http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/05/nas07.htm

Hikmah Ramadan
Puasa Orang Jawa
       
      SM/dok  
     
Oleh: Abdul Djamil 

KALAU ditanya mengenai sembahyang, dia segera menjawab masih bolong-bolong 
alias belum sepenuhnya bisa melaksanakannya lima waktu sehari semalam. Apakah 
tidak merasa dosa? Dia pun menjawab dengan tegas ya, tetapi memang kemampuannya 
baru segitu mau apa. 

Baginya, Tuhan itu bukan tipe pendendam hingga orang yang masih berlepotan dosa 
seperti dia masih bisa berharap masuk surga bersama dengan yang lain. Siapa 
tahu karena keikhlasan dan kepasrahannya justru bisa masuk surga mendahului 
ahli ibadah yang sombong. 

Ini semua adalah rahasia Illahi yang tidak bisa diketahui saat ini dan di sini. 
Usut punya usut ternyata teman kita ini sudah telanjur tidak hafal bacaan 
shalat dan baca fatihah pun hanya hafal separo sehingga setiap shalat selalu 
merasa ada yang nggak beres dengan bacaannya. Baginya, shalat menjadi sesuatu 
yang membebani ketimbang sebuah ''pertemuan'' dengan Tuhan yang selalu 
dirindukan.

Menjelang Ramadan, tak lupa dia ikut mempersiapkan diri dengan aktivitas yang 
lazim dilakukan orang Jawa. Dia pun ziarah ke kubur leluhurnya dan tak lupa 
membawa sekeranjang bunga, meski saat di makam hanya lihat-lihat saja dan tak 
membaca apa-apa. La wong nggak bisa baca doa, sedangkan doa yang tak pakai 
bahasa Arab dikiranya tak afdhal. 

Dia hanya tunjuk sana sini ke makam kerabat kepada anak-anaknya sambil sesekali 
memetik daun kamboja untuk mengisi kekosongan, supaya tak ketahuan dia tak 
pandai memanjatkan doa. Dalam perjalanan pulang, tak lupa mampir toko busana 
muslim untuk beli baju takwa dan peci serta sorban ala Yassir Arafat, buat 
jaga-jaga kalau ada yang ngajak tarawih keliling atau kebagian giliran menerima 
pengajian selama Ramadan. Minyak Hajar Aswad pun dibeli supaya tampil lebih 
nges sebagai wak haji yang ke sana-kemari menebarkan aroma Arabia.

Kini, puasa benar-benar datang dan dia segera memasuki ''dunia lain'', sebuah 
dunia yang sakral penuh keutamaan dan penuh larangan. Pintu neraka dikunci 
rapat, pintu surga dibuka lebar, dan setan dibelenggu kuat-kuat. Hari-hari yang 
biasanya diisi dengan kesibukan kerja hingga menjelang senja tiba-tiba 
diperpendek hingga siang dan penampilannya yang sehari-hari sangat energik 
tiba-tiba dibikin setengah loyo untuk memberi penghormatan pada hari pertama 
puasa. Tak lupa ke sana-kemari selalu meludah untuk memberi kesan puasanya 
benar-benar murni tak menelan apa pun, termasuk ludahnya sendiri. 

Betapa puasa memang harus menahan lapar dan dahaga sehingga perut terasa 
melilit dan kerongkongan terasa lengket dari fajar hingga magrib tiba. 
Perjuangan hari pertama itu pun akhirnya dimenangkan sehingga saat seteguk teh 
hangat membasahi kerongkongannya di kala beduk magrib, membuatnya merasa telah 
menaklukkan dorongan nafsunya di bulan yang penuh berkah itu. Belum selesai dia 
''balas dendam'' melahap hampir separo makanan di meja, panggilan azan sudah 
datang dan dia pun bergegas untuk berdesakan mencari saf terdepan shalat 
tarawih bersama pejabat lainnya. Ketika sang imam memimpin niat puasa untuk 
esoknya pertanda tarawih telah selesai, dia pun ikut menirukan dengan nyaring 
nawaitu sauma ghodin an adaíi fardi syahri romadhona hadhihissanati lillahi 
taíala. Soal besoknya puasa lagi atau tidak, itu urusan lain. Pokoknya hari ini 
gendang sudah dibuka dengan puasa betulan, tarawih betulan, dan niat betulan. 
Hari-hari berikutnya adalah urusan tersendiri yang hanya diketahui dirinya 
sendiri. Yang penting anak tak boleh tahu bahwa puasanya bolong-bolong, nggak 
utuh. Malah kalau perlu anaknya dibentak untuk berpuasa sebulan penuh dan tak 
lupa mendatangi TPQ serta rajin membaca Alquran, supaya kalau dia mati ada yang 
membacakan Yasin, tahlil, dan doa. 

Jadi, dalam hal ini anak dipandang sebagai human capital untuk ''meringankan'' 
pertanggungjawaban kelak di alam kubur . Dia tak pernah lupa akan hadis Nabi 
tentang anak sholeh yang bisa meringankan derita melalui doa-doanya. Lantunan 
bacaan Alquran saat anaknya tadarus di rumah menjelang buka terasa sebagai 
embun yang menetes di kala kemarau panjang, demikian pula ketika anaknya 
mengawali buka puasa dengan doa ''Allahumma laka sumtu wabika amantu waíala 
rizkika aftartu..'', lalu minum es cendol lengkap dengan kelapa muda dan sirup. 

Dia pun ikut berbuka sekadar toleran meramaikan meja makan, meski selera 
makannya agak turun la wong habis makan siang di warung sate kesukaannya. Lo 
puasanya kok bolong, juga kayak shalatnya. Nah, itulah snapshot dari 
pernik-pernik masyarakat kita menyongsong bulan mulia ini. Tak semuanya mampu 
puasa kayak pak ustad dan lainnya yang beruntung.

Inilah orang yang blaka suta menyatakan dirinya Islam luar- dalam, mau membela 
kehormatan agamanya, tetapi soal ibadah rutin masih belum dapat melaksanakannya 
secara maksimal. Apakah nanti akan mengganti puasanya yang bolong di hari lain? 
Ya, Wallahu alam, karena membayar utang itu lebih berat rasanya kecuali ada 
ustad yang saying pada mereka dan menuntunnya dengan sejuk dan damai hingga dia 
merasa ''dicuci'' bukan dicaci, merasa dididik bukan dihardik. 

Bedug Tiba

Tetangga sebelahnya yang juga orang Jawa tulen, tak henti-hentinya memutar 
tasbih selepas shalat ashar hingga kepalanya terlihat geleng-geleng kanan kiri 
mengikuti ritme zikir Nafi isbat (lailaha ilallah). Gerakan ritmik ini diakhiri 
dengan doa panjang berbahasa Arab fasih hingga mirip syekh Arab di kawasan 
Misfalah Makah. Begitu bedug magrib tiba, diambilnya sebuah korma ajwa (kurma 
Nabi) diikuti doa berbuka, lalu seteguk teh hangat sekadar membasahi 
kerongkongan. Dia segera beranjak mengambil sajadah untuk shalat magrib hingga 
anak-anaknya pada gerundelan tak berani menyentuh makanan, karena sang ayah 
belum selesai salat dan doa.

Kenapa orang Jawa bisa macam-macam ekspresi keislamannya hingga mengesankan 
cara menjadi Islam itu pun bisa macam-macam. Tak usah heran, kalau mau 
melihatnya dari tesis trikotomi Islam santri, priyayi, dan abangan ala Geertz 
dalam The Religion of Java. Variasi keislaman sebagai akibat dari budaya lokal 
akan makin banyak, meski hal-hal yang fundamental tetap tak akan bergeser. Di 
era yang serba digital dan serba IT, ibu-ibu banyak kehilangan kesempatan untuk 
hadir pada acara-acara bersama yang bersifat kumunal mulai dari pengajian 
kampung, yasinan, tahlilan hingga istighotsah kubra. Dakwah tak lagi harus 
mendatangi ustad atau kiai karena telah disorongkan ke depan mata melalui 
tayangan ''Rahasia Illahi'', ''Takdir Illahi'', ''Kesaksian'', ''Tawakal'', dan 
lain-lain. Ini juga varian lain dari ekspresi Islam di tengah kemajuan 
teknologi informasi.

Ibu setengah baya itu tak pernah bergeming mengikuti kuis Ramadan yang 
menjanjikan sejumlah hadiah itu. Inilah yang menjadi biang kerok sehingga 
sering terlambat menyiapkan makan sahur untuk suami dan anaknya. Tadarus yang 
dulu menjadi kebiasaannya menanti subuh lambat-laun telah ditukar dengan kuis 
Ramadan dan ''dakwahnya'' para pelawak kondang. Snapshot ini hanyalah sebuah 
representasi dari dinamika perubahan masyarakat yang terkait dengan tradisi 
keagamaan akibat proses komunikasi yang diwarnai dengan elektronisasi dan 
tivinisasi. 

Tadarus (membaca Alquran) merupakan amal yang dianjurkan sebagaimana 
diperlihatkan oleh Nabi dan sahabatnya. Dia segera menjadi bagian dari kegiatan 
Ramadan di berbagai masjid dan surau di negeri kita ini. Di kalangan santri 
sering menjadi landmark yang menandai suasana Ramadan dan sering dijadikan 
sebagai ajang uji publik kemampuan membaca Alquran seseorang. Siapa yang 
menolak giliran membaca akan dicap abangan atau priyayi. Saat itu tentu saja 
tidak banyak orang yang menolak giliran membaca, karena memang pembelajaran 
Alquran terjadi secara massive mulai dari surau di desa sampai ke lingkungan 
keraton. Anak-anak dibiasakan untuk pagi sekolah umum, sore sekolah Arab, 
malamnya ngaji di surau sehingga ketika menjadi insinyur pun masih pandai 
membaca Alquran, dan tak lupa akan irama beduk di masjid kecamatan. 

Puasa bagi orang Jawa bukan sesuatu yang asing, karena hidupnya banyak dijejali 
oleh kultur menderita dan tirakat untuk kebahagiaan di masa yang akan datang. 
Kisah Bima dalam jagad Jawa yang telah muncul sebelum islamisasi Nusantara ini, 
tidak jauh berbeda dari perjalanan spiritual pencari hakikat dalam Islam 
menghadapi godaan dan rayuan yang harus diatasi dengan latihan rohani atau 
tirakat menahan nafsu. Ini dilakukan dengan jalan puasa, yang isinya menahan 
diri dari godaan menuju kejernihan batin untuk meraih kemenangan saat Idul 
Fitri nanti. 

Tirakat itu pada hakikatnya adalah kesadaran dan kesengajaan untuk 
bersusah-payah atau sebuah perlawanan terhadap dorongan batin (desire) yang 
lazim ada dalam berbagai kehidupan spiritual. Jika orang ingin mencapai 
keunggulan batin seperti Panembahan Senapati di Mataram, maka diperlukan 
perlawanan terhadap nafsu (kapati amarsudi, sudaning hawa lan nepsu) atau sikap 
Yudistira yang tidak kumantil (terikat) pada apa saja yang dimilikinya, karena 
hakekat hidup hanyalah sebuah titipan yang harus dipelihara dengan baik, 
demikian juga harta (nyawa gaduhan, banda sampiran) yang harus dipelihara dalam 
waktu sekejap (sak derma mampir ngombe). Di sinilah puasa memang menjadi ajang 
untuk evaluasi diri, kita ini siapa dan akan ke mana akhirnya. Kalaulah kita 
sadar perjalanan akhir kita, maka laku tirakat menjadi keniscayaan yang kita 
terima tanpa merasa sebagai beban dan puasa menjadi nikmat. Wallahu aílam. (46t)

- Penulis adalah Rektor IAINWalisongo Semarang

Bulan Sabar dan Rizki

DALAM khotbahnya di hari terakhir bulan Sya'ban, Rasulullah Saw mengatakan, 
''Ramadan adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu pahalanya adalah surga. 
Ramadan adalah bulan memberi pertolongan dan bulan Allah menambah rizki bagi 
orang-orang mukmin. Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada seseorang yang 
berpuasa, yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan 
dari neraka.'' (HR Ibnu Khuzaimah) 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke