Hidup Hizbut Thahrir, partai politik Islam yang bercita-cita 
mendirikan Daulah Khalifah zaman Kerajaan Ottoman. Tapi nanti dulu, 
tolong bereskan kebodohan dan keterbelakangan umat Islam terlebih 
dahulu, agar mereka bukan saja bebas buta huruf tapi bebas pula dari 
indoktrinasi, paradigma, dogma yang meyesatkan dan menyempitkan otak 
mereka untuk berpikir secara rasional, analitical dan jujur.

Salam,
AJ

 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurrahman" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
> 
> WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
> [Kolom Tetap Harian Fajar]
> 339. Mengapa Alergi Terhadap Partai Politik?
> 
>     Kalau hasrat mengeluarkan aspirasi dikekang puluhan tahun, 
lalu tiba-tiba kekangan itu dilepas, maka orangpun bebas berunjuk-
rasa dari yang tertib sampai yang berakibat menurunkan 
> kurs rupiah, dari aspirasi murni hingga aspirasi titipan yang 
dibayar, menyembur seperti air yang menerpa keluar dari bendungan. 
Tidak terkecuali hasrat ingin berkumpul yang dikekang sehingga 
berakumulasi ibarat air dalam bendungan, setelah diberi kebebasan, 
maka bermunculanlah sejumlah partai politik. Seorang demokrat 
tidaklah perlu alergi dengan munculnya partai politik yang banyak 
itu, karena itu akan diseleksi oleh rakyat melalui Pemilu.
> 
>     Ada alasan dangkal bagi pengidap alergi partai politik itu. 
Yakni yang penting sekarang adalah bagaimana menurunkan harga 
Sembako. Saya katakan dangkal oleh karena para pengidap alergi 
partai itu tidak dapat melihat jangka pendek dan jangka panjang. 
Menurunkan harga Sembako adalah jangka pendek, harus dengan segera 
ditanggulangi. Itulah pekerjaan kita semua, baik masyarakat maupun 
pemerintah. Bahu-bahu membantu dengan otak dan otot. Memberikan 
input kepada pemerintah cara terefisien penyaluran beras ke konsumen 
di pasar-pasar. Membantu memberikan informasi kepada yang berwajib 
tentang orang-orang yang terlibat dalam aktivitas subversi yaitu 
mafia beras yang menimbun beras untuk dilempar ke pasar luar negeri, 
sementara masyarakat kesulitan beras. Atau semacam demo Sembako para 
mahasiswa Teknologi Industri UMI yang berjalan kaki membagikan paket 
Sembako kepada abang-abang becak yang berpos pada simpang jalan 
antara Jal.Urip Sumoharjo dengan Jal.Racing Centre, Jal.Pampang 
Raya, dan Jal.Pongtiku. Itulah jangka pendeknya. 
> 
>     Kemudian jangka panjangnya ialah mengupayakan kestabilan 
politik, sehingga berlangsung pembangunan yang adil yang sesuai 
dengan aspirasi masyarakat. Untuk itu perlu diselenggarakan 
> Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan 
bersih, untuk memilih wakil-wakil kita yang akan membawakan aspirasi 
kita dalam MPR dan DPR. Untuk itulah perlu partai politik. 
> 
>     Sebenarnya pada zaman Orde Baru ada juga yang alergi terhadap 
partai politik. Tetapi tidak alergi terhadap partai politik pada 
umumnya, melainkan alergi terhadap partai politik yang berasaskan 
Islam. Boleh jadi alergi itu adalah penyakit rekayasa sebagai 
perintis ke arah asas tunggal (menurut GBHN, satu-satunya asas). 
Yang menderita penyakit simptomatik alergi itu dipelopori oleh 
Nurcholis Majid dengan semboyannya yang terkenal: Islam, yes. Partai 
Islam, no! Maka disamping muslihat wasit menjadi pemain (baca: 
birokrat sebagai panitia Pemilu) dalam Pemilu, Nurcholis Majid 
secara komunikasi politik ikut pula bertanggung jawab dalam strategi 
menciptakan monster yang disebut single majority, yaitu Golkar.
> 
>     Firman Allah SWT dalam Al Quran: 
> -- WLTKN MNKM AMT YD'AWN ALY ALKHYR WYaMRWN BALM'ARWF WYNHWN 'AN 
ALMNKR WAWLAaK HM MFLhWN (S. AL 'AMRAN, 3:104), dibaca: waltakum 
mingkum ummatuy yad'u-na ilal khayri waya'muru-na bil ma'ru-fi 
wayanhawna 'anil mungkari waula-ika humul muflihu-na (s. ali 'ilra-
n), haruslah ada di antara kamu kelompok yang menyampaikan pesan-
pesan kebajikan, memberikan perintah dengan arif dan mencegah 
kemungkaran, dan mereka itu orang-orang yang mendapat kemenangan.
> 
>     Kalimah WLTKN -waltakun- dalam ayat (3:104) itu terdapat Lam 
Al Amr, yaitu huruf Lam yang menyatakan perintah, sehingga apa yang 
dinyatakan ayat itu wajib hukumnya tentang adanya kelompok berupa 
organisasi ataupun partai politik dalam kalangan ummat Islam. 
Sehingga mendirikan organisasi da'wah untuk menyampaikan pesan-pesan 
kebajikan dan organisasi berupa partai politik untuk memberikan 
perintah dengan arif dan mencegah kemungkaran merupakan fardhu 
kifayah. Organisasi da'wah menjalankan komunikasi berjenjang naik 
(bottom up) dan partai politik meneruskan kekuatan bertangga turun 
(top down).
> 
>     Selama ini baik secara perorangan maupun secara organisasi 
da'wah Islamiyah telah dilancarkan secara intensif. Secara 
perorangan seperti para khatib melalui Khuthbah Jum'ah, para 
muballigh melalui ceramah-ceramah dalam bulan Ramadhan dan selesai 
shalat wajib berjama'ah, melalui majlis ta'lim, melalui peringatan 
mawlid dan isra/mi'raj, melalui media televisi dan tulisan-tulisan 
berupa artikel di media cetak dan berupa makalah dalam diskusi. 
Secara organisasi berupa seruan dari organisasi-organisasi da'wah 
seperti Dewan Da'wah, Muhammadiyah, NU, Persis, dll., bahkan fatwa 
dari Majelis 'Ulama. 
> 
>     Mereka itu semua telah  menyampaikan pesan-pesan kebajikan. 
Akan tetapi mereka itu semua selama ini tidak dapat memberikan 
perintah dengan arif dan mencegah kemungkaran. Mengapa khatib, 
muballigh, da'i, Dewan Da'wah, Muhammadiyah, NU, Persis dll, hanya 
sebatas menyampaikan pesan, namun tidak dapat memberikan perintah 
dengan arif dan mencegah kemungkaran? Karena mereka tidak punya 
otoritas untuk Ya"MuRuWNa memerintahkan, memberikan instruksi. 
Apakah mereka itu semua para khatib, muballigh, da'i, Muhammadiyah, 
NU, Persis dll, dapat memberikan sanksi jika penyelenggara tempat-
tempat maksiyat yang berkedok tempat hiburan itu tidak mau menutup 
night clubnya? Jika mereka itu memberikan sanksi dengan mengerahkan 
massa untuk mengobrak-abrik tempat-tempat maksiyat itu, tentu saja 
mereka sanggup, akan tetapi dengan cara itu mereka akan melanggar 
hukum positif yaitu menjadi hakim sendiri secara beramai-ramai.
> 
>     Untuk itu ummat Islam supaya dapat melakukan ya'muru-na bil 
ma'ru-fi wayanhawna 'anil mungkari , haruslah membentuk kekuatan 
dengan mendirikan partai politik berasaskan Islam. Partai politik 
berasaskan Islam ini bukan hanya sekadar menampung aspirasi ummat 
Islam, akan tetapi yang terpenting ialah membumikan Nilai Wahyu di 
atas bumi Indonesia. Yaitu mentransfer Nilai Wahyu sebagai Rahmatan 
lil'A-lami-n menjadi konsep dasar dalam menyusun sistem politik, 
ekonomi, dan pemerintahan sehingga tidak terjadi "one man show". 
Sistem itu diwujudkan berupa peraturan perundang-undangan di negara 
Republik Indonesia. Itulah gunanya mendirikan partai politik 
berasaskan Islam, dan ini tidak keluar dari bingkai reformasi 
seperti yang telah dibahas dalam Seri 338 pada hari Ahad yang lalu. 
Kita tidak sependapat dengan Nurcholis Majid (jika seandainya masih 
demikian pendiriaannya). Alhasil kita katakan Islam, yes. Partai 
Islam, yes. WaLla-hu a'lamu bishshawab.
> 
> *** Makassar, 13 September 1998
>     [H.Muh.Nur Abdurrahman]
> 
> ================================
> 
> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
> 
> WAHU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
> [Kolom Tetap Harian Fajar]
> 611. MUI vs Fiqh Lintas Agama
> 
> Setelah sekian lama ditunggu jawabannya, akhirnya pihak Paramadina 
memberikan jawaban menerima tantangan debat publik pada hari Kamis, 
15 Januari 2004, di kampus UIN Jakarta, atas buku yang 
berjudul 'Fiqih Lintas Agama' terbitan Paramadina. Sayangnya, dalam 
debat publik itu, Nurcholis Madjid dan Komarudin Hidayat tidak 
bersedia hadir, demikian menurut Ketua Departemen Informasi dan Data 
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Fauzan Al Anshori kepada 
eramuslim. Fauzan menyatakan kekecewaannya, karena MMI menginginkan 
untuk melakukan debat langsung dengan Nurcholis Madjid karena dialah 
yang dianggap icon Islam Liberal di Indonesia. Dikatakan Fauzan, 
pihak Paramadina akan diwakili oleh Dr. Zainun Kamal dan Juhairi 
Misrowi. Wakil Ketua Amir MMI dan Ketua Departemen Penegakan Syariah 
Islam MMI menilai ketidaksiapan Nurcholis Madjid, barangkali karena 
kekhawatiran akan mengalami nasib serupa ketika berdebat dengan Dr. 
Daud Rasyid di tahun 1992 di Taman Ismail Marzuki.(*) 
> 
> ***
> 
> Sampai kolom ini ditulis belum diperoleh publikasi secara resmi 
hasil debat publik itu. Untuk itu ada baiknya jika dikemukakan 
romantika debat di Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta, Senin 26 Agustus 
2002. Debat di Al-Azhar itu menampilkan Dr Zainun Kamal sebagai 
pembicara utama, Prof Dr Amin Suma mantan Dekan Fak Syari'ah IAIN 
Jakarta selaku pembanding, dengan Dr Surahman Hidayat alumni Fak 
Syari'ah Al-Azhar Mesir sebagai moderator. Sekitar dua puluh orang 
termasuk isteri Zainun Kamal hadir dalam diskusi dari pukul 10.45 
sampai 15.20 itu. Dalam diskusi itu Zainun Kamal mempertahankan 
pendapatnya dalam hal bagian dari Fiqh Lintas Agama, bahwa larangan 
Muslimah diniikahi oleh lelaki Nasrani / Ahli Kitab itu adalah 
wilayah ijtihadi, tidak ada nash langsung yang melarangnya. 
> 
> Argumentasi sederhana itu telah dibantah dengan Nash (Ayat dan 
Hadits). Ayat-Ayat tentang larangan lelaki non Muslim / kafir 
menikahi Muslimah dikemukakan DR Amin Suma. Di antaranya Ayat 10 
Surah Al Mumtahanah. (Terlalu panjang ayat itu, hanya sebagiannya 
saja yang dikemukakan, itupun hanya terjemahannya saja -HMNA-
). "Kalau kamu ketahui bahwa mereka Mukminat (yang hijrah), maka 
janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka 
tidak halal bagi laki-laki kafir, dan tidak pula laki-laki kafir 
halal bagi mereka." Terhadap ayat itu, Zainun Kamal berkata, itu 
maksudnya kafir musyrik, bukan Ahli Kitab, sebab di Makkah tidak ada 
Ahli Kitab. Ungkapan itu dijawab langsung oleh Dr Amin Suma, dan 
Dahlan Basri dari Dewan Dakwah, tidak benar kalau di Makkah tidak 
ada Ahli Kitab. Paman Khadijah bernama Naufal adalah pendeta 
Nasrani, dan itu di Makkah. Karena kafir itu ada jenis Ahli Kitab 
dan ada juga jenis musyrik sebagaimana di dalam Surat Al-Bayyinah. 
LM YKN ALDZYN KFRWA MN AHL ALKTB WALMSYRKYN MNFKYN hTY TAaTYHM 
ALBYNt (S. ALBYNt, 1), dibaca: lam yakunil ladzi-na kafaru- min 
ahlil kita-bi walmusyriki-na munfakki-na hatta- ta'tiyahumul 
bayyinah (s. albayyinah), artinya: Orang-orang kafir di antara Ahli 
Kitab dan orang-orang musyrik tiada mau meninggalkan agamanya, 
sehingga sampai kepada mereka keterangan [98:1].
> 
> Dari peserta diskusi ada yang menyatakan kecewa, karena Zainun 
Kamal ternyata tidak mampu mengemukakan duduk persoalannya secara 
hukum. Dia hanya mengutip ungkapan Rasyid Ridho dalam Tafsir Al-
Manar dalam kasus menjawab pertanyaan tentang perempuan Cina yang 
diharapkan masuk Islam apakah boleh dinikahi. Terhadap keluhan 
kecewa itu, Zainun Kamal berterus terang tentang kondisi 
kemampuannya.     
> 
> Di samping itu, setelah Zainun Kamal tampak tidak mampu 
mengemukakan Ayat atau Hadits tentang bolehnya Muslimah dinikahi 
lelaki Kristen, masih pula dari moderator Surahman Hidayat dan 
peserta Hartono Ahmad Jaiz menyampaikan hadits-hadits tentang 
larangan Muslimah dinikahi lelaki Ahli Kitab. Diskusi di Al-Azhar 
itu banyak mencecar Zainun Kamal. Terhadap cecaran itu, Zainun 
mengemukakan, semula hanya untuk mengemukakan pendapatnya bahwa 
masalah itu adalah ijtihadi, dan tidak ingin mempropagandakannya. 
Tetapi ungkapan itu dicecar terutama oleh Adian Husaini dari KISDI 
(Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) bahwa apa yang 
diungkapkannya di sini berbeda dengan transkrip wawancaranya yang 
disebarkan di radio-radio, koran-koran dan internet. Zainun Kamal 
masih dicecar oleh sebagian peserta, kenapa kalau hanya ijtihadi, 
kok Zainun Kamal justru sudah berbicara yang disebarkan secara luas. 
Mestinya kalau baru pendapat yang masih mentah, cukup didiskusikan 
seperti di ruang ini, dan tidak memberikan keputusan hukum secara 
sendiri, lalu disebar-luaskan hingga meresahkan. Diskusi pun selesai 
tepat waktu ashar,
> 
> ***
> 
> Selanjutnya akan dikemukakan pula Fatwa MUI tentang Perkawin 
Campuran, salah satu bagian dari Fiqh Lintas Agama, spb:
> 
> Bismillahirrhmanirrahim
> 
> Majelis  Ulama  Indonesia  dalam  musyawarah Nasional II tanggal 
11-17 Rajab 1400 H. bertepatan dengan 26 Mei-1 Juni 1980 M, setelah :
> 
> Mengingat : dsb.
> 
> MEMUTUSKAN
> Menfatwakan :
> Perkawinan Wanita Muslimah dengan laki-laki non muslim adalah 
haram hukumnya Seorang laki-laki  Muslim diharamkan menikahi wanita 
non-Muslim. Tentang perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita 
Ahlu Kitab terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan 
bahwa mafsadahnya lebih besar daripada maslahatnya, Majelis Ulama 
Indonesia memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram.
> 
> Jakarta, 17 Rajab 1400 H / 1 Juni 1980 M.
> 
> DEWAN PIMPINAN/MUSYAWARAH NASIONAL II
> MAJELIS  ULAMA  INDONESIA 
> 
> Ketua,                                          Sekretaris,
> ttd.                                                 ttd.
> Prof.DR.HAMKA                                  Drs. H. KAFRAWI
> 
> ***
> 
> Demikianlah sambil menanti publikasi hasil debat publik pada 15 
Januari 2004 tersbut. WaLla-hu a'lamu bisshawab.
> 
> *** Makassar, 25 Januari 2004
> 
> --------------------------
> (*)
> Nurcholis Madjid yang digembar-gemborkan sebagai icon yang 
menamakan dirinya Islam Liberal, tersungkur oleh Ustaz Daud Rasyid, 
MA yang saat itu belum bergelar Doktor. Debat terbuka di TIM itu 
bukan hanya memalukan dirinya sebagai "pendekar pembaruan" tapi juga 
ternyata berdampak buruk bagi kepercayaan beberapa kalangan yang 
menyebutkan bahwa ilmunya masih di "level bawah" Daud Rasyid.
> 
> Ceramah lepas Nurcholis Madjid dan jawaban-jawabannya dalam tanya-
jawab dalam rangkaian ceramah lepas itu biasa-biasa saja, tidak 
sebanding dengan tulisan-tulisannya. Memang dalam ceramah 
lepas "penguasaan" materi tentu tidak sebanding drngan menulis buku 
yang boleh mengambil rujukan sebanyak mungkin dari berbagai 
sumber. "Kekalahan" Nurcholis Madjid tatkala berdebat dengan Daud 
Rasyid tahun 1992 di Taman Ismail Marzuki, adalah hal yang wajar 
oleh karena Daud Rasyid memilih jalur Syari'ah, sedangkan Nurkholis 
Madjid di bidang Filsafat. Prof DR Hamka Haq dosen senior IAIN 
Alauddin Makassar menilai, bahwa buku Fiqh Lintas Agama, lebih 
menjurus pada filsafat ketimbang fiqh. Jadi lebih kena jika buku itu 
berjudul: Filsafat Lintas Agama. 
> 
> Maka patut diduga bahwa penolakan Nurcholis Madjid menghadapi 
debat publik itu bukan karena ia merasa tidak perlu, melainkan tidak 
siap, atau tidak mampu, jadi takut menanggung malu. Dalam Seri 100 
di bawah ini ada diceritakan sedikit ttg pengalaman dengan Nurcholis 
Madjid.
> Silakan dibaca-baca sambil minum al Gahwa.
> 
> Wassalam,
> HMNA
> =========================================================
> 
> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
> 
> WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
> [Kolom Tetap Harian Fajar]
> 100. Tradisi Keilmuan Ummat Islam 
> 
> Sebenarnya saya ingin sekali turut berpartisipasi secara pasif, 
yaitu menguping, dalam seminar yang berlangsung di auditorium 
Aljibra UMI Kampus Baru, Selasa 12 Oktober 1993, utamnya ingin 
> sekali menguping sajian Nurkhalis Majid. Sayang sekali keinginan 
menguping itu tidak terlaksana, karena waktunya berimpit dengan 
kegiatan akademik, yaitu ujian meja mahasiswa. Yang sempat saya 
berpapasan adalah dengan kendaraan pemakalah Mattulada memakai 
songkok, suatu penampilan yang agak langka baginya, yang dalam 
penampilan keseharian biasanya tidak berpeci. Demikian pula perihal 
kendaraan yang dikendarai oleh sahabat lama saya ini sejak di Sihan 
Gakko di Nengo dahulu, sayang untuk tidak direkam dalam media cetak. 
Kendaraan itu tersesat di lapangan parker sebelah Barat. Itu adalah 
peristiwa langka, tersesat dalam Kampus Baru UMI yang relatif kecil 
itu pada waktu menuju ke auditorium Aljibra di pinggir lapangan 
parker Timur.
> 
> Terakhir sekali saya bertatap muka secara langsung dengan 
Nurkholis Majid dalam permulaan tahun 70-han di Perpustakaan Umum 
Makassar yang gedungnya sudah dibongkar disulap menjadi hotel di 
Jalan Kajao (DR) Laliddo, dalam majelis yang sangat terbatas, hanya 
berjumlah 5 orang: Nurkholis Majid, M.Quraisy Syihab (sekarang 
Rektor Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, tempat Nurkholis Majid 
menjadi dosen), A.Rahman Rahim (sekarang Koordinator Kopertis, 
mantan Atase Kebudayaan di Arab Saudi), Halide (sekarang Atase 
Kebudayaan di Arab Saudi) dan saya sendiri. Yang dibicarakan dalam 
majelis terbatas itu adalah gagasan sekularisasi Nurkholis yang 
menghebohkan itu. 
> 
> Sekularisasi Nurkholis Majid menyimpang dari pemahaman yang 
dianggap mapan, namun Nurkholis pandai berkelit dengan senjata 
pamungkas: "bukan begitu maksud saya. Sekularisasi bukanlah 
sekularisme", demikian kelit Nurkholis Majid. Tidak ada kesimpulan 
yang disepakati dalam perbincangan itu, oleh karena saya tetap 
bertahan, bahwa menduniakan yang dianggap sakral (sekularisasi) 
dengan pemisahan dunia dengan akhirat (sekularisme), keduanya 
berasal dari sumber yang sama: "Geeft dan den Keizer wat des Keizers 
is, en Gode wat Gods is (Marcus 12:17)", berikanlah kepada Kaisar 
yang milik Kaisar, dan berikanlah kepada Tuhan apa yang miliknya 
Tuhan. Dari Marcus (12:17) ini diturunkanlah paradigma sekularisme 
yang terkenal dalam sejarahnya orang barat: "Scheiding tussen staat 
en kerk", pemisahan atau dikhotomi antara negara dengan gereja. 
> 
> Maka apa yang dapat saya peroleh yang saya anggap menarik 
dibicarakan dalam kolom ini hanya berasal dari sumber informasi 
sekunder, melalui media cetak. Ketika Nurcholis Majid berada di 
> Iran ia mengagumi keadaan para Mullah di negeri itu, oleh karena 
tradisi keilmuan di negeri itu sudah lama terbentuk. Menurut 
Nurholis dalam dialog terasa nampak sekali perbedaan yang menyolok 
antara Ahlussunnah dengan Syi'ah, tetapi tidak menimbulkan 
ketegangan. Sebabnya ialah para Mullah itu walaupun menghadapi 
perbedaan paham, mereka tetap menghargai pendapat orang lain. Sikap 
keterbukaan menghargai paham orang lain adalah akibat para ulama 
Syi'ah itu memiliki perlengkapan ilmiyah yang bagus, produk tradisi 
keilmuan yang telah lama terbentuk itu. Nurkhalis menganjurkan agar 
ummat Islam di Indonesia yang Ahlussunnah ini harus mempersiapkan 
perlengkapan keilmuan yang bagus agar dapat maju dalam pemikiran 
yang kontemporer.
> 
> Pada waktu kecil saya banyak mendengar ucapan yang negatif tentang 
Syi'ah. Namun dalam hati kecil saya kurang senang mendengarkannya, 
karena tidak sesuai dengan Pau-Pauanna Bagenda Ali, Hikayat Baginda 
Ali, yang diperdengarkan dengan gaya sinrili', dalam arti lagu dan 
irama, namun tanpa kesokkeso', dihikayatkan oleh  penghikayat dalam 
sikap terlentang menengadah berbantalkan kedua telapak tangan, 
dengan lengan yang dilipat di belakang. Adapun yang saya kurang 
senangi, yang tidak seirama dengan Pau-Pauanna Bagenda Ali itu, 
utamanya dua hal yang berikut: Pertama dikatakan bahwa Al Qurannya 
Syi'ah 31 juz, yang kedua bahwa Jibril salah alamat, mestinya 
risalah kenabian itu ditujukan pada Ali, tetapi yang menadahnya 
adalah Muhammad. Setelah saya dewasa dan membaca Mahabharata versi 
Walmiki, saya melihat bahwa sumber inforamasi salah alamat itu 
berasal dari utusan dewa yang salah memberikan senjata pamungkas. 
Mestinya dialamatkan kepada Harjuna, tahu-tahu utusan itu 
memberikannya kepada Karna. Jadi rupanya cerita salah alamat itu 
tidak bersumber dari israiliayat, melainkan bersumber dari sastra 
Hindu. Bagaimana dengan Al Qurannya Syi'ah yang 31 juz? Sekarang ini 
di rumah saya di antara koleksi buku saya kalau itu terlalu 
menterang untuk dikatakan Perpustakaan Pribadi yang kecil, ada 
sebuah Kitab Al Quran cetakan Qum, Iran, terdiri atas 30 juz, 114 
Surah, tidak berbeda dengan Al Quran hadiah umum dari Al KHadamu 
lHaramain, pelayan dua kota suci, Raja Fahd dari Kerajaan Arab Saudi 
yang dihadiahkan melalui portir lapangan udara King Abdul 'Aziz, di 
Jeddah. Jadi kedua cerita yang negatif tentang Syi'ah itu tidak 
mengandung kebenaran sama sekali.
> 
> Kembali pada apa yang dikemukakan oleh Nurkholis Majid agar ummat 
Islam di Indonesia mempersiapkan perlengkapan keilmuan yang bagus, 
maka dalam kolom ini saya telah menyumbangkan sekelumit pemikiran 
dalam Seri 099 hari Ahad yang lalu tentang Metode Pendekatan 
Qawliyah-Kawniyah. Yaitu antara lain dalam yatafaqqahu fi ddiyn 
tidak berhenti dalam tahap ijtihad di bidang hukum atau penafsiran 
di luar bidang hukum. Tidak berhenti dalam keadaan status quo yang  
tidak memecahkan permasalahan, mengendap dalam qala wa qiyla.  
Tradisi keilmuan ini harus berlanjut dalam metode pendekatan. Tahap 
ijtihad dan penafsiran itu harus dilanjutkan ke tahap ujicoba, 
seperti telah diuraikan sedikit teperinci dalam Seri 099, dengan 
mengambil contoh SDSB.
> 
> Sebenarnya apa yang dipertentangkan oleh Ahlussunnah dengan Syi'ah 
dalam lapangan politik-kenegaraan sudah kadaluarsa sekarang. Seperti 
diketahui yang dipertentangkan itu adalah hal penerus RasuluLlah 
sebagai kepala negara, yang Ahlussunnah berdasarkan atas pemilihan 
dengan musyawarah, sedangkan yang Syiah atas dasar washiyat. 
Bukankah itu sudah kadaluarsa, Syi'ahpun sekarang ini sudah memakai 
asas pemilihan dengan musyawarah yang contoh empirisnya adalah 
Republik Islam Iran. Dengan kadaluarsanya silang sengketa dalam 
bidang politik-kenegaraan ini, tentulah elok kiranya jika itu 
ditingkatkan dalam bidang tradisi keilmuan di kalangan ummat Islam. 
Upaya ini hanya dimungkinkan dengan menanamkan sikap keterbukaan, 
sehingga suara sumbang yang biasa didengar menjadi merdu. Seperti 
misalnya suara sumbang yang ditujukan kepada Jalaluddin Rahmat bahwa 
dia itu sudah menjadi Syi'ah, atau sekurang-kurangnya dia sudah 
bukan Ahlussunnah lagi, namun belum sampai menjadi Syi'ah. Mudah-
mudahan upaya keterpaduan tradisi keilmuan ummat Islam itu kiranya 
dapat terwujud, insya-Allah. WaLlahu a'lamu bishshawab.
> 
> *** Makassar, 24 Oktober 1993 
>     [H.Muh.Nur Abdurrahman]
> 
> ================================
> 
> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
> 
> WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
> [Kolom Tetap Harian Fajar]
> 623. Intelektual Muslim yang Keranjingan Hermeneutika
> 
> Istilah hermeneutika berkaitan dengan mitos dewa Yunani Kuno yang 
bernama Hermes, yang memiliki kebiasaan "memintal". Mitos memintal 
ini mengungkap dua hal dalam hermeneutika, yaitu: pertama, 
memastikan maksud, isi suatu kata, kalimat, dan teks, kedua, 
menemukan instruksi-instruksi dibalik simbol. Hermeneutika tidak 
terlepas dari asumsi-asumsi dan adanya purbasangka (prejudice) 
spekulasi intelektual. 
> 
> Ada asumsi spekulasi intelektual dari Fazlur Rahman, gurunya 
Nurcholis Madjid, yaitu bahwa Al Quran adalah "both the Word of God 
and the word of Muhammad". Asumsi ini bernuansa hermeneutika 
filosofis. Asumsi ini berpijak pada paradigma (kerangka dasar) bahwa 
Al Quran bukanlah teks yang turun dalam bentuk kata-kata aktual 
secara verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring 
melalui Nabi Muhammad SAW dan sekaligus diekspresikan dalam tapal 
batas intelek dan kemampuan linguistiknya.(*) Nabi Muhammad SAW 
sebagai penerima wahyu diposisikan sebagai "pengarang" Al Quran. 
Inilah latar belakang mengapa ada sementara kaum intelektual Muslim 
yang "keranjingan" hermeneutika untuk mengkaji Al Quran, dengan 
bertitik tolak dari sikap "meragukan" mushhaf (teks) Al Quran Rasm 
(ejaan) 'Utsmany.
> 
> Dalam 24 jam, sekurang-kurangnya 17 kali ummat Islam bermohon 
kepada Allah:
> -- AHDNA  ALSHRATH  ALMSTQYM (S. ALFTht, 1:5), dibaca: ihdinash 
shira-thal mustaqi-m (s. alfa-tihah), artinya: Tunjukilah kami 
kepada Jalan yang Lurus. Allah SWT menjawab permohonan hambaNya itu 
dengan: 
> -- A-L-M . DZLK  ALKTB  LA RYB  FYH  HDY  LLMTQYN (S. ALBQRt 2:1-
2), dibaca: alif, lam, mim . dza-likal kita-bu la- rayba fi-hi hudal 
lilmuttaqiyn (s. albaqarah), artinya: Alif, lam, mim . Itulah Al 
Kitab tiada keraguan di dalamnya petunjuk bagi para muttaqin.
> 
> Ayat (2:1) alif-lam-mim adalah kode matematis
> 
>   Surah           mim     lam     alif
> Al Baqarah        2175    3204    4592
> Ali 'Imran        1251    1885    2578
> Al A'raf          1165    1523    2572
> Ar Ra'd            260     479     625
> Al 'Ankabut        347     554     784
> Ar Rum             318     396     545
> Luqman             177     298     348
> As Sajadah         158     154     268
>                   ____________________
> 
>   Jumlah          5871 +  8493 + 12312
>                 = 26676 = 1404 x 19
> 
> Dalam ayat (2:2) ada tanda tiga titik (seperti titik pada 
huruf 'tsa' dan 'syin') terletak diatas kata "RYB" dan "FYH". Tanda 
tiga titik diatas dua kata tsb dalam ayat (2:2) menunjukkan mu'jizat 
lughawiyah, yaitu ayat (2:2) dapat bermakna dua yg keduanya 
mempunyai keutamaan masing-masing. Ada dua cara dalam membaca ayat 
(2:2) tersebut, yaitu dapat berhenti pada kata RYB, dan dapat pula 
berhenti pada kata FYH. Kedua cara bacaan tersebut menghasilkan 
penekanan dalam bobot yang berbeda, namun yang satu dengan yang lain 
saling bersinergi, saling mengisi.
> 
> Mari kita baca ayat (2:2):
> 
> Cara yang pertama, berhenti pada kata RYB: Dza-likal kita-bu la- 
rayba, berhenti sebentar kemudian dilanjutkan dengan fi-hi hudal lil 
muttaqi-n. Kalau kita membaca serupa ini maka maknanya ialah: Itulah 
Al Kitab tiada keraguan, pernyataan tegas dari Allah bahwa Al Kitab 
tiada keraguan sumbernya dari Allah SWT, kemudian dilanjutkan 
dengan: di dalamnya mengandung petunjuk bagi para muttaqin. Jadi 
cara membaca yang pertama ini bobotnya pada penegasan dari Allah SWT 
bahwa tiada keraguan bahwa Al Kitab bersumber dari Allah SWT.
> 
> Apa itu Al Kitab ? Dalam bahasa aslinya Kitab akarnya dari Kef-Ta-
Ba artinya tulis. Artinya Al Kitab itu adalah Teks. Jadi cara 
membaca yang pertama ini adalah penegasan dari Allah SWT bahwa tiada 
keraguan Teks itu bersumber dari Allah SWT. Tabulasi penjabaran ayat 
(1:1), yaitu alif-lam-mim sebagai al muqaththa'aat (potongan-
potongan huruf) persekutuan dari 8 surah menunjukkan pula bahwa Teks 
itu bersumber dari Allah SWT, sebab mana mungkin Teks itu dapat 
dikarang oleh manusia.
> 
> Alhasil paradigma bahwa Al Quran bukanlah teks yang turun dalam 
bentuk kata-kata aktual secara verbal, melainkan merupakan spirit 
wahyu yang disaring melalui Nabi Muhammad SAW yang diekspresikan 
dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistik beliau, ditolak 
oleh ayat (2:1-2). Maka tersungkurlah juga asumsi spekulasi 
intelektual dari Fazlur Rahman yang bertumpu pada paradigma itu, 
yaitu asumsi bahwa Al Quran adalah "both the Word of God and the 
word of Muhammad".
> 
> Al Quran, baik makna maupun teksnya adalah dari Allah SWT. Nabi 
Muhammad SAW hanyalah sekedar menyampaikan, dan tidak mengapresiasi 
atau mengolah wahyu yang diterimanya. Posisi Nabi Muhammad SAW dalam 
menerima dan menyampaikan wahyu adalah pasif, hanya 
sebagai 'penyampai' apa-apa yang diwahyukan kepada beliau.
> 
> ***
> 
> Cara membaca ayat (2:2) yang kedua, berhenti pada kata FYH: Dza-
likal kita-bu la- rayba fi-hi, berhenti sebentar kemudian 
dilanjutkan dengan hudal lil muttaqi-n. Cara membaca yang kedua ini 
bermakna: Itulah Al Kitab tiada keraguan di dalamnya, menunjukkan 
bahwa tiada keraguan merupakan alat ukur bagi orang-orang taqwa 
dalam potongan ayat yang selanjutnya: petunjuk bagi para muttaqin. 
Jadi bobot cara pembacaan kedua ini ialah "tiada keraguan" 
adalah "alat ukur" mengenai ketaqwaan kita. Kita dapat mengukur 
ketaqwaan diri kita sendiri secara gradual haqqa tuqaatih (sebenar-
benarnya taqwa) seberapa jauh qalbu kita istiqamah (konsisten, taat 
asas), setiap kita menghadapi suatu masalah, tidak terkecuali 
masalah "keranjingan" hermeneutika untuk mengkaji Al Quran dalam 
kalangan kaum intelektual Muslim, yang celakanya, bertitik tolak 
dari sikap "meragukan" mushhaf (teks) Al Quran Rasm 'Utsmany. 
WaLlahu a'lamu bisshawab.
> 
> *** Makassar, 2 Mei 2004
>     [H.Muh.Nur Abdurrahman]
> ----------------------------
> (*)
> Agak mengherankan juga, tampaknya Fazlur Rahman tidak tahu yang 
disebut Hadits Qudsi, atau sekurang-kurangnya seharusnya ia pernah 
membaca pendapat Ibnu Hajar yang berkata: Mesti dijelaskan perbedaan 
antar wahyu yang dibaca (Al-Wahyu Al-Matluw, wahyu verbal) yaitu Al 
Quran
> dan wahyu yang diriwayatkan Nabi SAW dari Allah Azza Wa Jalla, 
yaitu hadis-hadis Ilahi atau lebih dikenal sebagi Hadits Qudsi.
> Jadi sesunggguhnya apa yang dituliskan Fazlur Rahman, bahwa Al 
Quran bukanlah teks yang turun dalam bentuk kata-kata aktual secara 
verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring melalui Nabi 
Muhammad SAW dan sekaligus diekspresikan dalam tapal batas intelek 
dan kemampuan linguistiknya, perlu diluruskan menjadi: Hadits Qudsi 
adalah wahyu yang disaring melalui Nabi Muhammad SAW dan sekaligus 
diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistiknya.
> Atau dalam perumusan yang lebih bersahaja: Lafadz redaksi Al Quran 
berasal dari wahyu Alloh SWT sedangkan Hadits Qudsi juga dari wahyu 
yang lafadz redaksinya hanya berasal dari Nabi SAW.
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke