GALAMEDIA SELASA, 4 OKTOBER 2005 50 Tahun Hidup Tanpa Suami (1) WARTI, demikian kita sebut wanita paruh baya ini. Ia seorang karyawati sebuah instansi pemerintah di Bandung. Selama 50 tahun, ia hidup menyendiri tak bersuami. Bukan berarti ia tak mau menikah, tetapi wanita lulusan S-I ini berkali-kali disakiti lelaki. Jadilah ia trauma. Bagaimana lika-liku perjalanan hidupnya di usia yang hampir tua ini? Ia mengisahkannya kepada penulis (Dodi K.)di bawah ini. mbt BARANGKALI wanita seperti saya ibarat gelas kaca. Sekali pecah berantakan, takkan bisa dipakai lagi. Ujung-ujungnya malah dilecehkan dan disingkirkan. Lain halnya dengan lelaki, tak ada istilah pecah. Sekalipun air "botol" tumpah di mana-mana, toh "botol"-nya tetap utuh.
Begitu pula nasibku, seorang karyawati sebuah instansi pemerintah di Bandung. Di usia 46 tahun ini, aku masih menyendiri walaupun secara ekonomi aku termasuk mampu. Rumah punya, kendaraaan sekalipunsecond pun aku punya, gaji juga lumayan. Bukan berarti aku ini tidak laku, tetapi sikap dingin dan tidak percaya pada laki-lakilah yang membuatku menyendiri hingga kini. Persoalannya sederhana saja, ketika masih kuliah aku dibohongi pacar. Berjanji akan menikahiku, mahkota kuserahkan, tetapi saat hari H pernikahan, ia mendadak membatalkannya. Malu, marah, dan sedih bercampur aduk hingga aku jatuh sakit. Untung karena pegawai negeri sipil (PNS), semua ini tidak membuat aku terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Malah, aku mendapat dukungan penuh dari keluarga dan teman-temanku. Mungkin ada pembaca "GM" yang bertanya, mengapa aku berani blak-blakan membuka masalah privacy ini. Entahlah, hati kecilku yang menggerakkanku untuk menuturkannya kepada seorang teman. Harapanku, mudah-mudahan kaum wanita tidak lagi menjadi korban rayuan gombal kaum lelaki. Saat masih di bangku sekolah sebuah SMA favorit di Bandung, aku sedang senang-senangnya bermain. Sebagaimana layaknya remaja, aku gemar bersolek. Apalagi, orangtua dan teman-temanku bilang, aku ini cantik. Sejak kelas II SMA ini aku berpacaran dengan Kang Heru, salah seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi ternama. Ia begitu setia menemaniku. Jika pulang kuliah, ia rela menungguku untuk bersama-sama pulang berjalan kaki. Maklum, saat itu masih amat jarang orang yang mempunyai sepeda motor. Tapi justru dengan berjalan kaki ini kami punya waktu untuk berbagi cerita, juga tentang masa depan kami sebagaimana umumnya remaja yang tengah dimabuk asmara. Kang Heru bilang, jika lulus, ia akan bekerja dan segera melamarku. Begitulah, sampai aku masuk perguruan tinggi negeri yang berbeda, hubungan kami terus berlanjut. Orang bilang, aku dan Kang Heru seperti Romeo dan Juliet, sulit dipisahkan. Terkadang aku bangga mendengarnya karena memang demikianlah adanya. O iya lupa, aku asli orang Sunda. Kedua orangtuaku juga berdarah Sunda. Tetapi Kang Heru, sekalipun lahir di Bandung, ia berdarah Jawa. Ibunya asal Pekalongan, sedangkan ayah dari Cilacap. Tetapi masalah kesukuan bukan persoalan bagiku, Kang Heru juga lebih suka dipanggil Akang daripada Mas. Hubungan kami pun terus berlanjut. Bahkan jika Kang Heru apel ke rumah, orangtuaku sudah menganggapnya seperti saudara. Selama itu pula, keluarga Kang Heru sudah menganggapku sebagai manantu. Ke mana kami pergi, tak pernah dilarang. Alhamdulillah, selama itu pula kami belum tergoda oleh hal-hal yang dilarang. Lima tahun berlalu, Kang Heru lulus kuliah. Ia diangkat menjadi seorang pegawai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan ditempatkan di Yogyakarta. Kami berpisah, tetapi hubungan saat itu terus berjalan. Setahun berlalu, entah bagaimana, aku jadi jarang menerima surat dari Kang Heru. Kupikir mungkin ia sibuk, namun hati kecilku merasakan kecemburuan. Mungkinkah Kang Heru punya wanita lain selain diriku? Suatu hari, Kang Heru pulang ke Bandung. Katanya, ia sedang cuti seminggu. Ia pun datang ke rumahku. Dari mulai pukul 16.00 WIB kami ngobrol. Saat malam tiba, aku pun melakukan hal yang sulit kuhindari. Di serambi depan rumah, saat orangtua dan adik-adikku tidur, kami lupa diri. Kami berpelukan mesra dan akhirnya kehormatanku tanpa sadar kuserahkan padanya. Aku menangis pilu, tetapi Kang Heru segera menenteramkan hatiku. Katanya, ia akan bertanggung jawab. Aku pun memegang teguh janjinya. Bahkan di hari kelima, sebelum Kang Heru pulang ke Yogyakarta, kami kembali berhubungan intim layaknya suami istri. Begitulah yang aku alami. Akhirnya, aku pun lulus dari perguruan tinggi dan meraih gelar doktoranda. Setahun kemudian, aku bekerja jadi PNS di Bandung. Sebelumnya, aku dan Kang Heru berencana untuk menikah setelah aku lulus. Saat itu, Kang Heru bilang akan segera melamarku dan memang, bersama orangtuanya, Kang Heru melamarku. Setelah itu, kedua belah pihak mengadakan acara perhitungan hari pernikahan. Sejak itu pula Kang Heru sering datang ke Bandung dan setiap kali berkunjung, kami selalu berhubungan intim. Aku pasrah saja. Pikirku, toh ia bakal jadi suamiku. Apalagi, ia telah melamarku. (bersambung)** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/