Etis gak ya ngebanding-bandingin? ;-) Mudah"an aja fwd-an ini bisa diterima dengan lapang dada di milis.. Dan semoga publik/rakyat-lah yang pada akhirnya dimakmurkan.. Bukan cuma para pemilik modal saja.. seperti kesan yang bisa diambil dari keputusan publik selama ini.
Dalam satu blog kurang lebih disebutkan bahwa argumen 'pemimpin' (atau sebagian pihak) yang berkata kepada publik (khususnya yang memberi kritik), bagaimana kalau sekiranya publik (dan kritikus) berada dalam posisi mereka malah menunjukkan, kualitas mereka yang sebenarnya. Yang namanya pemimpin itu harusnya memiliki kelebihan (kualitas) daripada yang dipimpinnya.. Setoejoe, ora? 8-) Karena yang namanya pemimpin mestinya sudah siap menerima segenap konsekuensi logis yang mungkin timbul dari kepemimpinan yang diraih/diterimanya - termasuk 'pusing' atas banyaknya persoalan yang harus dihadapi, diselesaikan, dsb. Apalagi kalau ada proses pengajuan diri dan kampanye (bukan penunjukkan) sebelum mendapat amanah tersebut. Konon, manajemen kritik (yang baik) merupakan sebagian kecil dari bagaimana manajemen krisis yang seharusnya dimiliki oleh para pemimpin dimanapun.. Kali ini saya sependapat dengan ucapan Mega/GD soal: Pemimpin jangan tipis telinga. Meskipun di jamannya, kita tahu sendirilah bagaimana sepak terjang mereka.. Tapi bukan berarti ucapannya sekarang pasti tidak ada benarnya kan.. :-) Bukankah (kalau tidak salah) Ali bin Abi Thalib RA pernah bilang: Jangan lihat siapa yangberbicara.. lihatlah apa yang dibicarakannya.. -------- Sebagian orang bilang (bahkan katanya orang atheis saat berbicara soal Allah atau Tuhan - dalam bahasa umum): Percayailah apa yang anda lihat.. Namun saya sendiri pernah (atau sering) bilang: Jangan cuma percaya mata (fisik) anda - Don't just believe your (physical) eyes only.. Karena ada yang namanya pembiasan bahkan fatamorgana.. Apa yang terlihat 'baik' di hadapan kita, masih harus dibuktikan lebih lanjut ke-asli-annya.. Tulus (/*genuine*/)-kah itu atau sekedar mencari simpati (*/lip service/*) dan 'pencitraan' saja.. Atau dalam bahasa saya, termasuk dalam bentuk 'Klaim dan seolah-olah'.. Terlalu percaya dalam banyak hal, pasti ada resikonya.. terlalu curiga juga kesannya buruk.. Mungkin yang lebih baik adalah sikap waspada - sikap 'jalan tengah'.. Yang penting keputusan itu memiliki dasar/alasan yang (harusnya) dapat diterima umum - common sense. CMIIW.. Wassalam, Irwan.K nb: sorry kalau kepanjangan.. soalnya biar gak dibilang cuma bisa fwd doank.. :-P tanpa bisa nulis pendapat/review sendiri.. :-) -------- Original Message -------- Subject: [mediacare] Membandingkan Eva Morales dengan Pemerintahan SBY-JK. Date: Sat, 14 Jan 2006 14:22:50 +0100 From: Arif ** Morales dalam masa kampanye mengungkapkan janji-janji yang idealis sama dengan SBY-JK. Bedanya, Morales melancarkan argumentasi alternatif terhadap sistem kapitalisme dan ekonomi pasar. Sedangkan janji-janji SBY-JK tidak dilandasi alternatif atas sistem ekonomi kapitalisme crony-birokrasi yang telah mengakar semenjak Orde Baru. ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Sinar Harapan, Kamis, 12,01.2006 Membandingkan Eva Morales dengan Pemerintahan SBY-JK. Oleh : Ari Kristianawati *) Eva Morales, mantan aktifis pembela hak-hak suku Indian dan komunitas petani Koka, mengemukakan tekad akan memotong gajinya dan gaji para anggota kongres serta aparatur birokrasi sampai 50%. Tekad itu jarang dijumpai di kalangan pemimpin negara-negara dunia ketiga. Pemotongan gaji ini didasari beberapa alasan. Pertama, untuk mewujudkan kepedulian sosial terhadap penduduk Bolivia yang rata-rata berpenghasilan rendah. Kedua, sebagai langkah penghematan anggaran negara agar bisa surplus untuk membiayai program jaminan sosial. Ketiga, untuk menunjukkan prinsip kepemimpinan yang equal dan populis. Morales yang memenangkan lebih dari 52,4% suara, mengikuti tren negara-negara Amerika Selatan seperti Brazilia, Argentina, Uruguay, yang pemimpinnya kini berhaluan sosialis-demokrat, yang berpandangan anti-globalisasi neo-liberal dan anti-dominasi Amerika Serikat. Dalam masa kampanye ia mengumbar janji di antaranya melindungi eksistensi masyarakat adat Indian dan petani Koka, yang menghasilkan kokain yang di Bolivia menjadi sumber obat-obatan tradisional. Ia pun akan menjadikan negara sebagai alat untuk memakmurkan seluruh rakyat dan bukannya sebagai alat untuk melindungi kepentingan modal serta sistem ekonomi kapitalisme. Kemenangan Morales dalam pemilu Bolivia awal Desember 2005 identik dengan kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono -Jusuf Kalla (SBY-JK) dalam pemilu Presiden Indonesia pada September 2004, yakni keduanya memiliki popularitas tinggi. Namun bedanya, popularitas Eva Morales dibangun dari perjuangan mengadvokasi penindasan komunitas adat dan masyarakat miskin di Bolivia, sedangkan SBY-JK dari produk pembentukan citra media. Morales dalam masa kampanye mengungkapkan janji-janji yang idealis sama dengan SBY-JK. Bedanya, Morales melancarkan argumentasi alternatif terhadap sistem kapitalisme dan ekonomi pasar. Sedangkan janji-janji SBY-JK tidak dilandasi alternatif atas sistem ekonomi kapitalisme crony-birokrasi yang telah mengakar semenjak Orde Baru. Tidak Tulus Menjelang kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, SBY-JK dan para menteri tak henti-hentinya mengimbau masyarakat untuk menghemat BBM karena stoknya di Indonesia semakin menipis. Untuk awalnya, pemerintahan SBY-JK dan para menteri memberi contoh dengan tidak lagi menggunakan jas dengan asumsi akan mengurangi beroperasinya AC di Istana. Beberapa gubernur dan bupati serta anggota DPRD naik kuda atau sepeda ke kantor. Namun contoh-contoh itu hanya lips service karena di tengah beban kenaikan BBM per 1 Oktober, mereka menaikkan anggaran kepresidenan dan berbagai lembaga pemerintahan rata-rata 40%. Demikian pula para wakil rakyat di DPR mengajukan kenaikan tunjangan Rp 10 juta per bulan. Pemerintahan SBY-JK juga semakin melukai rasa ketidakadilan publik manakala akhir Desember menyatakan akan menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) yang jumlahnya 3,5 juta rata-rata 15-30% dan tunjangan struktural pejabat 50%. Kesemuanya itu akan menghabiskan anggaran Rp 17 triliun. Padahal pemerintah SBY-JK berulang-ulang menyatakan akan menghemat dengan beragam cara, termasuk memotong subsidi BBM secara bertahap sebesar Rp 20 triliun per tahun hingga untuk beberapa tahun ke depan subsidi BBM di nol persen. Sebaliknya, alokasi belanja pegawai negara dinaikkan terus menerus setiap tahunnya, yang akhirnya akan menyedot anggaran negara baik di pusat maupun daerah. Apa yang bisa dipetik dari perbedaan di atas adalah: Morales memimpin dengan contoh keteladanan penuh, sedangkan pemerintahan SBY-JK dengan contoh keteladanan yang tidak tulus. Antara Eva Morales dan SBY-JK juga ada perbedaan dalam memahami desain makro ekonomi nasional. Eva Morales tidak mempercayai sistem ekonomi pasar (baca: neoliberalisme/kapitalisme), sedangkan SBY-JK sangat mempercayai mazhab teori ekonomi pasar beserta dalil-dalil dan turunan kebijakan mikro-ekonominya. Ala Orde Baru Tidak mengherankan Eva Morales merumuskan tiga program ekonomi mendesak yangakan dilakukan pada 2 tahun pertama awal pemerintahannya, yakni: Program penjaminan sosial bagi masyarakat miskin yang produktif di bidang pendidikan-kesehatan, program nasionalisasi migas dan nasionalisasi perusahaan asing untuk kemakmuran masyarakat, dan program penguatan hak-hak sosial-ekonomi-budaya masyarakat. Sedangkan pemerintahan SBY-JK, program-program ekonominya masih sewatak dengan pemerintahan Orde Baru, Orde Transisi Habibie, dan Megawati yang gemar melakukan privatisasi (baca: menjual) perusahaan negara ke pemodal asing, program penghapusan subsidi masyarakat karena dianggap beban bagi anggaran negara, serta program tetap pembayaran utang LN untuk meraih kepercayaan asing. Serta pula program liberalisasi ekonomi (pasar) sehingga terjadi proses pemiskinan struktural bagi petani dan buruh di Indonesia. Apakah Indonesia akan semakin terpuruk oleh kemiskinan massal, jeratan utang luar negeri, munculnya kesenjangan ekonomi yang dibumbuhi korupsi yang merajalela? Ataukah Bolivia yang akan terpuruk dalam kemiskinan dan keterbelakangan sosial? Masa 1 tahun pemerintahan SBY-JK memang secara periodisasi politik tidak bisa dibandingkan dengan 1 bulan pemerintahan Eva Morales. Namun andaikata pemerintahan SBY-JK dibandingkan dengan pemerintahan pemimpin berideologi kerakyatan di Argentina, Brazil, Uruguay yang berusia lebih dari 3 tahun, jelas Indonesia bisa dikatakan "lebih buruk" dibanding kinerja pemerintahan sosial-demokrat di Brazilia dan Argentina yang negaranya tidak pernah masuk 10 besar negara terkorup di dunia. *) Penulis adalah aktifis perhimpunan CITRA KASIH, Jawa Tengah. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/