MEDIA INDONESIA Jum'at, 09 September 2005
Ketika Perempuan Berpolitik Toeti Adhitama, Ketua Dewan Redaksi Media Group KOWANI sekitar dua minggu lalu menyelenggarakan diskusi tentang "Undang-undang Politik (bagi) Perempuan." Sebagai narasumber antara lain ditampilkan Letjen (Purn) Sayidiman dan ahli politik Amir Santoso. Kedua pembicara memberikan pendapat yang saling mengisi. Pak Sayidiman berbicara tentang pentingnya peran perempuan untuk ketahanan nasional. Itu alasan mengapa perempuan perlu meningkatkan pendidikan. Pak Amir Santoso menegaskan, perempuan memiliki peran penting dalam pewarisan dan penyebaran budaya, termasuk budaya politik. Perempuan adalah agen sosialisasi politik, katanya. Walaupun dinyatakan, perempuan memiliki arti penting dalam politik, mengapa perempuan masih merasa tersisih di bidang ini? Sampai sekarang, yang dipertanyakan, mengapa jumlah yang mewakili perempuan dalam perwakilan rakyat begitu rendah. Undang-undang pemilihan umum mematok angka 30% untuk pencalonan perempuan. Terbukti hasilnya jauh dari target. Hanya 11% yang berhasil duduk di perwakilan rakyat. Angka itu lebih rendah dari yang pernah tercapai sebelumnya. Ketika sedang jaya, angkanya mencapai 17% lebih. Itu melebihi jumlah rata-rata wakil-wakil perempuan di perwakilan rakyat seluruh dunia, yang hanya mencapai 14%. Yang tertinggi di Skandinavia, sampai mencapai antara 30-40%. Di negeri kita, yang jumlah penduduk perempuannya melebihi 50%, perwakilan perempuan terasa amat rendah. Mungkin karena perempuan Indonesia kurang berpendidikan dan dianggap belum siap berpolitik. Alasan lain karena memang kaum laki-laki belum siap dibarengi di bidang ini. Selain itu mungkin juga pemiskinan yang meluas dalam tahun-tahun terakhir mengakibatkan kaum perempuan lebih sibuk di bidang lain daripada mengurusi politik. Peran ganda, walaupun dianggap alasan klise, tetap saja berlaku. Menjadi klise karena alasan itu sejak dulu memang sah. Itu yang antara lain menahan keinginan kebanyakan perempuan untuk berlomba maju di bidang politik. Kalau menilik balik sejarah perjuangan perempuan memperoleh hak sama dengan laki-laki, sebenarnya benih-benih egaliter baru mulai tumbuh di dunia pada abad ke-19. Revolusi Industri di Eropa Barat dan Amerika akhir-akhir abad ke-18 dan memasuki abad ke-19 itulah yang telah mengobarkan semangat; diawali dengan revolusi hijau yang didorong oleh penemuan mesin uap di Inggris. Revolusi Industri mengubah seluruh gaya hidup di Eropa dan Amerika. Terjadi kemajuan pesat di bidang manufaktur dan transpor dan menciptakan kelas buruh industri. Seiring perkembangan pesat industri, perempuan dan anak-anak ikut dikerahkan menjadi tenaga kerja. Waktu itu mulai dirasakan bagaimana perempuan--dan anak-anak, tentunya--mendapat perlakuan diskriminatif. Perempuan mulai menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi mereka. Perkiraan mereka, mungkin dengan pendidikan lebih maju, diskriminasi akan terkikis. Perjuangan itu ternyata ada hasilnya, walaupun belum memuaskan. Selandia Baru adalah negara pertama yang memberikan hak pilih kepada perempuan pada tahun 1893. Inggris, yang dianggap atau menganggap diri pelopor demokrasi, menyusul memberikan hak itu tahun 1928 untuk perempuan di atas usia 21 tahun. Pada 1969 usia itu diturunkan menjadi 21 tahun. Apakah dengan memiliki hak pilih, perempuan akan terbebas dari perlakuan diskriminatif? Ternyata tidak. Di dalam tiap masyarakat, 'persamaan', bagaimanapun rumusannya, hanya merupakan utopia. Tiap masyarakat mengorganisasikan dirinya secara hierarkis. Akibatnya, selalu saja ada individu, kelompok, atau golongan yang kurang puas, karena ada pola sikap yang membuat mereka merasa kehilangan atau kekurangan hak dan kesempatan sosialnya. Diskriminasi selalu ada. Bukan hanya perempuan yang menjadi korban, melainkan juga kelompok-kelompok lain dalam tiap lapisan masyarakat. Mungkin karena keturunannya, pendidikannya, kekayaannya, atau gender. Mengenai gender, sekalipun undang-undang menjamin hak politik yang sama, seperti juga tercantum dalam undang-undang dasar kita, toh pembedaan laki-laki dengan perempuan selalu terjadi. Ada yang sifatnya vertikal, ada yang horizontal, dan ada yang sosial. Yang vertikal terjadi ketika untuk pemilihan pemimpin, misalnya, yang laki-laki akan dipilih lebih dahulu dari yang perempuan, sekalipun mungkin kemampuan perempuan itu melebihi kemampuan calon-calon laki-laki. Yang horizontal: walaupun tingkat jabatan ataupun kemampuannya sama, tetapi yang laki-laki akan mendapat lebih banyak kesempatan. Dan yang sosial, dalam pertemuan-pertemuan, perempuan-perempuan akan dikelompokkan menjadi satu, yang laki-laki dalam kelompok lain. Untuk pemilihan umum tahun lalu, menjadi keputusan partai politik pada umumnya untuk menempatkan calon laki-laki pada urutan-urutan pertama. Sekalipun calon perempuan cukup populer di daerah konstituennya, dan diperkirakan akan menang, namanya toh akan dicantumkan di bawah. Nantinya, seandainya suara yang diperoleh calon-calon laki-laki di urutan atas tidak memenuhi syarat, suara perempuan itu akan digabungkan untuk mendukung calon yang ditentukan partai. Ada perempuan yang menolak pencalonan cara itu karena tahu dia hanya dijadikan 'penggembira'. Ini benar-benar terjadi. Toh masih banyak perempuan yang senang berpolitik. Penulis pernah mewawancarai Imelda Marcos ketika dia sedang jaya-jayanya sebagai istri Presiden sekaligus politikus. Ketika ditanya, mengapa senang berpolitik? Jawabnya, "Kalau 'politik' bertujuan memperjuangkan hak bagi kaum yang lemah, saya senang berpolitik. Tetapi kalau tujuannya untuk berebut kekuasaan, saya tidak suka politik." Yang dimaksud dengan yang lemah, tentunya bukan terbatas pada kaum perempuan, tetapi juga mereka yang tidak mendapat hak dan perlakuan yang sama. Sekarang walaupun kredibilitas Imelda Marcos diragukan, kata-katanya patut direnungkan, terutama oleh perempuan-perempuan yang menerjuni bidang politik. Memang terbukti ada saja perempuan-perempuan yang mampu mencapai puncak karier di bidang politik. Mereka jelas tokoh-tokoh kuat yang memiliki kemampuan. Tetapi juga tak bisa disangkal, umumnya mereka tokoh-tokoh perempuan yang mendapat dorongan atau dukungan konstituen karena keluarga dekatnya. Sebut, misalnya, Sirimavo Bandaranaike (Sri Lanka), Indira Ghandi (India), Benazir Bhutto (Pakistan), dari Filipina: Imelda Marcos dan Corazon Aquino, dari Indonesia Megawati Soekarnoputri. Dari hemisfer barat, kita kenal Evita Peron (Argentina) yang gigih berpolitik untuk mendukung suaminya. Modernisasi memungkinkan unsur kemaskulinan dalam diri perempuan menggelora. Kalau tidak mencegahnya sendiri, kemaskulinan akan menguasai sikap perempuan, suatu tendensi menuju feminisme dan intelektualisme yang bertujuan bersaing-penuh dengan laki-laki. Di lain pihak, ajaran Timur kuno menyatakan, bagian gelap dalam kehidupan ini, bagian yang tidak dikenal, yang misterius, dianalogikan dengan perempuan. Air menjadi lambangnya. Air memiliki kedalaman yang misterius, dan dari sanalah lahir kehidupan. Kedalaman dan kepasifan air beranalogi dengan ketidakagresifan perempuan. Ibarat air, perempuan mengisi, merendah, dan melimpah. Menjaga keseimbangan antara kedua kutub itulah rupanya yang menjadi sikap perempuan umumnya.*** ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/