Artikel lama saya 30 Juli 2003 dibawahnya  tanggapan dari pak Ton

=======================
LEGALISASI ABORSI ATAU LIBERALISASI ABORSI
Tanggapan terhadap rencana amandemen UU no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

oleh He-Man

Isu pelegalan aborsi kembali mengemuka dalam usulan amandemen terhadap
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.Tidak pelak lagi usulan ini
menghasilkan tanggapan pro maupun kontra di kalangan masyarakat.

Kalangan yang menentang usulan ini didominasi oleh kalangan agamawan.Bahkan
pada tanggal 22 Januari 2003. Majelis-majelis Agama di Indonesia seperti
Majelis Ulama Indonesia (MUI) , Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI),
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia
Pusat (PHDI), dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) beserta
sejumlah LSM yang dikordinir oleh LSM Komnas Gerakan Sayang Kehidupan
membuat pernyataan bersama yang intinya menolak upaya legalisasi aborsi
tersebut.

Alasan yang dipakai oleh kalangan ini utamanya tertuju kepada masalah
moralitas.Alasan yang sama dengan suara penentang legalisasi aborsi
lainnya yang di dunia dikenal juga sebagai kelompok pro live.Walaupun
demikian ada sedikit perbedaan sikap mengenai aborsi bagi korban
perkosaan yang dikemukakan oleh perwakilan dari kelompok kristen
dan Islam.Kelompok kristen melalui Pdt Natan Setiabudi (PGI) menolak
dengan keras aborsi dengan alasan apapun termasuk perkosaan sementara
rekannya K.H Umar Shihab dari MUI menyatakan kebolehan melakukan
aborsi dalam keadaan darurat.

Pandangan kalangan kristen sendiri dipengaruhi oleh pendapat teologis
yang menyatakan bahwa kehidupan sudah terjadi sejak pembuahan
sel telur oleh sperma.Sementara kalangan Islam  cenderung membolehkan
aborsi dalam kasus-kasus darurat termasuk perkosaan asalkan usia
kandungannya di bawah 120 hari yang dalam pandangan teologis Islam
adalah usia dimana ruh mulai ditiupkan .

Sementara itu di sisi lain desakan untuk melegalkan aborsi juga bertiup
dengan kencang .Hal ini terutama disuarakan oleh kalangan LSM diantaranya
PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia) sebuah LSM bentukan
pemerintah.Alasan utama yang dikemukakan kalangan ini adalah untuk
meminimalisir efek yang diakibatkan aborsi tidak aman/ilegal oleh
tenaga-tenaga medis yang tidak memilki kualifikasi yang memadai yang
seringkali menimbulkan kematian , selain juga sebagai pilihan alternatif
bagi warga negara dalam menghadapi masalah kehamilan yang tidak
diinginkan.Desakan kelompok ini juga diperkuat dengan fakta bahwa
pemerintah telah menandatangani konvensi Kairo tahun 1994 yang
salah satu butirnya menyatakan akan menghentikan praktik aborsi
yang ilegal dan tidak aman yang banyak menimbulkan kematian
dan komplikasi buruk pada kaum perempuan.

(catatan : konvensi ini bisa di download di bagian files milis WM)

Untuk menjawab kekuatiran sebagian pihak  Ketua Pengurus Harian
Nasional (PHN) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Prof Dr Azrul Azwar MPH dalam pembukaan rapat pleno III
Pengurus Nasional PKBI tanggal 30 September 2002 menegaskan
legalisasi aborsi tidak sama dengan liberalisasi aborsi.Ia kemudian
menambahkan bahwa legalisasi aborsi dan peraturan mengenai aborsi
dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan baik dari segi keamanan maupun
biaya (Media Indonesia,2 Oktober 2002)

Kalau diteliti lebih jauh alasan ini memang cukup beralasan.Angka
kematian ibu hamil di Indonesia termasuk tertinggi di Asean yaitu
373 per 100.000 kelahiran hidup dimana 11 % nya diakibatkan
oleh aborsi (ilegal).

 Sementara itu untuk menepis anggapan bahwa pelegalan aborsi sama
sengan pelegalan sex bebas , Zumrotin K Susilo dari Yayasan Kesehatan
Perempuan menyatakan lebih 70% aborsi dilakukan oleh perempuan
menikah yang hidup harmonis dan telah memiliki beberapa orang anak.
Fakta yang dikemukannya tersebut juga menepis anggapan yang timbul
di kalangan masyarakat , bahwa sebagian besar aborsi dilakukan oleh
remaja atau orang dewasa yang belum menikah atau akibat perselingkuhan.

Lebih jauh lagi ia juga menjelaskan kelahiran yang tidak diinginkan yang
berakhir dengan tindakan aborsi tidak hanya terjadi akibat hubungan
di luar nikah, tetapi juga karena gagal melakukan KB, tidak mengetahui
informasi/konseling, maupun akibat tidak memakai alat kontrasepsi.
(Media Indonesia ,17 April 2003).


Sementara itu dalam draf RUU Kesehatan yang dibahas oleh DPR , pengaturan
tentang aborsi  terdapat pada pasal 60  ayat 1 dan ayat 2 yang menyebutkan
"Pemerintah berkewajiban melindungi kaum perempuan dari praktik pengguguran
kandungan yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab
melalui
peraturan perundang-undangan". Sementara dalam ayat 2 dijelaskan,
"pengguguran kandungan yang tidak bermutu antara lain dilakukan tenaga
kesehatan tidak professional dan dilakukan tanpa mengikuti standar profesi
yang berlaku".

Dari pasal ini terlihat bahwa pembatasan aborsi hanya ditujukan pada
upaya-upaya pelarangan praktek aborsi oleh tenaga non medik dan
metode non medik seperti melalui dukun dan/atau obat-obatan tradisional.
Sementara batasan-batasan mengenai syarat dan kondisi seseorang bisa
atau diperbolehkan melakukan aborsi sama sekali tidak dibahas.Dengan
kata lain seseorang dipekenankan melakukan aborsi tanpa perlu alasan
ataupun pembatasan apapun asalkan dilakukan oleh dokter yang
profesional di fasilitas medik yang memadai dan ditunjuk oleh pemerintah.

Dengan demikian maksud kata-kata "legalisasi aborsi bukan liberalisasi
aborsi" seperti yang dikemukakan kalangan pro legalisasi aborsi lebih
pada upaya penertiban praktek aborsi dalam bentuk tenaga , fasilitas
dan pelayanan (medis) nya saja bukan pada  pembatasan orang yang
diperbolehkan melakukan aborsi.

Menurut hemat penulis praktek semacam ini cukup berbahaya bahkan
bisa dikatakan sangat liberal.Dalam praktek pelegalan aborsi di
negara liberal seperti Amerika Serikat saja dikenai sejumlah pembatasan
pembatasan khusus bila seseorang diperbolehkan melakukan aborsi
misalnya usianya sudah cukup untuk menentukan pilihannya sendiri.
Apabila perempuan yang hendak melakukan aborsi itu masih dibawah
umur maka ia harus mendapat pendampingan dan persetuan orang tua
dan menempuh beberapa tahapan konseling terlebih dahulu.

Sementara dalam Rancangan Amandemen UU Kesehatan hal semacam
ini tidak diatur sama sekali.Tidak ada pembatasan sama sekali mengenai
siapa-siapa yang dibolehkan melakukan aborsi.Semua orang dibolehkan
melakukan aborsi berdasarkan pilihannya sendiri.Penulis tidak menafikkan
pendapat yang menghendaki pelegalan aborsi akan tetapi perlu juga
diatur upaya pembatasan-pembatasan mengenai siapa-siapa yang
dibolehkan melakukan aborsi yang didasarkan alasan-alasan yang dapat
diterima misal dalam kasus kehamilan akibat perkosaan , mengandung
anak cacat , membahayakan nyawa sang ibu , usia sang ibu yang
masih di bawah umur dll , dimana pada proses pra maupun pasca
aborsi sang ibu berhak dan wajib didampingi oleh tenaga konseling.

Apabila hal seperti ini tidak diatur maka upaya legalisasi aborsi sama
saja dengan upaya liberalisasi aborsi yang hanya menguntungkan sebagian
pihak seperti rumah sakit , klinik medis , perusahaan farmasi dll.Sementara
masalah tanggung jawab moral diabaikan.Sehingga rasanya kita tidak
bisa menyalahkan apabila muncul tanggapan keberatan yang secara
keras disuarakan oleh berbagai komponen masyarakat.Untuk itu pihak
yang mendesak pelegalan aborsi harus secara tanggap menerima
dan mencari titik temu dengan pihak yang menentang rencana itu
dan mencari format yang bisa memuaskan semua pihak.

======

----- Original Message ----- 
From: "Kartono Mohamad" <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, July 31, 2003 1:18 AM

Mas He-Man, bunyi usulan dalam rancangan tersebut memang demikian, tetapi
kan dinyatakan bahwa "melalui peraturan perundang-undangan". Jadi ya perlu
dibuat peraturan perundang-undangan tentang abortus yang dianggap dapat
dilakukan secara legal (sesuai aturan hukum). Dalam aturan itulah antara
lain disebut: (1) batasan abortus yang dianggap cukup aman untuk dilakukan,
(2) alasan-alasan yang diperbolehkan untuk abortus; (3) persyaratan pelaku
dan sarana abortus; (4) persyaratan bagi yang memerlukan abortus (termasuk
perlunya informed consent); (5) persyaratan konseling; (5) prosedur abortus
yang sesuai dengan standar profesi; (6) pelayanan pasca abortus; (7)
pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran.
Peraturan perundangan tersebut dapat berupa undang-undang dapat pula berupa
Peraturan Pemerintah (PP).
Jadi tujuannya bukan liberalisasi tetapi regulasi.
Kalau mau lebih jelas dapat cari presentasi saya di pertemuan POGI
(Persatuan Obstetri dan Ginekologi) di Yogya beberapa minggu yang lalu,
serta presentasi saya di pertemuan CEDAW yang diselenggarakan oleh Pusat
Studi Wanita UI bulan lalu.
KM
 
=========




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke