http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/25/opini/2237955.htm
BBM Naik, Pendidikan Tidak Gratis Darmaningtyas Pendidikan gratis merupakan wacana yang dikembangkan pemerintah pada awal 2005 untuk mendukung kenaikan harga BBM. Asumsinya adalah harga BBM di Indonesia sangat rendah karena negara memberikan subsidi sangat besar (mencapai Rp 89 triliun/tahun). Bila harga BBM naik, maka subsidi yang besar itu dapat dialihkan untuk membiayai bidang pendidikan dan kesehatan sehingga keduanya bisa gratis. Wacana itu mendapat dukungan sejumlah aktivis prodemokrasi melalui iklan terbuka di media massa. Mereka meyakini pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (populer disingkat SBY-JK) tulus di dalam menepati janji-janji pendidikan dan kesehatan gratis. Secara akal sehat, asumsi tersebut mudah diterima, terutama bila dasarnya hanya ekonomi semata. Seorang akuntan akan dengan mudah membukukan pengeluaran dari yang semula untuk subsidi BBM kemudian dialihkan untuk subsidi pendidikan dan keseharian dengan jumlah yang sama sehingga pendidikan dan kesehatan bisa gratis beneran. Namun, yang terjadi di lapangan tidak demikian. BBM dalam satu tahun naik dua kali, tapi pendidikan dan kesehatan tetap tidak gratis! Mengapa? Karena keputusan menaikkan harga BBM bukan sekadar pertimbangan ekonomis saja, tapi jauh lebih penting adalah pertimbangan politik. Maka yang terjadi kemudian adalah pengalihan dana subsidi BBM ke sektor lain, bukan sekadar kalkulasi ekonomis semata, tapi politis. Pertimbangan politik menyatakan bahwa dana subsidi BBM tidak dialihkan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan, tapi untuk membayar bunga dan cicilan utang. Bila pertimbangannya adalah ekonomi semata dan logika yang dibangun konsisten memihak orang miskin, maka mestinya besaran dana subsidi BBM yang dipotong itu dialihkan sepenuhnya untuk pembiayaan kebutuhan sosial dasar sehingga untuk bidang pendidikan dan kesehatan betul-betul gratis. Tapi, kenyataannya adalah besaran dana kompensasi BBM untuk program sosial dasar hanya sekitar 15 persen saja dari besaran subsidi BBM yang dipotong, yaitu kompensasi untuk kebutuhan pangan sebesar Rp 5,4 triliun, kesehatan sebesar Rp 2,17 triliun, dan pendidikan Rp 5,6 triliun. Dengan pengalihan dana subsidi BBM yang sangat kecil itu, maka pendidikan dan kesehatan tidak mungkin gratis. Lalu ke mana larinya dana hasil pemotongan subsidi BBM yang tidak dialihkan untuk kebutuhan sosial dasar tersebut? Untuk bayar utang (luar dan dalam negeri)! Pertanyaan berikutnya adalah mengapa pilihan bayar utang itu justru diprioritaskan dan meminta pengorbanan semua warga, utamanya kaum miskin? Itulah masalah politis! Niat Pascakenaikan BBM (1/3/2005) muncul niat untuk melaksanakan pendidikan gratis. Tapi, entah bagaimana proses politik yang terjadi, wacana itu hilang dan kemudian muncul BOS (bantuan operasional sekolah). Sumber BOS berasal dari dana kompensasi kenaikan BBM tadi. Munculnya BOS ini memupus harapan masyarakat terhadap konsep pendidikan gratis. Jika semula kompensasi kenaikan harga BBM itu akan dialokasikan untuk 9,6 juta murid tidak mampu, dengan adanya BOS dana itu dibagi rata untuk semua sekolah sesuai dengan jumlah murid. Konsekuensinya masing-masing sekolah mendapat bagian terbatas sehingga tidak bisa untuk menggratiskan semua murid. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Suyanto dalam dialog di TVRI (5/10/2005) mengakui bahwa BOS hanya mampu meng-cover sepertiga dari biaya operasional sekolah. Artinya, tidak seluruh kebutuhan operasional sekolah dapat di-cover dari BOS. Konsekuensinya adalah sekolah masih diizinkan untuk menarik biaya lagi dari masyarakat. Meskipun dalam aturan dijelaskan bahwa yang boleh menarik SPP itu hanya sekolah-sekolah yang sebelum ada BOS, SPP-nya di atas BOS dan besaran pungutan adalah selisih antara BOS dengan SPP sebelumnya, tapi kenyataannya di lapangan semua sekolah tetap memungut SPP dari murid. Hanya sedikit yang gratis benar. Ketidaktegasan aturan inilah yang merupakan celah bagi pihak sekolah untuk tetap memungut biaya dari murid. BOS bagi orangtua murid justru menyusahkan mereka. Sebab, ketika menuntut pendidikan gratis dijawab pemerintah, "Kan sudah ada BOS". Tapi ketika tanya ke sekolah, dijawab: "BOS tidak mencukupi untuk menggratiskan murid". Bagi orangtua murid, BOS itu pun berarti "bikin orangtua susah". Wajar bila sebagian murid SMPN III, Kasihan Bantul, DI Yogyakarta, medio Oktober, mogok menolak kenaikan SPP dari Rp 20.000 menjadi Rp 27.000, karena kenaikan itu terjadi justru setelah ada BOS. Dan ironisnya, Sunari SPd, kepala sekolah setempat, menyatakan, "Tak dapat mengubah biaya SPP". Bagi sekolah, BOS rupanya singkatan dari "buat/biang obyekan sekolah". Pascakenaikan harga BBM 1 Oktober 2005, posisi orangtua murid makin susah. Ongkos transportasi umum naik 100 persen. Padahal kita semua tahu, pelajar pengguna transportasi umum itu justru berasal dari keluarga miskin yang menurut jargon pemerintah akan diselamatkan melalui kenaikan BBM. Tapi, sebaliknya, mereka justru memikul beban ganda dari kenaikan harga BBM tersebut. BOS tidak mampu meng-cover biaya transportasi bagi murid yang miskin dan gurunya pun tidak sempat berpikir ke sana. Kesalahan pemerintah adalah tidak konsisten membuat kebijakan. Subsidi BBM dipotong, katanya untuk kaum miskin, tapi ternyata untuk bayar utang. Pendidikan dan kesehatan belum gratis, namun sudah bagi-bagi uang Rp 100.000/KK yang menimbulkan masalah dan menaikkan gaji DPR dan pejabat. Mestinya dana itu dikonsentrasikan dulu untuk pendidikan dan kesehatan, setelah keduanya beres, baru buat program lain. Sebab bila pendidikan dan kesehatan betul-betul gratis-tis (bukan cuma jargon), maka orang miskin sebetulnya sudah tertolong. Jalan keluar Bagaimana jalan keluarnya? Pertama, pemerintah harus konsisten, dana subsidi BBM yang dipotong itu hendaknya dialihkan untuk pelayanan kebutuhan sosial dasar, bukan untuk bayar utang. Juga bukan untuk kenaikan gaji pejabat negara. Sebab yang paling menderita atas kenaikan BBM itu adalah masyarakat, bukan kreditor dan pejabat. Penggratisan tidak berarti menutup partisipasi publik karena partisipasi publik ditekankan pada perencanaan dan kontrol. Sedangkan partisipasi dalam bentuk pendanaan bisa melalui sumbangan sukarela. Namanya sukarela tidak boleh dipaksa. Tapi, yang mampu juga tidak boleh berpura-pura miskin. Jadi pemerintahnya harus konsisten agar warganya peduli. Kedua, mulailah mengembangkan pajak progresif yang hasilnya untuk membiayai pendidikan bermutu dan gratis untuk semua (kaya dan miskin). Jangan salah mengerti bahwa yang kaya kok disubsidi. Mereka juga bayar sekolah, tapi melalui pajak yang tinggi. Itu semua bukan utopia, tapi bisa terlaksana, seperti di negara-negara kesejahteraan asal pengelolaannya sungguh-sungguh dan jujur. Jangan petugas pajaknya saja yang kaya raya. Ketiga, pemerintah harus kreatif dan jeli dalam melaksanakan program. Masalah DO tidak bisa dipecahkan dari lingkup sekolah saja, tapi bisa melalui peningkatan ekonomi keluarga. Oleh sebab itu, program-program padat karya perlu diciptakan untuk kaum miskin agar ekonomi mereka tetap berputar sehingga punya semangat menyekolahkan anaknya. Nelayan-yang nyata-nyata kaum miskin-diberikan subsidi bahan bakar agar masih tetap bisa melaut. Keempat, saatnya pemerintah/pemda menyediakan angkutan umum khusus pelajar (di kota dan desa) yang biaya operasionalnya ditanggung pemerintah/pemda. Atau membangun jalur khusus sepeda untuk melayani jarak pendek (kurang dari 5 km) agar warga miskin tidak terancam DO karena tidak mampu bayar ongkos transportasi yang lebih besar daripada SPP-nya. Sekarang DO di pedesaan dan kalangan miskin kota terjadi karena mahalnya ongkos transportasi. Bila tidak mau menempuh keduanya itu, maka betul juga bunyi SMS nakal: SBY-JK itu singkatan dari "susah bensin ya jalan kaki"! Kata orang Yogya ini akibat dari BBM=bola-bali mundak (berulang kali naik) sehingga hidup "sengsara bersama Yudhoyono". Darmaningtyas Pengurus YSIK (Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan) dan Perkumpulan Praxis di Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/