beberapa perubahan. Jadi "pengaruh" di sini sama sekali tidak bisa 
dikaitkan dengan "asbab nuzul" atau mirip-miriplah dengannya. -:)

Demikian,
Terima Kasih

Aman
http://aman.kinana.or.id


----- Original Message ----- 
From: "H. M. Nur Abdurrahman" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Friday, August 12, 2005 6:35 PM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir


Hasibullah Satrawi menulis:
pengaruh keyakinan Mesir kuno dalam agama-agama samawi. Setidaknya dalam 
tiga hal. Pertama, adanya kehidupan setelah mati.
---------------------------------------
HMNA:
Apa ini Hasibullah Satrawi orang Islam? , pengikut Nasr Hamid Abu Zayd ? 
Adanya kehidupan sesudah mati itu adalah pengaruh paganisme, itukan hasil 
hermeneutika. Adanya kehidupan sesudah mati itu ada dalam Al Quran:
-- WALDzYN YUaWMNWN BMA ANZL ALYK WMA ANZL MN QBLK WBALAKhRt HM YWQNWN (S. 
ALBQRt, 2:4), dibaca: walladzi-na yu'minu-na bima- unzila ilaika wama- 
unzila min qablika wabil a-khirati hum yu-qinu-n, artinya: Dan orang-orang 
yang beriman kepada (Kitab) yang diturunkan kepada engkau (hai Muhammad) dan 
(Kitab-Kitab) yang diturunkan sebelum engkau dan dengan (hari) akhirat 
mereka itu yakin.
Yang benner aje itu hasil ilmu setan hermeneutika, kok bilang ayat [2:4] 
dibilangin pengaruh keyakinan Mesir Kuno.

Apa ini Hasibullah Satrawi  shalat? Setiap 1 x 24 jam ummat Islam yang 
shalat sekurang-kurangnya 17 kali membaca:
-- MLK YWM ALDYN (S. ALFATht, 1:4), dibaca: maliki yaumid di-n, artinya Raja 
atau Pemilik Hari Pengadilan.
Apa ayat [1:4] ini juga pengarus agama Mesir Kuno?

Jangan karena berkampanye pluralisme lalu secara licik menyelipkan hasil 
ilmu setan hermeneutika yang menjadi racun aqidah, yaitu mencoba merusak 
aqidah ABG pembaca tulisannya yang belum mantap aqidahnya. Pantaslah keluar 
farwa MUI mengharamkan pluralisme yang mengancam aqidah ummat Islam grass 
root.

Howgh
***************************************************

  ----- Original Message ----- 
  From: Ambon
  To: Undisclosed-Recipient:;
  Sent: Friday, August 12, 2005 05:54
  Subject: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir


  MEDIA INDONESIA
  Jum'at, 12 Agustus 2005

  Panorama Pluralisme Mesir
  M Hasibullah Satrawi, alumnus Al-Azhar Kairo, Mesir, peneliti di 
Perhimpunan
  Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).



  ISLAM di Mesir berwajah Suni, berdarah Syiah, berhati Koptik, dan 
bertulang
  peradaban Firaun. Begitu dikatakan tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr 
Milad
  Hana, dalam sebuah bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain).
  Pernyataan pemikir asal Mesir di atas menggambarkan wujud dan perjalanan
  pluralisme di Negeri Piramid ini.

  Seseorang yang berkunjung ke Mesir dengan mudah bisa membuktikan kebenaran
  pernyataan di atas. Begitu turun dari pesawat, Anda akan menemukan
  masyarakat Mesir dalam ragam warnanya. Baik dalam berpakaian, warna kulit,
  atau tingkah laku. Anda juga bisa menyaksikan "peninggalan berwarna" di 
sana
  sini. Dari yang paling kuno hingga yang modern. Mulai peninggalan Islam,
  Kristen Koptik, hingga Mesir kuno.

  Tak jauh dari Sungai Nil yang terbentang luas di tengah Kota Kairo, Anda
  akan menemukan masjid dengan model bangunan kuno. Itulah Masjid Amru bin
  'Ash, masjid pertama di Mesir. Di seberang sungai sana, Anda akan 
menemukan
  tiga Piramid yang dibangun antara tahun 2778 dan 2263 SM. Ke selatan dari
  Kairo (sekitar 6 jam perjalanan darat), Anda akan menemukan Gunung Musa 
yang
  disucikan oleh tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam). Di lereng
  gunung ini, terdapat gereja yang menjadi tempat berlindung para pendeta 
dari
  kejaran orang-orang Romawi. Ke arah barat dari Kairo (sekitar 200
  kilometer), Anda akan menemukan Kota Alexandria yang mengombinasikan model
  modern dengan gaya lokal. Apalagi dengan diresmikannya kembali 
Perpustakaan
  Alexandria (pada 18 April 2003) yang menjadi simbol dari setiap peradaban
  yang pernah tumbuh di sana. Dan 10 jam lagi dengan berkendaraan darat ke
  arah utara, Anda akan sampai ke Kota Fir'un, Luxor. Di kota ini, Anda akan
  menemukan peninggalan sejarah yang mencerminkan hakikat pluralitas dan
  kebersamaan masyarakat Mesir kuno. Di Istana Fir'un terdapat 
dinding-dinding
  tinggi menjulang yang terbuat dari batu. Dinding-dinding ini bertuliskan
  hal-hal penting bagi masyarakat Mesir kuno. Seperti nama-nama Tuhan, cara
  melakukan ritual dan kalender. Di samping juga tiang penyangga yang tak
  kalah tingginya. Di halamannya terdapat patung-patung hewan yang 
dipercayai
  sebagai Tuhan penjaga mereka. Dapat dipahami bila Will Durant, sejarawan
  dunia dari Amerika Latin, model pembangunan (arsitektur), dari dulu hingga
  sekarang, pertama kalinya ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (Sejarah
  Peradaban: II: 577).

  Di hari-hari keagamaan seperti Lebaran dan kenaikan Isa Al-Masih, Anda 
akan
  menonton "tayangan pluralisme" yang cukup menyejukkan. Ketika umat Islam
  berlebaran, masyarakat Kristen Koptik mengucapkan selamat kepada mereka.
  Begitu juga sebaliknya. Suasana kebersamaan dan persaudaraan ini 
dicontohkan
  oleh pimpinan dua agama di Mesir ini. Media massa di pelbagai bentuknya
  melansir berita kunjungan Baba Syanudah (pemimpin spiritual tertinggi
  kalangan Kristen Koptik di Mesir) ke kediaman Grand Syaikh Al-Azhar. 
Begitu
  juga ketika umat Kristen Koptik merayakan hari keagamaan. Grand Syaikh
  Al-Azhar berkunjung ke kediaman Baba Syanudah. Semua masyarakat 
menyaksikan
  bagaimana pemimpin mereka saling tersenyum, saling berpelukan dan 
berciuman.
  ***

  Dr Milad Hana mensinyalir ada tujuh bentuk peradaban yang mengalir dalam
  diri masyarakat Mesir. Pertama, peradaban Mesir kuno. Peradaban ini
  diperkirakan bermula pada 3.000 tahun sebelum Masehi. Lebih lanjut tokoh 
ini
  membagi peradaban Mesir kuno ke dalam tujuh fase sejarah. Fase pertama, 
masa
  yang paling kuno (3100-2778 SM). Fase kedua masa negara kuno (2778-2263 
SM).
  Pembangunan piramida terjadi di masa ini. Fase ketiga masa perpindahan
  pertama (2263-2160 SM). Fase keempat masa negara pertengahan (2160-1785 
SM).
  Fase kelima masa perpindahan kedua (1785-1580 SM). Fase keenam masa
  imperialisme (1580-1085 SM), Dan fase ketujuh masa peperangan (1085-341 
SM).

  Kedua, Peradaban Yunani-Romawi (332 SM-68 M). Ketiga, peradaban Koptik. Di
  masa ini Madrasah Alexandria yang kesohor dengan pusat keilmuan itu
  dibangun. Keempat, peradaban Islam. Sementara fondasi peradaban yang 
kelima,
  keenam, dan ketujuh ditinjau dari posisi geografis. Secara geografis Mesir
  mempunyai hubungan dengan Arab, Laut Tengah, dan Afrika (Al-'A'midah
  as-Sab'ah li as-Syakhshiyah al-Mishriyah, hlm 60-137).

  Peninggalan peradaban-peradaban besar ini masih ada dan terawat dengan 
baik
  hingga sekarang. Seperti tiga piramida (Mesir kuno), Masjid 'Amru bin 'Ash
  (Islam), Perpustakaan Alexandria (Yunani-Romawi), Gereja Sinai (Koptik) 
dan
  lainnya. Peradaban-peradaban inilah yang telah membentuk kejiwaan orang
  Mesir. Eksistensi nilai peradaban di atas tak hanya dalam bentuk 
peninggalan
  sejarah, melainkan jauh tertanam dalam diri orang Mesir. Mereka terlahir 
dan
  terbentuk dari spirit pluralitas ini. Hingga tokoh seperti Baba Syanudah
  mengatakan, kami (bangsa Mesir) tidak hidup di negara Mesir. Mesirlah yang
  hidup dalam diri kami.

  Ada beberapa hal yang menarik dari sejarah panjang masyarakat Mesir ini.
  Pertama, interaksi budaya dan keilmuan antarperadaban-peradaban di atas.
  Interaksi ini kemudian melahirkan kemaslahatan bagi masing-masing. Mesir
  mendapatkan konsep filsafat Yunani. Sedangkan Yunani mendapatkan ilmu 
falak,
  matematika, arsitektur dan lainnya.

  Kedua, keberagamaan mereka. Masyarakat Mesir menafsir agama dengan
  kemaslahatan. Oleh karena itu, ketika keluarga yang ke-30 dari penguasa
  Mesir (Firaun) tak mampu melindungi masyarakat dari jajahan Persia,
  masyarakat pun menyambut baik kedatangan Yunani-Romawi setelah Alexandar
  al-Makduni mengalahkan penguasa Persia (332 SM). Begitu juga dengan kisah
  masuknya Islam ke Mesir. Pada waktu itu Islam dianggap sebagai penyelamat
  rakyat Mesir dari "Penderitaan Agung" yang bermula dari polemik keagamaan
  hingga melibatkan campur tangan penguasa (622 M).

  Ketiga, pengaruh keyakinan Mesir kuno dalam agama-agama samawi. Setidaknya
  dalam tiga hal. Pertama, adanya kehidupan setelah mati. Menurut Breasted,
  tokoh dari Inggris yang mendalami tentang Mesir dalam bukunya Fajru
  al-Damir, diterjemahkan oleh Salim Hasan, masyarakat Mesir kuno yang 
pertama
  meyakini akan kehidupan setelah mati. Kedua, konsep kekuasaan (hâkîmiyah)
  Tuhan. Menurut Muhammad Said al-'Asymâwi, pemikir Islam dari Mesir, konsep
  ini pertama tumbuh dalam tradisi kekuasaan Mesir kuno. Mereka meyakini,
  penguasa adalah bayangan Tuhan di muka bumi. Oleh karena itu, setiap
  kebijakan harus mendapatkan restu dari penguasa ini. Pemikiran ini sempat
  diterapkan di Eropa pada abad pertengahan. Yaitu setelah Kaisar Yulius
  berkunjung ke Mesir (120-44 SM). Dari Eropa konsep ini kemudian dianut
  kelompok Khawarij dalam Islam setelah Eropa bersentuhan dengan dunia Islam
  di masa belakangan (Al-Islam as-Siyâsi: 50-52). Ketiga, konsep asketisme.
  Menurut Dr Milad Hana, pemikiran ini pertama kali lahir di Mesir. Yaitu di
  sekitar tahun 250-356 M. Baru pada sekitar tahun 300-356 pemikiran ini
  dikembangkan dan diteorikan.

  Sangat menarik, karena asketisme pada perkembangannya dianggap menjadi
  'doktrin murni' agama-agama samawi. Terutama Islam. Dalam Islam hal ini
  sangat tampak jelas dalam tradisi tasawuf. Bahkan juga diakui Alquran (QS
  19: 26).
  ***

  Yang disampaikan Diana Eck dari Harvard University bahwa pluralisme 'upaya
  memikat dan mengikat pelbagai perbedaan untuk membangun komitmen
  kebersamaan' (www.Islamemansipatoris.com), atau Budhy Munawar-Rachman yang
  memaknai pluralisme dengan 'pertalian sejati kebinekaan dalam 
ikatan-ikatan
  keadaban' (Islam Pluralis: 39) tidak cukup meng-cover pluralisme yang
  berkembang di Mesir ini. Karena pluralisme di sana telah melahirkan
  nilai-nilai keadaban dan peradaban dunia sebagaimana telah disampaikan di
  atas. Tak berlebihan bila dikatakan, Mesir adalah 'Ibu Dunia', sebagaimana
  sering dikatakan dan menjadi kebanggaan masyarakat Mesir. Bila 
perkembangan
  pluralisme di Mesir sudah sedemikian rupa, kenapa di Indonesia tidak? Kita
  hanya membutuhkan satu hal: belajar!


[Non-text portions of this message have been removed]




Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....
Yahoo! Groups Links












------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to