http://www.indomedia.com/bpost/092005/14/opini/opini2.htm

Pendidikan, Masalah Bersama

Oleh: Diauddin HB

Seperti kita ketahui, krisis multidimensi yang menimpa bangsa Indonesia 
semenjak pertengahan 1997 hingga saat ini masih belum bisa dipulihkan 
sepenuhnya. Berbagai masalah pun bermunculan, dari ekonomi, sosial sampai 
moral. Jumlah masyarakat miskin meningkat, angka pengangguran bertambah, 
ditambah harga bahan pokok melambung tinggi seiring penaikan harga BBM 
menyebabkan penderitaan rakyat miskin kita semakin bertambah. Banyaknya masalah 
yang timbul, tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah tanpa dukungan 
segenap masyarakat termasuk warga Nahdhatul Ulama (NU).

Penulis mengkhususkan warga NU, karena penulis berpendapat, apa pun yang 
terjadi di Indonesia saat ini, dari krisis ekonomi sampai akhlak, tak bisa 
dipisahkan dari warga NU sebagai warga mayoritas di Indonesia. Sudah seharusnya 
warga NU bertindak sebagai pionir dalam kebangkitan bangsa ini, bukan sebagai 
penonton yang hanya duduk diam atau bahkan malah membikin ulah seperti 
kebanyakan penonton bola.

Salah satu masalah utama yang ditimbulkan krisis multidimensi adalah 
meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Bertambahnya kemiskinan dan 
banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan mengakibatkan penurunan daya beli, 
sehingga orang lebih mementingkan untuk memenuhi kebutuhan pokok (yang juga 
hampir tak terpenuhi) dibandingkan lainnya.

Memenuhi kebutuhan pokok sandang dan pangan begitu mendesak, sehingga 
mengabaikan kebutuhan lain yang tak kalah pentingnya seperti pendidikan. Data 
terakhir dari pusat statistik nasional menunjukkan, jumlah anak usia sekolah 
(8-12 tahun) yang tidak atau putus sekolah mencapai 11 juta jiwa (lebih lima 
kali jumlah penduduk Singapura). Bahkan, lebih banyak lagi anak usia 12-15 
tahun dan 15-18 tahun yang tidak sekolah. Ini diperparah dengan masih rendahnya 
partisipasi pemerintah maupun masyarakat dalam membantu biaya pendidikan.

Penelitian yang dilakukan Balitbang Depdiknas menunjukkan, biaya pendidikan 
selama ini masih lebih banyak ditanggung orangtua yakni mencapai 73,87 persen, 
sisanya ditanggung pemerintah dan masyarakat. Jika masalah biaya ini tidak bisa 
diatasi, kesenjangan kesempatan untuk mendapat pendidikan semakin tajam. Biaya 
menjadi penyebab utama gagalnya proses pendidikan bangsa, serta hilangnya 
harapan untuk bisa hidup lebih bermartabat.

Sempat tebersit harapan semu adanya pendidikan gratis, yang katanya akan 
dimulai tahun ajaran baru ini. Program bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) 
dianggap akan dapat membuat sekolah 'mengratiskan' biaya pendidikan bagi anak 
sekolah terutama SD, SMP dan SMU. Namun harapan tinggal harapan. Sampai selesai 
masa pendaftaran sekolah bahkan kegiatan belajar dan mengajar sekolah telah 
dimulai, sekolah tetap menarik biaya masuk dengan jumlah yang bervariasi dari 
ratusan hingga jutaan rupiah. Dengan alasan biaya administrasi pendaftaran, 
uang gedung, sampai seragam (beberapa sekolah membuat kebijakan seragam yang 
akhirnya mengharuskan siswa membeli di sekolah tersebut, seperti jilbab, kaos 
kaki yang bertuliskan nama sekolah bersangkutan), dan berbagai alasan lain.

Bahkan dengan biaya masuk dan SPP digratiskan sekali pun, sebetulnya penulis 
pesimis dapat membantu keinginan anak-anak kita dari kalangan tidak mampu untuk 
bersekolah. Kenapa? Karena, untuk bersekolah bukan hanya membutuhkan biaya 
masuk dan SPP. Orangtua juga dituntut menyediakan seragam sekolah, buku tulis, 
sepatu, tas dan keperluan sekolah lainnya.

Pengalaman penulis dalam menangani anak asuh, untuk keperluan itu saja 
menghabiskan dana sekitar Rp400 ribuan, jumlah yang sangat tidak sedikit untuk 
masyarakat kita yang betul-betul kekurangan. Belum lagi ditambah uang saku, 
transpor (apabila sekolahnya jauh). Diperparah lagi apabila sang anak juga 
merupakan pekerja yang dipekerjakan orangtuanya untuk dapat menambah 
penghasilan keluarga, bertambah beratlah pertimbangan orangtua untuk 
menyekolahkan anaknya. Jadi bagaimana solusinya?

Tak seorang pun memungkiri, pendidikan adalah hal terpenting yang harus 
diperhatikan untuk bisa mengangkat bangsa kita dari keterpurukan. Sebagaimana 
bangkitnya Jepang setelah pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, serta bangkitnya 
Jerman setelah keterpurukan era Nazi. Terutama kita harus belajar dari 
pendidikan Tauhid yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW yang berhasil 
mengangkat Bangsa Arab, bahkan dunia dari keterpurukan zaman Jahiliyah.

Tentunya untuk mengubah itu semua kita tak bisa berharap dari pemerintah saja. 
Tugas kita sebagai Bangsa Indonesia dan warga NU khususnya untuk ikut mengambil 
peranan dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa ini. Penulis yakin, banyak 
sekali orang di Indonesia bahkan di Kalsel khususnya warga NU yang mempunyai 
kelebihan uang. Uang Rp400 ribu tidak banyak bagi mereka. Penulis yakin sekali, 
banyak yang mau dan ingin membantu mengambil anak asuh untuk disekolahkan. Asal 
ada yang mau bersusah payah tanpa pamrih untuk membantu mengurus itu semua, 
dari menyeleksi anak asuh, menjadi mediator antara anak dan bapak asuh dalam 
hal kebutuhan sekolah, membantu membimbing anak asuh apabila ada masalah. 
Paling penting adalah ikut serta memberdayakan ekonomi keluarga anak asuh. 
Inilah perlunya ada suatu lembaga swadaya masyarakat untuk mengambil peran 
tersebut.

Begitu banyaknya masalah bangsa ini tentu menjadi beban sangat berat bagi 
pemerintah siapa pun pemimpinnya (baca: presiden). Tetapi kalau semua saling 
mambahu dalam menyelesaikan masalah bangsa ini, tentu takkan seberat apabila 
hanya dipikul oleh pemerintah.

Organisasi Save the Children (yang juga ikut membantu di Aceh) yang digagas 
seorang anak SMU dengan semboyan 'Sebiji Apel Untuk Anak Miskin di Brazil, 
ternyata mampu menggerakkan hati rakyat Amerika untuk menyumbang. Bahkan sampai 
anak TK di sana tergerak untuk menyumbangkan apelnya (dalam bentuk uang): ada 
yang satu, sepuluh apel dan lainnya. Bermula dari uang apel itu, sekarang Save 
the Children menjadi LSM (NGO) yang gaungnya mendunia, bukan hanya untuk Brazil 
dengan dana jutaan bahkan miliaran dolar Amerika.

Teringat semboyan A'a Gym, untuk berbuat baik tidak susah. Mulailah dari hal 
yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan sekarang juga. Ayo!

Dokter umum di Puskesmas Aluh-aluh Kabupaten Banjar 
e-mail: [EMAIL PROTECTED]


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to