REPUBLIKA

Selasa, 16 Agustus 2005

Kemerdekaan, Korupsi dan Pendidikan 




Nandar Suryadarna
Ketua Jaringan Antikorupsi untuk Keadilan Rakyat (Jantrak), alumnus (PhD) Ohio 
University. 


Dalam usia ke-60 tahun kemerdekaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 
sedang bergulat mengatasi aneka problem kompleks dan krusial. Sebab seluruh 
ruang kehidupan publik telah goyah tergerus kasus ko rupsi. Akibatnya, 
kesenjangan sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, dan keagamaan semakin 
tajam dan keadilan kian jauh.

Dalam situasi demikian, NKRI membutuhkan kepemimpinan bangsa yang kuat, agar 
negeri kita bisa cepat bebas dari krisis multidimensi. Kepemimpinan yang kuat 
mencakup moral, intelektual dan manajerial. Seperti halnya kemerdekaan 
Indonesia yang tercapai berkat kepeloporan founding fathers, begitu juga kini 
dibutuhkan keteladanan para pemimpin kita dalam mendidik diri masing-masing. 
Agar mereka memiliki integritas moral maupun kecakapan intelektual dan 
manajerial yang memadai untuk membebaskan bangsa kita dari budaya korupsi.

Krisis moral di antara pemimpin kita sudah mencapai titik nadir. Hal ini 
menunjukkan bahwa mereka telah gagal dalam mendidik dirinya sendiri. Sehingga 
mustahil berhasil mendidik rakyatnya untuk membebaskan diri dari belenggu 
budaya korupsi. Budaya korupsi ini sudah tertanam kuat sejak zaman penjajahan. 
Karena pada masa itu Belanda dan Jepang secara sistematis mengambil hak 
kekayaan bangsa kita untuk diangkut ke negaranya.

Sebab itu, jika para pemimpin kita sekarang ini masih memiliki rasa kemanusiaan 
yang adil dan beradab, mereka perlu berlama-lama becermin pada keteladanan 
founding fathers. Dinamika kepemimpinan nasional para pendiri NKRI menunjukkan, 
sebelum mendidik dan menggembleng jiwa rakyatnya, mereka lebih dulu mendidik 
dirinya sendiri.

Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, H Agus Salim, Dr Sutomo, Bung Tomo, dan 
Jenderal Sudirman hanyalah sebagian dari banyak pemimpin bangsa Indonesia yang 
berhasil mendidik dirinya sendiri.

Karena founding fathers memiliki komitmen perjuangan bangsa berlandaskan 
integritas moral maupun kecakapan intelektual dan manajerial, mereka sukses 
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Setelah 
dijajah bangsa asing yang mengeksploitasi kekayaan Nusantara sekitar 350 tahun.

Apa bedanya?
Tapi apa bedanya mentalitas pemimpin masa kini dengan bangsa penjajah, jika 
mereka sama-sama mengeruk kekayaan rakyat dengan melakukan korupsi? Ini berarti 
pikiran para koruptor dari pemimpin kita tidak merdeka atau masih dikuasai 
mentalitas bangsa penjajah. 

Jika bangsa-bangsa asing menjajah Indonesia untuk memakmurkan negara dan rakyat 
mereka, para koruptor yang jumlahnya kian membengkak di negeri kita telah 
menjajah dan merampas hak-hak milik rakyat demi kemakmuran pribadi, keluarga, 
dan kelompoknya sendiri. Akibatnya, kemiskinan dan ketidakadilan sosial-ekonomi 
di negeri ini semakin meningkat.

Dengan demikian terwujudnya cita-cita dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 
1945 masih 'jauh panggang dari api'. Padahal, kemerdekaan adalah bebasnya 
rakyat dari kemiskinan dan kebodohan, lalu menjadi bangsa yang mandiri dalam 
kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan budaya guna mewujudkan keadilan 
sosial yang merata.

Cita-cita kemerdekaan NKRI ini jangan sampai dilupakan, sebab merupakan 
motivasi utama dalam medan perjuangan murni bagi terselenggaranya kehidupan 
bangsa yang cerdas, adil, sejahtera, dan dilindungi kemerdekaan beragamanya 
seperti ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi landasan 
struktural kenegaraan kita. 

Krisis ekonomi di Indonesia, bukan hanya disebabkan tingkat korupsinya yang 
sudah parah, tetapi juga karena rekayasa dan penjajahan ekonomi dari negara 
kapitalis seperti pernah diprediksikan proklamator Bung Karno tahun 1964. Hal 
ini disebabkan ketidakmampuan para pemimpin kita untuk menegakkan kedaulatan 
ekonomi di negara sendiri.

Sementara itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia ada di ranking 112 
dunia, masih di bawah Vietnam. Akibatnya, NKRI dengan kandungan sumber daya 
alamnya (SDA) yang melimpah (kehutanan, pertambangan, kelautan, 
perkebunan/pertanian, dan lain-lain) dieksploitasi negara kapitalis dan para 
koruptor, sehingga memis-kinkan rakyat kita dengan pendapatan rata-rata per 
kapita di bawah 1.000 dolas AS per tahun.

Karena terbelenggu kebodohan, kita menjadi bangsa pengimpor beras terbesar di 
dunia yang mencapai 3,7 juta ton per tahun, belum lagi gula, kedelai, bahkan 
garam. Padahal kita adalah negara agraris dengan kepulauan yang lautnya sangat 
luas.

Revitalisasi pertanian yang kini diserukan pemerintah sebatas slogan. Kehidupan 
petani kita kian terpuruk karena harga jual gabah yang makin jatuh dibanding 
harga barang lainnya, daya beli menurun, sementara lahan pertanian kian sempit. 
Padahal petani merupakan jumlah terbesar dari penduduk kita di pedesaan.

Tugas para pemimpin dan pendidik di jaman penjajahan memang untuk membebaskan 
Tanah Air dari belenggu bangsa asing, tetapi di alam kemerdekaan ini bumi 
pertiwi mengamanatkan mereka untuk membebaskan rakyat dari jeratan kemiskinan 
dengan memerangi budaya korupsi dan kebodohan tanpa henti.

Pendidikan yang memerdekakan
Fenomena korupsi, kemiskinan dan kebodohan di negeri kita ini memberi pelajaran 
bahwa pemberdayaan SDM melalui pendidikan internal (dari, oleh dan untuk diri 
sendiri/otodidak) maupun eksternal (melalui lembaga pendidikan formal dan 
non-formal) harus segera dicarikan dan dilakukan dengan paradigma baru.

Dunia pendidikan kita belum memerdekakan anak didik. Sebab ilmu pengetahuan dan 
teknologi yang mereka peroleh tidak bisa membebaskan dirinya menjadi manusia 
mandiri secara sosial dan ekonomi, juga terperangkap pada feodalisme 
(mentalitas warisan penjajah) demi mengejar gelar tanpa isi keilmuan yang 
aktual. Mentalitas korupsi juga kian menguat karena mudahnya orang bisa membeli 
ijazah aspal (asli tetapi palsu). 

Masyarakat mulai frustrasi menghadapi dunia pendidikan yang cenderung elitis 
dan mahal, tetapi tak terkait realitas perubahan kehidupan sekitar mereka. 
Meningkatnya pengangguran terkait dengan minimnya kreativitas seseorang. 
Mandulnya kreativitas juga mudah memicu orang untuk menempuh jalan pintas demi 
memenuhi kebutuhan materi, misalnya dengan melakukan korupsi.

Sebab itu, kita perlu paradigma baru konsep keilmuan yang bersifat memerdekakan 
anak didik dengan memacu kreativitasnya untuk mengatasi tantangan hidup di 
sekitarnya secara cerdas. Implikasinya, anak didik harus diajarkan untuk 
mengetahui/memahami realitas kehidupan sendiri. Apalagi jika kehidupan mereka 
masih jauh dari pemahaman terhadap realitas secara benar dan aktual. 

Ini masih ditemukan pengajaran ilmu tentang ekonomi tetapi dengan menggunakan 
setting realitas yang tidak dijumpai dalam kehidupan aktual, karena ilmu 
ekonomi dirumuskan oleh orang dengan realitas yang berbeda dengan kehidupannya 
sendiri. Ilmu ekonomi di Barat yang kapitalistik, tentu jauh dari realitas 
kehidupan ekonomi bangsa kita yang berbasis usaha mikro, kecil, dan menengah di 
pedesaan. Sebab itu, pendidikan yang memerdekakan harus menyerap realitas 
sosial dan ekonomi, bahkan menjadi jawaban atas realitas itu sendiri. 

Tetapi dengan realitas yang ada, siapkah para pendidik kita memerdekakan anak 
didik dari mentalitas korupsi? Masalahnya, realitas psikologis menunjukkan, 
sebaik apa pun konsep keilmuan yang diajarkan, sukses para pendidik sangat 
tergantung sejauh mana keteladanan dan kedisiplinan dalam melakukan tugasnya.

Kita tak bisa menutup mata masih banyaknya guru yang korupsi waktu, belum lagi 
yang berbisnis buku di tempatnya mengajar, dan memungut besaran uang masuk 
sekolah dengan melanggar peraturan pemerintah. Banyaknya koruptor tak terlepas 
dari realitas 'Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.'

Membenahi semua ini harus dimulai dari para pendidik itu sendiri, agar mereka 
jadi layak menyandang predikat pahlawan tanpa tanda jasa.




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to