MEDIA INDONESIA
Kamis, 06 Oktober 2005

Madenur di Bali
Nono Anwar Makarim, Ketua Badan Pelaksana Yayasan Aksara, Jakarta


MADENUR, adalah seorang tuna-makna. Kehidupannya tak punya arti. Pekerjaan 
tak punya, keahlian tak punya, keluarga tak punya, pulang ke rumah orang tua 
malu dianggap gagal. Bertahun-tahun ia berkelana ke rumah teman-teman masa 
pendidikannya di padepokan Pmks. Di situ ia berdiam berminggu-minggu; kadang 
kala bahkan sampai bulanan. Teman-teman Madenur eks padepokan Pmks bukan 
orang berada.

Mereka sekadar punya pekerjaan tetap dan, walaupun agak pas-pasan, masih 
sanggup menampung teman lama berminggu-minggu. Pengangguran berkepanjangan 
membuat keresahan Madenur meningkat dan harga dirinya merosot. Sering kali 
ia berpikir tentang kegunaan hidupnya. Pada saat-saat itu ia mulai 
mengarungi jurang-jurang depresi jiwanya.

Pada suatu hari seorang yang baru dikenalnya menghampiri dan menyampaikan 
pesan bahwa ia dicari oleh seorang yang bernama Pul. Keesokan harinya Pul 
datang dan memberinya uang sebanyak Rp50.000. ''Dari pendoa PPSM,'' kata 
Pul. Ada sejam Pul duduk mengobrol ringan tentang 1.001 soal dalam 
kehidupan. Lalu Madenur diajak makan di warung dekat rumah di mana ia 
menginap. Tak lama kemudian Pul minta diri dan berjanji akan berkunjung 
lagi, 'kapan-kapan', katanya. Madenur termenung memikirkan peristiwa yang 
baru dialaminya. Uang Rp50.000 diraba-raba di kantong kemejanya. Seminggu 
kemudian Pul datang lagi dengan uang Rp50.000 lagi. Sebulan kemudian Madenur 
bergabung dengan kelompok pendoa PPSM.

Di situ sudah ada 8 pemuda. Mereka mendaraskan pujian dan lewat tengah malam 
berdoa utama. Pada tengah malam ke-100 Madenur diantar 8 pemuda ke tengah 
ladang. Di sana sang Guru sudah menanti. Di bawah sejuta bintang di langit, 
dengan kitab suci di atas kepala Madenur melintasi jembatan transenden, dan 
dalam kesucian masuk ke lingkaran gaib. Ia bersumpah taat sampai mati.

Perang Madenur
Pada 1 Oktober 2005 Indonesia menerima deklarasi perang dari Bali. Dalam 
deklarasi itu tergambar suatu ruang besar restoran yang hancur-lebur. 
Pecahan kaca berhambur-campur bata, genting, dan plafon yang remuk. Atapnya 
ambruk. Di dinding tertempel potongan daging, tipis-tipis seperti dipotong 
untuk membuat dendeng; darahnya masih mengalir kental, merah tua. Di kaki 
kursi tersangkut tangan kanan perempuan yang masih memegang tas. Pada bagian 
yang tersobek dari dadanya tampak daging memasir putih, tanpa darah. Suara 
merintih bersaing dengan jerit orang yang belum dibunuh. Seorang laki-laki 
tersenyum malu memandang orang yang bergegas mau mengangkatnya. Kepalanya 
masih belum sempat terangkat, ia sudah terburu meninggal. Orang yang mau 
mengangkatnya heran. Baru setelah tangannya lepas dari punggung jenazah ia 
sadar bahwa pundak orang yang mau ditolongnya sudah dikoyak serpihan bom.

Pernyataan perang Madenur ditujukan kepada bangsa Indonesia, tanpa pandang 
bulu apakah ia seorang Islam, Katolik, Kristen, Budhis, Hindu, Konghucu. 
Kebetulan saja mayoritas yang terbunuh beragama Islam. Madenur tidak ambil 
pusing akan hal itu. Instruksinya jelas: Pukul sasaran yang mengakibatkan 
kerugian besar, publisitas global, kerusakan parah dan jangka panjang: Bali.

Madenur berguru
Bagaimana bangsa berperadaban tinggi seperti Jerman bisa membantai 6 juta 
manusia? Pertanyaan ini mengganggu pikiran seorang mahasiswa S3 di 
Universitas Harvard. Namanya Stanley Milgram. Seperti Madenur yang taat pada 
sang Guru, para algojo Nazi juga patuh pada perintah atasan yang berwenang. 
Befehl ist Befehl!, kata mereka. Yang tetap mengherankan bagi Milgram adalah 
mengapa dalam tabrakan antara ketaatan dan hati nurani yang menang adalah 
ketaatan. Mengapa? Untuk disertasinya Stanley Milgram melakukan penelitian 
sosial-psikologis di Universitas Yale. Dari penelitian tersebut diketahui 
bahwa kebanyakan orang tidak terlalu peduli akan penderitaan orang yang 
disiksanya bila ia mengerti tujuan penyiksaan, dan disuruh menyiksa oleh 
figur-figur yang mengesankan berwenang.

Antara penelitian Milgram dan Madenur tidak banyak perbedaan. Madenur harus 
terlebih dulu dibuat mengerti akan penjelasan sang Guru tentang tujuan 
perang. Baru kemudian ia akan menaati perintah perang tanpa memedulikan 
apakah korbannya itu orang Indonesia atau orang asing, sesama muslim atau 
kafir.

Madenurisme dalam konteks
Di Indonesia ada banyak Madenur. Mereka tidak beroperasi dalam suatu vakum. 
Medan sosial-politik mereka dewasa ini menunjukkan karakteristik tertentu. 
Secara makro kita menyaksikan dimainkannya suatu mitos di forum domestik 
maupun global: ''Islam di Indonesia itu moderat dan amat toleran! Yang 
ekstrem itu hanya suatu minoritas kecil!'' Ini merupakan suatu mitos karena 
yang menjajakannya pun tak percaya akan kekecilan para ekstremis. Kalau 
memang kecil, mengapa tidak dikecam dan difatwakan secara jelas kecamannya? 
Takutkah akan kehilangan dukungan politik si 'kecil'?

Mitos ini juga sudah dibubarkan oleh penelitian kuantitatif yang mengukur 
berapa jauh gairah demokrasi di kalangan aliran-aliran besar Islam di 
Indonesia, yaitu mayoritas moderat dan toleran yang dikumandangkan di 
mana-mana. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa di kalangan aliran-aliran 
besar tersebut banyak sekali kantong-kantong besar kaum skripturalis 
fundamental. Secara makro kita saksikan juga bahwa elite politik Indonesia 
enggan menggelorakan konsepsi Pancasila, ide dasar negara Republik 
Indonesia.

Mereka takut akan dihubungkan dengan paksaan asas tunggal zaman Soeharto, 
dan dengan demikian mengambil risiko kehilangan dukungan ekstremis yang 
dikatakan 'minoritas kecil' itu. Aparatur negara juga ragu mencegah tindakan 
sepihak atas nama hak asasi dan agama kaum ekstremis. Keraguan itu sebagian 
disebabkan oleh ketidakpahaman tentang hak asasi, yang tidak boleh dilibas, 
yang mana yang harus dilibas karena melanggar hak asasi orang lain. Untuk 
sebagian lagi sebab-musababnya berada di sektor politik real. Gerakan 
ekstrem dipakai untuk tujuan politik jangka pendek pencari posisi 
kenegaraan.

Dalam menanggapi gerakan-gerakan garis keras, NU dan Muhammadiyah 
setengah-setengah. Polisi ragu, TNI dilarang berkutik, elite politik 
berlagak lupa Pancasila sebagai konsepsi yang melandasi dasar negara. 
Konteks semacam ini adalah surga buat gerakan-gerakan ekstrem. Mereka 
bertindak sepihak tak ada yang melawan kecuali protes kecil di sana-sini. 
Tercatatlah kemenangan kecil. Protes mereda, mereka sekali lagi bertindak 
sepihak. Suara protes masih ada tapi mulai mengecil. Polisi diam di tempat, 
politisi takut menyebut Pancasila.

Tambahkan pada konteks tersebut berita tentang latihan perang di hutan Jawa 
Tengah. Lalu ada khotbah di Jakarta Utara yang menjamin bahwa setiap rupiah 
sumbangan umat akan digunakan untuk menjatuhkan pemerintah RI yang sekuler. 
Ratusan gereja ditutup. Ahmadiyah diserang di mana-mana. Islam Liberal harus 
dilarang. Dari aspek kontekstual inilah selayaknya kita membaca 11 fatwa MUI 
yang bersifat eksklusif dan bernada agresif. Kondusifkah atau tidak konteks 
semacam ini bagi teroris dan terorisme Indonesia. Ada seribu Madenur yang 
dengan berdebar hati menunggu gilirannya untuk dibaiat, untuk dikirim ke 
luar negeri menuntut ilmu perang, untuk melaksanakan perintah suci sang 
Guru. Saya persilakan mereka menjawab pertanyaan itu.***

Catatan: Nama-nama dalam tulisan ini adalah fiktif. Begitu pula kisah hidup 
Madenur. 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke