http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1105/26/0101.htm
Rapimnas Partai Golkar Memutuskan Dukung Pemerintah Posisi Politik Soeharto Sulit Diselesaikan JAKARTA, (PR).- Persoalan posisi mantan Presiden Soeharto secara politis menjadi berbeda, karena sulit diselesaikan, dan terus menjadi wacana politik. Namun, posisinya secara hukum sebenarnya selesai dengan diundangkannya Ketetapan MPR (Tap MPR) No. XI/MPR/ 1998 menjadi UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Bersih, Bebas KKN dan UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Soal pengadilan Soeharto telah selesai secara hukum. Tetapi, secara politik sulit selesai. Ini akan menjadi wacana politik terus- menerus sepanjang sejarah," kata Wakil Ketua DPR, A.M. Fatwa menjawab pertanyaan wartawan saat menghadiri sidang terdakwa Ketua Komisi Pemilihan Umum, Nazaruddin Syamsuddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (25/11). Persoalan hukum Soeharto telah selesai, ketika fatwa Mahkamah Agung (MA) menetapkan agar negara mengobatinya sampai sembuh, dengan pernyataan tim dokter bahwa penyakit Soeharto tidak bisa disembuhkan seumur hidupnya. "Dia dinyatakan tidak mungkin menjalani proses sidang karena sakit itu. Maka pengadilan terhadapnya tidak dilaksanakan lagi," kata Fatwa. Namun, opini politik soal Soeharto akan terus muncul. Itu tidak bisa dicegah, dibiarkan saja terus berkembang. "Bisa dipahami, apabila dari waktu ke waktu timbul pro dan kontra terhadap posisi Soeharto. Soal ini memiliki muatan politik sangat tinggi," tegasnya. Dirinya secara pribadi menghendaki, biarkan saja masalah ini bergulir menjadi wacana. Hal ini tidak bisa dihindari mengingat Soeharto adalah mantan penguasa Orde Baru (Orba) selama 30 tahun lebih. "Biarkan jadi wacana, karena masalah dia sarat pertimbangan politik," katanya. Di tempat yang sama, mantan Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) Akbar Tandjung menilai, wajar saja apabila mantan Presiden Soeharto meminta kejelasan mengenai status hukumnya. Saat ini, memang ada wacana untuk memperjelas status hukum Soeharto. "Saya kira wajar, beliau sebagai mantan kepala negara menginginkan adanya kepastian hukum terhadap kasusnya. Oleh karena itu, kita serahkan saja pada mekanisme hukum," ujarnya. Menyangkut pelaksanaan peradilan bagi Pak Harto, Akbar menilai, hal itu sudah pernah dilakukan. Akan tetapi, karena memang diagnosis tim dokter menetapkan mantan presiden itu sulit untuk berkomunikasi secara jelas, proses pengadilan dihentikan. "Jadi sebetulnya soal keinginan untuk (dibawa ke meja) pengadilan itu sudah dilakukan. Sekarang, tentu diserahkan kepada masyarakat maupun pemerintah, apakah masih bisa dilanjutkan pengadilan Pak Harto. Padahal, ia sudah tidak bisa berkomunikasi secara jelas. Barangkali kita harapkan pemerintah bisa menawarkan sesuatu kepada rakyat (untuk penyelesaian masalah hukum Soeharto-red.)," katanya. Pemberian penghargaan Menyinggung soal pemberian "Anugerah Bhakti Pratama" kepada Soeharto, Akbar pun menilai, hal yang wajar apabila Soeharto menerima penghargaan dari Partai Golkar atas jasanya selama menjadi ketua dewan pembina Golkar. "Ya, saya kira penghargaan untuk Pak Harto dalam konteks Golkar, itu kita tinggal melihat dari persepsi mana. Kalau dari persepsi Orde Baru, ya tentu Pak Harto patut diberi penghargaan karena pada waktu itu beliau adalah Ketua Dewan Pembina. Akan tetapi, kalau dalam persepsi reformasi, kami rasa tidak ada hubungan dengan beliau, karena secara formal struktural beliau tidak lagi di Golkar (pascareformasi-red.)," katanya. Lantas, perihal dirinya yang tidak termasuk yang mendapat penghargaan seperti yang juga diberikan DPP Partai Golkar kepada sejumlah tokoh nasional lain yang berasal dari partai berlambang pohon beringin itu, Akbar menyatakan, pihaknya tidak merasa kecewa karena tidak menerima penghargaan "Anugerah Bhakti Pratama". "Saya serahkan (keputusan untuk pemberian penghargaan-red.) kepada DPP. Namun, saya perlu mengatakan, apa yang saya lakukan sekarang ini, pengabdian saya pada partai, kontribusi saya terhadap partai, tidak pernah terpetik sedikit pun dalam benak saya bahwa saya menginginkan penghargaan," kata Akbar yang pernah menjadi Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga dan Menteri Negara Perumahan Rakyat dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto. Bisa dimengerti Sementara itu, pengamat politik Indria Samego menilai, latar belakang yang menjadi dasar rencana Partai Golkar memberikan "Anugerah Bhakti Pratama" kepada mantan Presiden Soeharto, tidak lepas dari peranan Soeharto dalam membesarkan Golkar pada masa lalu. "Itu dimengerti, tetapi sebaliknya, sebenarnya Soeharto juga dibesarkan Golkar," katanya saat dihubungi "PR" via telefon di Jakarta, Jumat (25/11). Namun, Indria mengingatkan, pentingnya Partai Golkar (PG) melihat masa depan, termasuk tantangan bagaimana agar benar-benar mengakar di masyarakat. Menurutnya, itu artinya langkah Partai Golkar harus lebih tegas untuk turut andil memecahkan segala persoalan yang tengah melilit masyarakat. "Jadi, lihatlah ke masa depan," katanya. Sebagaimana diwartakan, terkait dengan penyelenggaraan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar dan HUT Golkar ke-41 di Jakarta, 23-26 November 2005, Partai Golkar akan memberikan penghargaan "Anugerah Bhakti Pratama" kepada 45 tokoh nasional dari Golkar. Di antara penerima, termasuk mantan Presiden RI dan mantan Ketua Dewan Pembina Golkar, Soeharto. Juga, mantan Presiden B.J. Habibie, mantan Mensesneg Moerdiono, mantan Menpen Harmoko, mantan Menkeh Oetojo Oesman, mantan Menaker Cosmas Batubara, dan tokoh PGRI Basyuni Suriadiharja. Menurut rencana, penghargaan diberikan Ketua Umum DPP Partai Golkar M. Jusuf Kalla pada puncak HUT ke-41 Golkar di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (26/11). Tegaskan dukungan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar semakin menegaskan kembali posisi Partai Golkar sebagai partai politik pendukung pemerintah. "Golkar memang perlu menegaskan posisi politiknya sebagai partai pendukung pemerintah. Dulunya Partai Golkar adalah sebagai penyeimbang, tetapi sekarang dalam posisi sebagai partai pendukung pemerintah," ujar Wakil Sekjen /Ketua Koordinator Pernyataan Politik Rapimnas Golkar, Priyo Budi Santoso kepada wartawan seusai penutupan rapimnas di Jakarta, Jumat (25/11) malam. Sebagai partai yang semula penyeimbang menjadi partai pendukung pemerintah itu, Partai Golkar juga memandang perlu melakukan reposisi partai untuk mewujudkan peranannya memperkuat pemerintahan. "Namun untuk masalah hiruk pikuk reshuffle, memang ada tujuh daerah yang mengusulkan agar dalam reshuffle dipertimbangkan agar Golkar masuk," kata Priyo. Rapimnas ditutup Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono. Tidak ada pernyataan politik saat penutupan. Pernyataan politik atau rekomendasi akan dibacakan saat peringatan HUT Partai Golkar ke-41 yang rencananya dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Balai Kartini Jakarta, Sabtu (26/11) ini. Priyo menyatakan, PG juga memandang perlu kemungkinan aktualisasi reposisi partai untuk memperkuat pemerintah. Namun, untuk reshuffle, dalam rapimnas tersebut ada tujuh daerah yang mengusulkan agar dalam pelaksanaan reshuffle mempertimbangkan penambahan kursi Golkar di kabinet. Rekomendasi kedua adalah untuk menyederhanakan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). "Ijtihad politik yang sekarang ini mulai menjadi mainstream di Partai Golkar adalah memprakarsai terbentuknya format yang memungkinkan penyederhanaan jadwal pelaksanaan pemilu. Pemilu cukup dilaksanakan dua kali dalam lima tahun kepemimpinan nasional. Artinya, hanya ada dua pemilu yaitu pemilu serentak legislatif dan eksekutif," katanya. Ia menjelaskan, pemilu dilaksanakan dalam dua urutan. Satu hari untuk memilih anggota DPR RI, DPRD I, DPRD kabupaten/kota dan DPD RI. Setelah senggang waktu akan diadakan pemilu serentak untuk memilih eksekutif, dimulai pemilu memilih presiden/wapres, pemilu gubernur dan pemilu bupati/wali kota seluruh Indonesia. "Dengan demikian akan ada efisiensi secara nasional mengenai waktu, uang, tenaga, pikiran dan energi. Pertimbangan Golkar adalah agar ke depan parpol itu dapat melaksanakan perencanaan dan kaderisasi secara lebih terencana, ada waktu dan akan menjadi lebih matang," jelas Priyo. Dalam pelaksanaan pemilu eksekutif, PG juga menyadari perlunya waktu transisi supaya pilkada dilaksanakan serentak. Dalam konsep Golkar masa transisi ini perlu dibicarakan bersama seluruh komponen bangsa. Yang kedua mengenai reposisi partai politik yang dihimpun dari rapimnas, kemudian Golkar secara formal kemungkinan nanti akan menyetujui dan mendukung manakala Presiden merasa perlu untuk mengevaluasi kinerja kabinet yang diletakkan dalam kerangka untuk memperbaiki nasib bangsa ke depan dan kemakmuran rakyat. Hal lain yang dihimpun dari Rapimnas adalah adanya pemikiran daerah, agar Golkar mereposisi politik di parlemen. "Tetapi yang jelas Golkar akan tetap memosisikan dirinya sebagai mitra sejajar dengan pemerintah yang akan melaksanakan tugas pengawasan secara kritis, objektif, profesional, independen, dan solutif terhadap kebijakan yang diambil oleh negara," jelas Priyo.(A-84/A-94/A-109)*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Fair play? Video games influencing politics. Click and talk back! http://us.click.yahoo.com/u8TY5A/tzNLAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/