Mau tujuhbelasan, lumayan tuk mengenang sejarah. Membangkitkan nasionalsime, 
semangat perjuangan dan berhenti berdiam diri.

Wassalam,
Ade
===============
> BUNG KARNO:
> 
> APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA? (I)
> 
> Amanat di Depan Kongres Rakyat Jawa Timur Tanggal 24 September 1955
> Di Surabaya
> 
> Saudara -saudaraku sekalian,
> 
> Saya adalah orang Islam, dan saya adalah keluarga Negara Republik
> Indonesia.
> 
> Sebagai orang Islam saya menyampaikan salam Islam kepada Saudara-
> saudara sekalian: Assalamu 'alaikum wr. wb!
> 
> Sebagai warga negara Republik Indonesia saya menyampaikan kepada
> Saudara-saudara sekalian -- baik yang beragama Islam, baik yang
> beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain -- kepada
> Saudara­saudara sekalian saya menyampaikan salam
> nasional: "Merdeka!"
> 
> Tahukah Saudara-saudara arti perkataan "salam" sebagai bagian dari
> perkataan assalamu 'alaikum wr.. wb? Salam artinya damai, sejahtera.
> Jikalau kita menyebutkan assalamu 'alaikum wr. wb, berarti damai dan
> sejahteralah sampai kepadamu. Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah
> jatuh kepadamu. Salam berarti damai, sejahtera. Maka oleh karena itu
> saya minta kepada kita sekalian untuk merenungkan benar-benar akan
> arti perkataan assalamu' alaikum.
> 
> Salam -- damai -- sejahtera! Marilah kita bangsa Indonesia -­-
> terutama sekalian yang beragama Islam -- hidup damai dan sejahtera
> satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai
> memba­hayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai
> gerombolan­-gerombolan yang menyebutkan assalamu 'alaikum, akan
> tetapi membakar rumah-rumah rakyat.
> 
> Salam -- damai! Damai -- sejahtera! Rukun -- bersatu! Terutama
> sekali di dalam revolusi nasional kita belum selesai ini.
> 
> Dan sebagai warga negara merdeka saya tadi memekikkan
> pekik "Merdeka!" bersama-sama dengan kamu. Kamu yang ber-agama
> Islam,kamu  yang beragama Kristen, kamu yang beragama Syiwa Budha,
> 
> Hindu-Bali atau agama lain. Pekik "Merdeka!" adalah pekik yang
> membuat rakyat Indonesia itu -- walau-punjumlahnya 80 juta -
> menjadi : bersatu tekad, memenuhi sumpahnya, "Sekali merdeka, tetap
> merdeka!".
> 
> Pekik "Merdeka!", Saudara-saudara, adalah "pekik pengikat". Dan
> bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan dari bangsa
> yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imperialisme, dengan
> tiada ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, Saudara-
> saudara, ­terutama sekali fase revolusi nasional kita sekarang
> ini -- fase revolusi nasional yang belum selesai -- jangan lupa
> kepada pekik Merdeka! Tiap-­tiap kali kita berjumpa satu sama
> lain, pekikkanlah pekik "Merdeka!".
> 
> Tatkala aku mengadakan perjalanan ke Tanah Suci beberapa pekan yang
> lalu, aku telah diminta oleh khalayak Indonesia di kota Singapura
> untuk mengadakan amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di
> Singapura itu berpuluh-puluh ribu orang Indonesia berdiam. Mereka
> bergembira, bahwa Presiden Republik-nya lewat di Singapura. Mereka
> menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia itu dengan gegap-
> gempita, dan minta kepada Presiden Republik Indonesia untuk
> memberikan amanat kepadanya. Di dalam amanat itu beberapa kali
> dipekikkan pekik "Merdeka!"
> 
> Apa lacur? Sesudah Bapak meneruskan perjalanan ke Bangkok, ke
> Rangoon, ke New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke negara
> 
> Saudi Arabia -- sesudah Bapak meninggalkan kota Singapura -- geger
> pers imperialisme Singapura, Saudara-saudara. Mereka
> berkata:"Presiden Sukarno kurang ajar". Presiden Sukarno menjalanka
> Ill behaviour, katanya. Ill-behaviour itu artinya tidak tahu
> kesopanan. Apa sebab pers imperialisme mengatakan Bapak menjalankan
> ill behaviour, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu Singapura ini
> bukan negeri merdeka -- toh tahu, bahwa di sini masih di dalam
> kekuasaan asing -- kok memekikkan pekik "Merdeka"?
> 
> Tatkala Bapak kembali dari Tanah Suci, singgah lagi di Singapura, --
> Bapak dikeroyok oleh wartawan-wartawan. Mereka  menanyakan kepada
> Bapak: "Tahukah Paduka Yang Mulia Presiden bahwa tatkala PYM
> Presiden meninggalkan kota Singapura di dalam perjalanan ke Mesir
> dan Tanah Suci, PYM dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill-
> behaviour, oleh karena PYM memekikkan pekik Merdeka dan mengajarkan
> kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan pekik Merdeka? Apa jawab
> PYM atas tuduhan itu?"
> 
> Bapak menjawab: "Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang
> Indonesia, warga negara Republik Indonesia, berjumpa dengan warga
> negara Republik Indonesia -- pendek kata jikalau orang Indonesia
> bertemu dengan orang Indonesia -- selalu memekikkan pekik "Merdeka"!
> Jangankan di sorga, di dalam neraka -pun!"
> 
> Nah, Saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan lupa akan
> pekik Merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik Merdeka
> itu. Apalagi -- sebagai Bapak katakan tadi -- dalam fase revolusi
> nasional kita yang belum selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia
> yang beragama Islam, aku menyampaikan kepadamu
> salam "assalamu 'alaikum!" Sebagai warga negara Republik Indonesia
> aku menyampaikan kepadamu "Merdeka!"
> 
> Saudara-saudara, aku pulang dari Bali -- beristirahat beberapa hari
> di sana. Diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada ini malam
> memberikan sedikit ceramah, wejangan, amanat, terutama sekali yang
> mengenai hal, "Apa sebab Negara Republik Indonesia berdasarkan
> kepada Pancasila?" Dan memberikan penerangan tentang hal Panca
> Dharma.
> 
> Tadi, tatkala aku baru masuk gèdung Gubernuran ini, hati kurang
> puas? Apa sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan Bung Karno. Maka
> oleh karena itulah, Saudara-saudaraku dan anak--anakku sekalian,
> maka Bapak minta kepada pimpinan agar supaya Saudara-saudara diberi
> izin lebih dekat. Sebab Saudara-saudara tahu isi hati Bapak ini --
> isi hati Presiden, isi hati Bung Karno --  kalau jauh dari rakyat
> rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat dengan rakyat, rasanya
> laksana Kokrosono turun dari perta-paannya ...
> 
> Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat kepada Saudara-
> saudara, insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku
> berpidato di sini bukan sekadar sebagai Sukarno. Bukan sekadar
> sebagai Bung Karno. Bukan sekadar sebagai Pak Karno.-- Aku berpidato
> di sini sebagai Presiden Republik Indonesia! Sebagai Presiden
> Republik Indonesia aku diminta untuk memberi penjelasan tentang
> Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia didasarkan atas
> Pancasila?
> 
> Dan diminta memberi penjelasan akan Panca Dharma, sebagai yang telah
> kuanjurkan dengan resmi pula di dalam pidato Presiden Republik
> Indonesia pada tanggal 17 Agustus yang lalu. Dan permintaan
> 
> itu, insya Allah kukabulkan pula sebagai Presiden Republik
> lndonesia. Justru oleh karena pada saat sekarang ini saya sebagai
> Presiden Republik lndonesia, maka dengan gembira dan senang hati
> saya memenuhi permintaan untuk memberi penjelasan tentang Pancasila.
> 
> Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena aku ini Presiden
> Republik lndonesia disumpah atas Undang-Undang Dasar kita. Saya tadi
> berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur
> dengan penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai
> Presiden Republik disumpah atas dasar Undang-Undang Dasar kita.
> Disumpah harus setia kepada Undang-Undang Dasar kita. Di dalam
> Undang-Undang Dasar kita, dicantumkan satu Mukaddimah, kata
> pendahuluan. Dan di dalam kata pendahuluan itu dengan tegas
> disebutkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan lndonesia
> yang bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.
> 
> Malahan bukan satu kali ini Pancasila itu disebutkan di dalam Undang-
> Undang Dasar kita. Sejak kita di dalam tahun 1945 telah berkemas-
> kemas untuk menjadi satu bangsa yang merdeka, sejak itu kita telah
> mengalami empat kali naskah.
> 
> Sebelum mengadakan Proklamasi 17 Agustus, sudah ada satu naskah.
> Kemudian pada 17 Agustus 1945, satu naskah lagi. Kemudian tatkala
> RIS dibentuk, satu naskah lagi. Kemudian sesudah itu -- tatkala kita
> kembali kepada zaman Republik Indonesia Kesatuan -- satu naskah
> lagi. Empat kali naskah, Saudara-saudara. Dan di dalam ke-empat
> naskah itu dengan tegas disebutkan Pancasila.
> 
> Pertama, tatkala kita di dalam zaman Jepang, kita telah
> berkemas­kemas di dalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang
> merdeka. Pada waktu itu telah disusunlah satu naskah yang di-namakan
> Jakarta Charter. Di dalam Jakarta Charter itu telah disebutkan
> dengan tegas lima asas yang hendak kita pakai sebagai pegangan untuk
> negara yang akan datang: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan.
> Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.
> 
> Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan kemerdekaan kita
> pada 17 Agustus 1945, dengan tegas pula keesokan harinya. Saudara-
> saudara, kukatakan Undang-Undang Dasar yang kita pakai ini --yaitu
> Undang-Undang Dasar yang kita rencanakan pada waktu zaman Jepang di
> bawah ancaman bayonet Jepang -- kita rencanakan satu Undang-Undang
> Dasar dari Negara Republik Indonesia yang kita proklamirkan pada
> tanggal 17 Agustus 1945. Dan di dalam Undang­Undang Dasar itu
> dengan tegas dikatakan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa,
> Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial!.
> 
> Tatkala -- berhubung dengan jalannya politik -- Negara Republik
> Indonesia Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibuatlah
> Undang­Undang Dasar RIS. Dan di dalam Mukaddimah Undang- Undang
> Dasar RIS ini disebutkan lagi dengan tegas Pancasila.
> 
> Kita tidak senang akan federal-federalan. Segenap rakyat
> mem­protes akan adanya susunan federal iui. Delapan bulan
> susunan RIS berdiri, hancur-lebur RIS, berdirilah Negara Republik
> Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar yang dipakai RIS ini
> diubah lagi menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dari Negara Re-
> publik Indonesia Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi Mukaddimah yang
> mengandung Pancasila.
> 
> Jadi dengan tegas, Saudara-saudara, -- jelas! Empat kali di dalam
> sepuluh tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah
> me­nyebutkan Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Allah s.
> w. t. dinobatkan menjadi Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu
> antara lain ialah setia kepada Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena
> itulah, Saudara-saudara, rasa sebagai kewajiban jikalau diminta oleh
> sesuatu golongan akan keterangan tentang Pancasila-memenuhi
> permintaan itu.
> 
> 
> 
> Dan pada ini malam dengan mengucap suka-syukur ke hadirat Allah
> s.w.t. aku berdiri di hadapan Saudara-saudara. Berhadap-hadapan muka
> dengan kaum buruh, dengan pegawai, rakyat jelata, dengan pihak
> Angkatan Laut Republik Indonesia dan pihak Tentara, dengan pihak
> Mobrig, pihak Polisi, pihak Perintis, dengan pemuda, dengan pemudi --
> berdiri di hadapan Saudara-saudara dan anak--anak sekalian yang
> telah datang membanjiri lapangan yang besar ini laksana air hujan-
> aku mengucap banyak terima kasih kepadamu. Dan insya Allah,
> Saudara­saudara, aku akan terangkan kepadamu tentang apa sebab
> Negara  Republik didasarkan atas dasar Pancasila.
> 
> Saudara-saudara, ada yang berkata Pancasila ini hanya sementara!.Ya,
> jikalau diambil di dalam arti itu, memang Pancasila adalah
> sementara. Tetapi bukan saja Pancasila adalah sementara, bahkan
> misalnya ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar kita -- bahwa Sang
> Merah Putih, bendera kita -- itu pun sementara! Segala Undang-Undang
> Dasar kita sekarang ini adalah sementara.
> 
> Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita
> pakai sekarang ini, malahan disebutkan Undang-Undang Dasar Sementara
> dari Negara Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Ya, oleh karena
> akhimya nanti yang akan menentukan segala sesuatu ialah
> Konstituante. Maka itu, Saudara-saudara, kita akan mengadakan
> pemilihan umum dua kali. Pertama, pada tanggal 29 September nanti,
> insya Allah S.W.T. untuk memilih DPR.
> 
> Kemudian pada tanggal 15 Desember untuk memilih Konstituante.
> 
> Konstituante adalah Badan Pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang­-
> Undang Dasar yang tetap. Konstituante adalah pembentuk konstitusi.
> Konstitusi berarti Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tetap
> bagi Negara Republik Indonesia, yang sampai sekarang ini segala-
> galanya masih sementara.
> 
> Tetapi, Saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku, "Apa yang berisi
> kalbu Bapak ini akan permohonan kepada Allah s. w. t. ?" Terus
> terang aku berkata, jikalau Saudara-saudara membelah dada Bung Karno
> ini, Saudara-saudara bisa membaca di dalam dada Bung Karno memohon
> kepada Allah s. w. t. supaya Negara Republik Indonesia tetap
> berdasarkan Pancasila.
> 
> Ya benar, bahwa segala sesuatunya adalah sementara. Tetapi aku
> berkata, bahwa Sang Merah Putih adalah sementara -- bendera Republik
> Indonesia -- pun sementara! Dan jikalau nanti Konstituante
> bersidang, insya Allah s.w.t., Saudara-saudara-ku, siang dan malam
> Bapak akan memohon kepada Allah s. w. t. agar supaya Konstituante
> tetap menetapkan Bendera Sang Merah Putih sebagai bendera Negara
> Republik Indonesia.
> 
> Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah
> Putih ini. Jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai
> bendera Republik Indonesia.
> 
> Tahukah Saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan
> Republik Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan
> nasional. Apa lagi bukan buatan Bung Karno, bukan buatan Bung Hatta!
> Enam ribu tahun sudah kita mengenal akan warna Merah Putih ini.
> Bukan seribu tahun, bukan dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun,
> bukan empat ribu tahun, bukan lima ribu tahun!-Enam ribu tahun kita
> telah mengenal wama Merah Putih!
> 
> Tatkala di sini belum ada agama Kristen, belum ada agama Islam,
> belum ada agama Hindu, bangsa Indonesia telah meng-agungkan
> war­na Merah Putih. Pada waktu itu kita belum mengenal Tuhan
> dalam cara mengenal sebagai sekarang ini. Pada waktu itu yang kita
> sembah adalah Matahari dan Bulan. Pada waktu itu kita hanya mengira,
> bahwa yang memberi hidup itu Matahari.
> 
> Siang Matahari -- malam Bulan. Matahari merah -- Bulan putih.
> 
> Pada waktu itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih.
> Kemu­dian bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam menyelami
> akan hidup di dalam alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu di
> dalam alam ini dan kita melihat, -- 0, alam ini ada yang hidup
> bergerak, ada yang tidak bergerak. Ada manusia dan binatang, makhluk-
> makhluk yang bergerak. Ada tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa bergerak.
> Manusia dan binatang itu darahnya merah. Tumbuh-tumbuhan darahnya
> putih. Getih - Getah.
> 
> Coba dengarkan hampir sama dua perkataan ini: Getih - Getah.
> 
> Cuma i diganti dengan a. Dulu kita mengagungkan Matahari dan Bulan
> yang di dalam alam Hindu dinamakan Surya Candra. Kemudian kita
> mengagungkan Getih - Getah. Merah - Putih. Saudara-saudara, itu
> adalah fase kedua.
> 
> Fase ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia. Mengerti, bahwa
> kejadian manusia ini adalah dari perhubungan laki dan perempuan,
> perempuan dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki
> adalah putih. Dan itulah sebabnya maka kita turun-temurun
> mengagungkan Merah-Putih. Apa yang dinamakan "gula-kelapa",
> mengagungkan bubur"bang-putih". Itulah sebabnya maka kita kemudian --
>  tatkala kita mempunyai negara-negara setelah mempunyaikerajaan-
> kerajaan -- memakai warna Merah-Putih itu sebagai bendera negara.
> Tatkala kita mempunyai kerajaan Singasari, Merah-Putih telah
> berkibar, terus dirampas oleh imperialisme asing. Tetapi di dalam
> dada kita tetap hidup kecintaan kepada Merah-Putih.
> 
> Dan tatkala kita mengadakan pergerakan nasional sejak tahun 1908
> dengan lahirnya Budi Utomo-dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh NIP
> (Nationaal Indische Partij), oleh ISDP, oleh PKI, oleh Sarekat
> Rakyat, oleh PPPK, oleh PBI, oleh Parindra, dan lain-lain-maka
> rakyat lndonesia tetap mencintai Merah-Putih sebagai warna
> benderanya. Dan tatkala kita pada tanggal 17 Agustus 1945
> memproklamirkan kemerdekaan itu, dengan resmi kita menyatakan Sang
> Merah Putih adalah bendera kemerdekaan kIta.
> 
> Itu semua jika dikatakan sementara, ya sementara! Sebab Konstituante
> belum bersidang. Konstituante mau merubah warna ini??? Lho, kalau
> menurut haknya, boleh saja. Sebab Konstituante itu adalah kekuasaan
> kita yang tertinggi. Penyusun, pembentuk Konstitusi. Jadi kalau
> Konstituante, misalnya, hendak menentukan wama bendera negara
> Republik lndonesia bukan Merah-Putih, ya mau dikatakan apa? Tetapi
> Bapak berkata, Bapak memohon kepadaAllah s. w. t. agar supaya warna
> merah-putih tetap menjadi wama bendera Negara Republik lndonesia.
> 
> Kembali kepada Pancasila. Jika dikatakan sementara, ya
> semen­tara! Lagi-lagi Bapak ini berkata: Allah S.w.t. Dan Bapak
> pun bersyu­kur ke hadirat Allah s.w.t., bahwa cita-cita Bapak
> yang sudah bertahun-­tahun untuk naik Haji dikabulkan olehAllah
> s. w.t. Lagi-Iagi Allah s.w. t
> 
> Saudara-saudara, jikalau aku meninggal dunia nanti -- ini hanya
> Tuhan yang mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang --
> jikalau ditanya oleh Malaikat: "Hai, Sukamo, tatkala engkau hidup di
> dunia, engkau telah mengerjakan beberapa pekerjaan. Pekerjaan apa
> yang paling engkau cintai? Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi?
> Pekerjaan apa yang engkau paling ucapkan syukur kepada Allah s. w.
> t.?"
> 
> Moga-moga, Saudara-saudara, aku bisa menjawabnya bisa menjawab
> demikian atau tidaknya itupun tergantung dari pada Allah s. w.
> t.: "Tatkala aku hidup di dunia ini, aku telah ikut membentuk Negara
> Republik lndonesia. Aku telah ikut membentuk satu wadah bagi
> masyarakat lndonesia".
> 
> Sebagai sering kukatakan, Saudara-saudara, negara adalah wadah.
> 
> Jikalau diberi karunia oleh Allah s. w. t. mengerjakan pekerjaan
> satu ini saja --Allahu'akbar! --aku akan berterima kasih setinggi
> langit. Yaitu untuk pekerjaan ini saja, ikut membentuk wadah.
> Wadahnya -- ­wadahnya saja -- yang bemama Negara ini. Di dalam
> wadah ini adalah masyarakat. Wadah yang dinamakan negara ini adalah
> wadah untuk masyarakat.
> 
> Membentuk wadah adalah lebih mudah daripada membentuk masyarakat.
> Membentuk wadah adalah bisa dijalankan di dalam satu hari sebenamya -
> - wadah yang bernama Negara itu.
> 
> Tidakkah Saudara-saudara dari sejarah dunia kadang-kadang mendengar,
> bahwa oleh suatu konferensi kecil sekonyong-konyong diputuskan
> dibentuk negara ini, dibentuk negara itu. Misalnya, dahu­lu
> sesudah peperangan dunia yang pertama, tidakkah negara
> Ceko­slovakia sekadar dengan coretan pena dari suatu konferensi
> kecil. Membentuk negara, gampang! Dulu di sini juga pernah dibentuk
> Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, hanya dengan dekrit Van
> Mook, Saudara-saudara! Tetapi coba membentuk masyarakat, susah!
> 
> Membentuk masyarakat, kita harus bekerja siang dan malam, bertahun-
> tahun, berpuluh-puluh tahun, kadang-kadang berwindu-windu, berabad-
> abad. Masyarakat apa pun tidak gampang dibentuknya. Itu meminta
> pekerjaan kita terus-menerus. Baik masyarakat Islam, maupun
> masyarakat Kristen, maupun masyarakat sosialis. Bukan bisa dibentuk
> dengan satu dekrit, Saudara-saudara, dengan satu tulisan, dengan
> satu unjal napas manusia. Membentuk masyarakat makan waktu! Ya, aku
> bermohon kepada Tuhan, dibolehkanlah hendaknya ikut membentuk
> masyarakat pula.
> 
> Masyarakat di dalam wadah itu. Tetapi aku telah bersyukur seribu
> syukur kepada Tuhan, jikalau aku nanti bisa menjawab kepada Malaikat
> itu, bahwa hidupku di dunia ini ialah antara lain-lain telah ikut
> membentuk wadah ini saja. Membentuk wadah yang bernama negara dan
> wadah ini buat satu masyarakat yang besar. Walaupun rapat ini lebih
> dari satu juta manusia, Saudara-saudara, wadah itu bukan kok cuma
> buat satu juta manusia ini saja. Tidak! Wadah yang bernama negara,
> negara yang bernama Republik Indonesia itu adalah wadah untuk
> masyarakat Indonesia yang 80 juta, dari Sabang sampai ke Merauke!
> Dan masyarakat Indonesia ini adalah beraneka agama, beraneka adat-
> istiadat, beraneka suku. Bertahun--tahun aku ikut memikirkan ini.
> Nanti jikalau Allah s.w.t. memberikan kemerdekaan kepada kita --
> dulu Bapak berpikiran yang demikian-lah -- jikalau Nega­ra
> Republik Indonesia telah bisa berdiri, negara ini agar supaya
> selamat, agar bisa menjadi wadah bagi segenap rakyat Indonesia yang
> 80 juta,
>  Negara harus didasarkan apa?
> 
> Tatkala aku masih berumur 25 tahun, aku telah memikirkan hal ini.
> Tatkala aku aktif di dalam pergerakan, aku lebih-lebih lagi
> memi­kirkan hal ini. Tatkala di dalam zaman Jepang, tetapi oleh
> karena tekad kita sendiri, usaha kita sendiri, pembantingan tulang
> sendiri, korbanan kita sendiri -- tatkala fajar telah menyingsing --
> lebih-lebih lagi kupikirkan hal ini. Wadah ini hendaknya jangan
> retak. Wadah ini hendaknya utuh sekuat-kuatnya. Wadah untuk segenap
> rakyat lndo­nesia, dari Sabang sampai ke Merauke yang beraneka
> agama, beraneka suku beraneka adat-istiadat.
> 
> Sekarang aku menjadi Presiden Republik lndonesia adalah karunia
> Tuhan. Aku tidak menyesal, bahwa aku dulu bertahun-tahun memikirkan
> hal ini. Dan aku tidak menyesal. bahwa aku telah mem­formulir
> Pancasila. Apa sebab? Barangkali lebih dari siapa pun di lndonesia
> ini, aku mengetahui akan keanekaan bangsa lndonesia ini. Sebagai
> Presiden Republik lndonesia aku berkesempatan sering-sering untuk
> melawat ke daerah-daerah.
> 
> Sering-sering aku naik kapal udara. Malahan jikalau di dalam kapal
> udara aku sering-sering --katakanlah -- main gila dengan pilot.
> Pilot terbang tinggi, aku tanya kepadanya: Saudara pilot, berapa
> tinggi? "12.000 kaki, Paduka Yang Mulia." - Kurang tinggi, naikkan
> 
> lagi!
> 
> "13.000 kaki." - Hahaa, kurang tinggi, Bung! "14.000 kaki." - Kurang
> tinggi!
> 
> "15.000 kaki." - Kurang tinggi!
> 
> "16.000 kaki." - Kurang tinggi!
> 
> "17.000 kaki. " - Kurang tinggi!
> 
> "Sudah tidak bisa lagi, Paduka Yang Mulia. Kapal udara kita sudah
> mencapai plafon".
> 
> Plafon itu ialah tempat yang setinggi-tingginya bagi kapal udara
> itu. Aku terbang dari barat ke timur, dari timur ke barat. Dari
> utara ke selatan, dari selatan ke utara. Aku melihat tanah air kita.
> Allahuakbar, cantiknya bukan main! Dan bukan saja cantik, sehingga
> benarlah apa yang diucapkan oleh Multatuli di dalam kitab Max
> Havelaar, bahwa lndonesia ini adalah demikian cantiknya, sehingga ia
> sebutkan, "Insulinde de zich daar slingert om den evenaar als een
> gordel van smaragd -- Indonesia yang laksana ikat pinggang terbuat
> daripada zamrud berlilit-lilit sekeliling khatulistiwa!" lndahnya
> demikian.
> 
> Ya memang, Saudara-saudara, jikalau engkau terbang 17.000 kaki di
> angkasa dan melihat ke bawah. kelihatan betul-betul lndonesia ini
> adalah sebagai ikat pinggang yang terbuat dari zamrud, melilit
> mengelilingi khatulistiwa. Berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu--
> ribu pulau Saudara lihat. Dan tiap-tiap pulau itu berwarna-warna.
> Ada yang hijau kehijauan, ada yang kuning kekuningan. Indah permai
> tanah air kita ini, Saudara-saudara. Lebih dari 3000 pulau. Bahkan
> kalau dihitung dengan yang kecil-kecil, 10.000 pulau-pulau.
> 
> Terbanglah kapal udaraku datang di daerah Aceh. Rakyat Aceh
> menyambut kedatangan Presiden -- rakyat beragama Islam. Terbang lagi
> kapal udaraku, turun di Siborong-borong, daerah Batak. Rakyat Batak
> menyambut dengan gegap-gempita kedatangan Presiden Republik
> Indonesia -- agamanya Kristen.
> 
> Terbang lagi, Saudara-saudara, ke dekat Sibolga -- agama Kristen.
> 
> Terbang lagi ke selatan, ke Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan --
> ­agama Islam. Demikianlah pula di Jawa. Kebanyakan ber-agama
> Islam, di sana Kristen, sini Kristen. Terbang lagi kapal udaraku ke
> Banjarmasin -- kebanyakan Islam. Tetapi di Banjar-masin itu aku
> berjumpa utusan-utusan dari suku Dayak, Saudara-saudara. Malahan di
> Samarinda aku berjumpa dengan utusan--utusan, bahkan rakyat
> 
>  Dayak yang 9 hari 9 malam turun dari gunung-gunung untuk
> menjum­pai Presiden Republik Indonesia. Mereka tidak beragama
> Islam, tetapi beragama agamanya sendiri.
> 
> Aku ber-ibu orang Bali. Ida Ayu Nyoman Rai nama Ibuku. Malahan aku
> jikalau beristirahat di Tampaksiring, desa kecil di Bali, rakyat
> Bali menyebutkan aku -- kecuali Bung Karno, Pak Karno -- menyebutkan
> Ida Bagus Made Karno. Aku melihat masyarakat Bali yang dua juta
> manusia itu beragama Hindu-Bali. Di Singaraja ada masyarakat Islam
> sedikit. Di Denpasar ada masyarakat Islam sedikit. Terbang lagi
> kapal udaraku ke Sumbawa -- Islam. Terbang kapal udaraku ke Sumbawa -
> - Kristen Protestan. Terbang kapal udaraku ke Flores, pulau di mana
> aku dulu diinternir -- rakyat Flores kenal akan Bung Karno, Bung
> Karno kenal akan rakyat Flores -- sebagian besar rakyat Flores itu
> beragama Rooms Katholik (Kristen). Terbang lagi kapal udaraku ke
> Timor -- sebagian besar rakyatnya Protestan Kristen. Terbang lagi
> kapal udaraku ke Ambon -- Kristen. Sekitar Ambon itu adalah
> masyarakat Kristen. Terbang lagi ke utara, ke Ternate -- Islam di
> Ternate. Dari Ternate terbang ke Manado, Minahasa sekeliling-nya --
> Kristen.
>  Ke selatan, Makasar -- Islam. Di tengah Sulawesi, Toraja --
> sebagian besar Kristen, sebagian belum ber-agama. 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to