Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar: TENTANG 'BANGSA KLIEN'DAN SOAL-SOAL LAINNYA.
4. Tanggal 18 Januari 2006, Gola Gong, Ketua Umum Komunitas Rumah Dunia, Banten, menyiar ulang potongan tulisan Moch. Irfan Hidayatullah, dosen di Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia [universitas mana? --JJK], Ketua Forum Lingkar Pena, berikut ini: "TENTANG HULU, TENTANG HILIR SAAT SASTRAWAN BERKESADARAN RUANG Oleh Moch. Irfan Hidayatullah Pada kesadaran ruang tersebutlah tidak akan ada pemaksaan ideologis lewat sebuah ideologi impor seperti yang dilakukan oleh sastrawan mutakhir yang pandai sekali berhujjah lewat ideologi Derrida, Foucoult, Simone de Buvoir, Helen Cixous, dan lain-lain karena sastrawan akan mempertimbangkan sisi konteks. Jadi, Bila pun harus ada jalan keluar atas krisis di kebudayaan negeri sendiri yang harus dilakukan adalah proses dialektika dan atau eksotopi (lihat Mohamad, 2002:6) terhadap ideologi impor. Setelah itu, ditawarkan solusi-solusi, pengkritisan-pengkritisan, refleksi-refleksi lewat mata pisau karya sastra yang tetap tak tercerabut dari etika lokal. Dari sinilah akan ditemukan semangat berkreasi untuk bersastra dan produktif dalam menelurkan gagasan-gagasan asli yang tidak saja berarti bagi masyarakatnya tetapi juga mencerdaskan sastrawannya. Dengan ini, kita tidak terus menerus memiliki predikat sebagai bangsa klien (meminjam istilah Kuntowijoyo). Bangsa yang dijadikan ujung tombak bagi pemikiran dan kepentingan "global" yang sama sekali jauh dari keberartian masyarakatnya. Mungkin sudah saatnya kita bertitik tolak dari "kekampungan" kita yang memiliki jiwa guyub dan religius". [Sumber: Heri Hendrayana H (Gola Gong) To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, January 18, 2006 4:47 AM Subject: [koran-sastra] Relijius vs seksi] Saya merasa menyesal karena hanya mendapatkan penggalan artikel ini dan tidak berhasil memperoleh teks yang utuh artikel di atas. Apalagi potongan artikel itu saja sudah menghadirkan serangkaian pertanyaan menarik dan menggelitik pemikiran konsepsional, saya antara lain tentang soal [1].'bangsa klien', [2].'pemaksaan ideologis dan ideologi import', [3].'krisis di kebudayaan negeri sendiri', [4].solusi 'kekampungan' yang memiliki jiwa guyub dan relijius'. Agaknya soal-soal inilah yang antara lain yang akan didiskusikan dalam pertemuan ODE KAMPUNG RUMAH DUNIA, 3, 4 dan 5 Februari 2006 yang akan diselenggarakan di Komunitas Rumah Dunia, Banten.Pertemuan budaya yang menarik, baik dari segi tema, premis evaluasi, tawaran solusi, mau pun dari segi pengorganisasian. Dari segi yang terakhir ini, pertemuan Ode Kampung seperti yang juga telah dilangsungkan di Batu, Jawa Timur baru-baru ini, muncul dari bawah, dari kalangan komunitas sastra-seni dan bukan dari pemerintah seperti halnya dengan konfrensi atau kongres-kongres nasional kebudayaan yang kurang meninggalkan tanda apa pun seusai konfrensi atau kongres. [4]. 'Solusi Kekampungan': Pertanyaan berikut yang diajukan oleh Moch. Irfan Hidayatullah, apakah jalan keluar dari 'krisis di kebudayaan negeri sendiri'. Moch. Irfan Hidayatullah menawarkan jalan keluar sebagai berikut: "Mungkin sudah saatnya kita bertitik tolak dari "kekampungan" kita yang memiliki jiwa guyub dan religius". Agaknya tema inilah yang diangkat oleh Rumah Dunia pimpinan Gola Gong dalam pertemuan budaya yang sedang mereka siapkan, masalah yang barangkali layak kita pikirkan bersama jalan keluarnya, karena negeri ini bukan monopoli siapa pun tapi negeri kita bersama, betang bersama kita, jika menggunakan ungkapan orang Dayak. Benarkah dan bisakah Indonesia menjadi 'betang' semua manusia Indonesia? Ataukah ini suatu harapan dan pertanyaan dungu? Sejauh ini apa yang disumbangkan oleh sastra-seni kita dalam bidang ini? Saya mencoba mengumpulkan bahan-bahan yang disiarkan oleh Komunitas Rumah Dunia sebagai penyelenggara pertemuan ODE KAMPUNG RUMAH DUNIA, yang akan dilangsung pada pada 3, 4 dan 5 Februari 2006, guna mendapatkan gambaran apa yang dimaksudkan sebagai 'solusi kekampungan', tema yang akan dibahas secara khusus oleh Chavcay Syaifulah [sastrawan filsuf jebolan STF Driyakara Jakarta] bersama Ahmadun Yosi Herfanda akan membahasnya di bawah judul "Mencari Sastra Kampung yang Mendunia". Dari bahan-bahan terbatas yang saya bisa dapatkan beberapa penjelasan antara lain sebagai berikut: "Kami dari Rumah Dunia menundang rekan-rkan unutk menghadirui kehiatan silaturahim, yang misinya adalah brebagi ilmu, cinta, dan rasa antara sesama sastrawan dan sesama masyarakat kampung. Rekan, semua orang di negeri ini - siapapun dia - terseret arus globalisasi; hedonis dan konsumtif. Revolusi fashion, food, dan film menghajar semua kalangan. Semua orang silau dengan yang berbau modernisasi. Kampung ditinggalkan. Kota jadi acuan. Pulau jadi loncatan, negeri seberang jadi harapan. Ya, semua orang lupa pada kampung kelahiran mereka sendiri. Segala macam kegiatan dirancang, untuk mengelabui saudara sendiri yang tersisa di kampung. Studi banding ke luar negeri. Kongres ini-itu. Semua kalangan jadi genit dan kebarat-baratan. Siapa yang tidak bersinggungan dengan liberalisme, maka dia bukan manusia. Tidak terkecuali para seniman dan budayawan. Mereka tidak percaya satu sama lainnya, sehingga merasa perlu membuat organisasi untuk mengatur sesama teman sendiri dengan alasan agar bisa terkontrol dan saling mengontrol. Dewan-dewan dibentuk dan prilakunya jadi seperti anggota dewan sungguhan. Kubu-kubuan mencuat. Kubu barat, kubu timur. Kubu utara, kubu selatan. Siapa yang tak berkubu, maka tak mendapat giliran atau bagian" [Lihat: 'Undangan Ode Kampung-temu sastrawan sekampung nusantara', milis [EMAIL PROTECTED], 05 Oktober 2005]. Dalam 'Undangan' itu juga selanjutnya dijelaskan: "2. NAMA HAJATAN. Adalah Rumah Dunia, komunitas nirlaba...., yang mencoba menghidupkan lagi ruh kampung; kebersamaan dan kegotongroyongan. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Mencoba membentuk kembali kebersamaan antara seniman dan masyarakat, yang jadi sumber inspirasi bagi karya-karyanya.Menjadikan kembali masyarakat yang tinggal di kampung sebagai saudara sekandung, yang sudah lama ditinggalkan, dengan cara menghapuskan lagi jarak. Bukankah penyair juga adalah manusia? Maka tercetuslah ide kegiatan:"Ode Kampung: Temu Sastrawan se-Kampung Nusantara". Penamaan ini adalah mengibaratkan kampung yang bersenandung sedih menunggu kematiannya".[ibid]. Pada 18 Januari 2006 di berbagai milis, Gola Gong menyiarkan penggalan tulisan Chavchay Saefullah berjudul 'Bila Sastra Tanpa Pluralisme'. Penggalan tulisan Chavchay adalah sebagai berikut: "Jelaslah bila di sini saya tandaskan bahwa pluralisme akhirnya menjadi semacam pandangan dan sikap tentang bagaimana kita sebagai manusia harus berdialog dengan kenyataan kemajemukan nilai. Dan saya yakin, seorang sastrawan, atau siapa pun bisa menjadi seorang pluralis tanpa harus menjadi naif dan jatuh sebagai manusia yang amat setia memandang segala sesuatu secara nisbi. Pengertian pluralisme, dengan demikian, sangat luas dan mengandung konsekuensi yang luas pula bagi kerukunan hidup umat dalam beragama dan berbangsa-negara. Tanpa semangat pluralisme, rasanya apa pun kebenaran yang ditawarkan oleh pihak mana pun hanyalah omong kosong. Jadi, bila sastra hadir tanpa pluralisme, maka karya sastra yang mencerahkan umat manusia pun tak kunjung hadir. Mengapa? Karena kemanusiaan yang diperjuangkan dalam karya sastra itu hanyalah omong kosong. Tak ada kesejatian......." Barangkali dengan menyiarkan penggalan tulisan Chavchay ini, panitya mau menunjukkan bahwa "... ruh kampung; kebersamaan dan kegotongroyongan. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.... kebersamaan antara seniman dan masyarakat" bercirikan antara lain "pluralisme" atau kemajemukan. Sedangkan ciri kedua dari 'solusi kekampungan' ini adalah bahwa 'masyarakat, yang jadi sumber inspirasi bagi karya-karyanya". Khususnya "Menjadikan kembali masyarakat yang tinggal di kampung sebagai saudara sekandung, yang sudah lama ditinggalkan, dengan cara menghapuskan lagi jarak". Ciri ini lebih digarisbawahi lagi oleh Moch. Irfan Hidayatullah dalam kata-kata: "bertitik tolak dari "kekampungan" kita yang memiliki jiwa guyub dan religius". Dengan kata-kata ini Irfan menambahkan ciri "solusi kekampungan" dengan sifat 'religius". Panitya juga melihat bahwa 'kampung ditinggalkan" dan "kampung yang bersenandung sedih menunggu kematiannya". "Solusi kekampungan" adalah juga kritik terhadap "arus globalisasi; hedonis dan konsumtif. Revolusi fashion, food, dan film menghajar semua kalangan".Kritik terhadap "yang berbau modernisasi", tonjokan pada "Kota jadi acuan" sehingga kampung ditinggalkan.Selain itu "solusi kekampungan" juga menyasar sikap genit "kebarat-baratan", "liberalisme", "dewan-dewan" dan "kubu-kubuan"dan "penyingkiran" dalam kata-kata "Kubu-kubuan mencuat. Kubu barat, kubu timur. Kubu utara, kubu selatan. Siapa yang tak berkubu, maka tak mendapat giliran atau bagian". Pada kesempatan ini saya tidak memasuki semua masalah konsepsional, baik yang diajukan siaran-siaran panitya, termasuk oleh Irfan. Saya hanya memilih soal-soal [1]. kampung versus kota; [2].guyup dan religius; [3].penyingkiran antar seniman. Paris, Januari 2006. JJ. Kusni [Bersambung...] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/