Assalamu'alaikum ww,

Pak Ambon dan Pak HMNA, menurut saya bukan masalah celaka atau 
sistem kontrol, tapi bagaimana developing policies that put family 
first, atau pro-family oriented. Seperti tulisan saya di bawah.

wass,
Jehan


"H. M. Nur Abdurrahman" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Mestinya UU-anti korupsi dibikin baru dan diubah dasar fiosofinya, 
yaitu isteri dan anak di atas 17 tahun ikut juga terpidana, sehingga 
terjadi Built in Control System (BiCS). Apa itu BiCS? Pasti abdul 
latif yang ilmunya cetek itu tidak tahu. Lihat Seri 010 di bawah.

>   From: Ambon 
> 
>   Refleksi: Yang korupsi sang suami,  turut kena getah  isteri.  
Celaka? Ataukah memang  istri juga berpartisi mumpun suami menduduki 
kursi empuk?  Hanya Yang ada di awan-awan saja yang tahu.  Saya kira 
DPRD ini hanya ikan teri yang dikorbankan. Kapan DPRRI? 
----------------------------------------------------


Korupsi Bak Narkoba
 
Mohammad Jehansyah Siregar 

Akhirnya kita sadar bahwa wabah korupsi dan narkoba telah begitu 
luas berjangkit di tanah air. Berbagai kalangan secara umum 
melihatnya sebagai masalah lemahnya hukum dan pemerintahan, selain 
masalah manusia dan budayanya. Gagasan-gagasan untuk memberantas 
korupsi dan narkoba pun, seperti perlunya perbaikan sistem birokrasi 
dan pendidikan, muncul dari dua kutub ini: sistem dan manusianya. 
Namun berbagai pendekatan dan gagasan tersebut terkesan masih 
bersifat parsial dan tidak menyeluruh. 

Tulisan ini mencoba melihat berbagai kesamaan korupsi dan narkoba 
melalui sudut pandang jaringan sosial (social networks) dengan 
melihat relasi-relasi yang berkembang di masyarakat. Padanan ini 
menjelaskan fenomena jejaring korupsi dan narkoba yang luas di 
tengah masyarakat sebagai suatu penyakit sosial yang bersifat 
mewabah. Ada beberapa ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara 
keduanya, yaitu jaringan yang struktural, adanya tingkat akut 
keterjangkitan, sifat mewabah yang sulit dideteksi, faktor 
kesempatan yang terbuka, dan kemampuan jaringan untuk bertahan. 

Jaringan korupsi dan narkoba bersifat struktural dan memiliki banyak 
kesamaan. Di dalam jaringan korupsi ada biang, kroni, dan pendukung 
koruptor. Sedangkan di dalam jaringan narkoba ketiga tingkatan 
tersebut menjelma menjadi bandar, pengedar, dan para pemakai 
narkoba. Kelompok terakhir adalah kelompok potensial koruptor maupun 
potensial pemakai narkoba, yang tentunya lebih luas lagi. Kelompok 
potensial ini baru mendapat pengaruh setelah memasuki lingkungan 
yang korup atau lingkungan pemakai narkoba. Sedangkan biang koruptor 
tergolong rakus dan tidak mempan walaupun dengan solusi menaikkan 
gaji. Demikian pula dengan bandar yang tidak pernah jera-jera. Jadi 
struktur korupsi dan narkoba ini secara umum bersifat hirarkis 
struktural sekaligus juga berbentuk jejaring (hierarchical and 
networked) yang memiliki dimensi horizontal dan vertikal yang kuat. 

Analogi korupsi dan narkoba menunjukkan adanya tingkatan hirarkis. 
Tidak sama biang koruptor dengan mereka yang terpaksa korupsi dan 
tidak sama pula bandar dengan pemakai narkoba. Dalam kasus-kasus 
korupsi dan narkoba kita melihat para tersangka berupaya untuk 
mengambil tingkatan yang serendah-rendahnya. Mereka menghindari 
tuduhan berat sebagai biang korupsi atau bandar narkoba karena 
mengetahui adanya ancaman hukuman yang bertingkat pula. 

Pada gilirannya, disebabkan sifatnya yang mewabah, jaringan korupsi 
dan narkoba ini sangat sulit dideteksi gejala dan penularannya. 
Tidak seperti kebiasaan buruk lain yang mudah dilihat semisal 
kebiasaan tidak mau antri. Kita akan kesulitan menemukan pengaruh, 
transaksi, dan rencana-rencana yang dibuat secara kasat mata di 
dalam jaringan korupsi dan narkoba. Banyak orangtua yang merasa baik-
baik saja begitu terkejut setelah mendapatkan anaknya ngedrugs 
bahkan hingga meninggal akibat overdosis. Sering pula anggota 
keluarga yang merasa nikmat saja rezeki di rumah, lalu betapa 
terkejutnya setelah polisi datang mencokok anggota keluarga yang 
disayangi karena tuduhan korupsi. 

Di dalam sistem jaringan, faktor kesempatan korupsi menemukan 
padanannya pada faktor peluang terkena narkoba, yang sangat terbuka 
dan meneror masyarakat. Kesempatan korupsi tidaklah berdiri sendiri, 
sebagaimana peluang terkena narkoba, tidak menghampiri begitu saja. 
Ada konteks berupa jaring-jaring yang menyebar di masyarakat, baik 
dalam bentuk relasi-relasi sosial seperti pergaulan, rekan kerja dan 
sebagainya. Di sini bisa kita lihat bahwa faktor kesempatan secara 
sosial sifatnya jauh lebih terbuka dibanding faktor kesempatan yang 
prosedural-institusional. Penulis berpendapat jaringan sosial bisa 
dimanfaatkan untuk menciptakan kesempatan prosedural di dalam suatu 
sistem. Sistem pengawasan administrasi serta pasal hukum yang 
semakin berlapis-lapis menjelaskan modus-modus baru selalu dapat 
diciptakan oleh manusia pelakunya. 

Struktur koruptor dan pelaku narkoba juga membentuk jaringan yang 
sangat rapih. Semua yang terlibat di dalam jaringan saling bahu 
membahu. Walaupun sering terjadi perselisihan namun adanya jaringan 
yang kuat seringkali dapat menutupinya agar tidak terungkap. 
Jaringan korupsi dan narkoba mampu melindungi praktik dan anggotanya 
dari endusan pihak luar. Bagi yang tidak bisa bekerjasama, akan 
mendapat tekanan yang kuat untuk ke luar jaringan. Bagi yang berada 
di jajaran bawah akan disepak atau bahkan terancam jiwanya. Bagi 
yang berada di jajaran tengah didiamkan saja sampai akhirnya mundur 
teratur. Sedangkan terhadap jajaran di atas, jaringan akan 
mempertahankan diri dengan memberi halusinasi yang menyesatkan. Para 
pejabat tinggi yang memiliki semangat pembaruan seringkali sulit 
menembus jaringan korupsi di tingkat bawahnya. Demikian pula dengan 
mantan bandar narkoba yang insyaf, seringkali terancam jiwanya oleh 
jaringannya semula. 

Mendekati permasalahan korupsi dan narkoba melalui pendekatan 
jaringan (network approach) ini menunjukkan, dalam tingkatan yang 
berbeda-beda, betapa wabah korupsi dan narkoba ini telah menjangkiti 
seluruh lapisan anak bangsa. Adanya regenerasi dan mobilitas karir 
yang dinamis di dalam jaringan korupsi dan narkoba akan membuatnya 
semakin mewabah sehingga tidaklah mengherankan jika Indonesia tetap 
digolongkan negara terkorup di dunia dan surga narkoba. Rendahnya 
indeks pembangunan manusia Indonesia juga memberi sinyal betapa 
rentannya wabah ini menyebar sekaligus sulitnya upaya 
pemberantasannya. 

Penulis menilai berbagai gagasan untuk mengatasi masalah korupsi dan 
narkoba masih bersifat parsial, belum menyeluruh dan terpadu. Kita 
sepakat perlunya penegakan hukum yang tanpa pandang bulu. Ada 
harapan besar dari sepak terjang KPK belakangan ini. Namun KPK 
mengatakan penegakan hukum saja tidak cukup. Dalam rekomendasinya 
KPK menyebutkan perlunya reformasi sistem birokrasi. Namun begitu, 
kita telah pula mendengar pernyataan Presiden SB Yudhoyono tentang 
adanya resistensi yang tinggi di tingkat birokrasi. 

Pertanyaannya kemudian, apakah upaya hukum dan perbaikan birokrasi 
saja mencukupi? Di satu sisi memang sistem tata kelola negara yang 
baik harus segera dimulai untuk membangun sistem birokrasi yang 
bersih, akuntabel dan transparan. Di sisi lain, bagi mereka yang 
beranggapan tidak memadai, langsung melihat akar masalahnya ada pada 
moral bangsa yang telah rusak. Namun sayangnya tinjauan seperti ini 
seringkali hanya menawarkan solusi imbauan seperti 'mulailah dari 
diri sendiri' dan sebagainya. Solusi seperti ini menurut penulis 
lebih menggambarkan keputusasaan belaka ketimbang upaya 
mengembangkan penanganan yang stratejik. Untuk itu, melalui 
pendekatan jaringan yang melihat korupsi dan narkoba sebagai 
fenomena yang mewabah di masyarakat, upaya penanggulangan perlu 
dilakukan secara lebih komprehensif dan simultan melalui penanganan 
di semua lini dan tingkatan jaringan, dengan memperhatikan pola dan 
karakter setiap relasi dan simpul jaringan di tengah masyarakat. 

Untuk menangani biang dan kroni korupsi serta bandar dan pengedar 
narkoba, kiranya perlu ditangani dengan penegakan hukum yang 
memberatkan. Kita bisa belajar dari ketegasan PM Zhu Rongji, yaitu 
hukuman mati bagi koruptor di Cina, dan bisa pula mencontoh "war on 
drugs" nya PM Thaksin yang telah menghukum mati para pengedar 
narkoba di Thailand. Tekad Presiden dan pemerintahan R.I yang kuat 
untuk memberantas korupsi dan narkoba sudah menunjukkan langkah 
maju. Pengungkapan dan penegakan hukum yang setegas-tegasnya sangat 
diharapkan masyarakat melalui kedua badan KPK dan BNN. 

Bagaimana menangani mereka yang tergolong pendukung korupsi atau 
pemakai narkoba, yang tentunya lebih banyak jumlahnya? Kiranya perlu 
dilakukan upaya penyadaran yang bersifat kuratif. Mengingat jejaring 
yang terbangun tidak mudah dihilangkan begitu saja, apalagi jika 
hanya mengandalkan pendekatan top-down. Perbaikan sistem birokrasi 
perlu dilakukan dengan pengaturan kembali beban kerja, tanggung 
jawab, kewenangan, dan sistem penggajian. Para rekanan pun perlu 
mengubah kebiasaan memberi sogokan menjadi tanda terima kasih saja, 
yang untuk selanjutnya dihilangkan. Dalam masalah narkoba, 
pendekatan kuratif perlu didukung penyediaan fasilitas rehabilitasi 
oleh pemerintah, yang aksesibel bagi semua lapisan masyarakat, yang 
bertujuan untuk mengembalikan para pecandu kepada kehidupannya 
semula. 

Namun demikian, pendekatan hukum dan upaya kuratif tersebut, 
hanyalah menyentuh dua lapisan teratas sumber wabah korupsi dan 
narkoba. Sedangkan mobilitas karir dan dinamikanya menyebabkan 
perlunya perhatian di lapisan calon pengganti, yaitu di kelompok 
potensial, potensial koruptor maupun narkoba. Mengingat lingkup 
kelompok potensial yang luas ini, kiranya perlu dilakukan strategi 
yang lebih bersifat preventif. 

Penulis berpendapat upaya preventif secara luas adalah dengan segera 
membuat strategi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh 
masyarakat. Namun bukan dengan mengulangi kembali jargon-jargon orde 
baru, di mana rumusan kebijakan yang baik tidak dijumpai praktiknya 
di masyarakat. Strategi tersebut adalah dengan membangun kebijakan 
dan program-program yang berorientasi keluarga atau pro-family. 

Keluarga adalah inti masyarakat dan negara, demikian Aristoteles. 
Hal ini bermakna betapa pentingnya lembaga keluarga di tengah 
masyarakat. Kebijakan dan strategi yang menempatkan keluarga-
keluarga sebagai agen perubahan masyarakat, itulah yang perlu 
dikembangkan dan menjadi basis dalam pembangunan manusia Indonesia 
seutuhnya. Kesejahteraan masyarakat hanya ada jika keluarga-keluarga 
di dalamnya sejahtera, dan demikian sebaliknya. 

Di negara-negara yang telah maju sistem kesejahteraan sosialnya, 
bisa dijumpai kajian-kajian studi keluarga telah berkembang cukup 
lama di dunia akademik, yang mendasari pembangunan wacana pro-
keluarga, yang meluas hingga terangkat di berbagai bentuk 
pertarungan kebijakan publik dan berbagai program pemerintah. 

Untuk itu, berbagai kebijakan kesejahteraan keluarga di era Orba 
perlu direvitalisasi dalam suatu program pembangunan manusia dan 
keluarga yang lebih utuh. Meliputi berbagai aspek kesejahteraan, 
menyentuh berbagai tingkatan lembaga, serta dibangun di dalam 
kerangka kebijakan yang mampu menjangkau kebijakan-kebijakan lain di 
berbagai sektor, yang berdampak langsung maupun tak langsung 
terhadap kesejahteraan keluarga-keluarga Indonesia. 

 
http://www.waspada.co.id/opini/artikel/artikel.php?article_id=65149








------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke