Mas wida, Jelas masalahnya ada dua. Pertama di peraturan, kedua di hakimnya. Kayanya dari kemarin mas wida gak nangkep2 pointnya deh. Bukan soal menegakan 'moralitas' yg dipermasalahan. Saya rasa kita semua setuju soal itu. Usahlah ngebahas konsep moralitas spt apa yg dipermasalahkan, tapi coba kita lihat bagaimana peraturan tsb meng- address isu itu? Bagaimana dia berusaha memecahkan masalah itu. Yg seringkali terjadi saat ini adalah (satu kata doang): kriminalisasi ditambah sanksi yg berat (padahal kalo kata bu harkristuti pakar hukum pidana, kita gak punya pegangan ttg ketentuan sanksi ini lho). Berkaitan dng peraturan, sumber masalahnya (menurut saya) ada di proses perancangan/penyusunan peraturan itu. Saya bisa aja bicara panjang lebar mengenai ini, tapi mungkin mas wida mau baca bukunya saja gak? Anda baca, baru kita diskusi. Jadi kita diskusi berangkat dr pemahaman yg sama.
Kedua, bicara soal hakim, juga bicara soal politik. Pertanyaan besarnya, do judge make policy? terutama dlm konteks bagaimana dia menerapkan hukum/peraturan. Dalam level tertentu, jawabnya ya. Dan kisaran/pilihan thd 'policy' dari hakim ini bisa bervariasi, apalagi dlm kasus tipiring atau permohonan (keduanya umumnya memakai hakim tunggal, dan hakim dalam hal ini lebih bertindak sbg pejabat publik yg sekedar "mengecek" apakah data/fakta yg ada dihadapannya sesuai dng klaim hukumnya. dalam titik ini tentu ada peluang 'diskresi' dari hakim). Tapi tetap saja, ada prinsip2 yg dijadikan ukuran/patokan dlm melakukan itu. Apalagi dlm kasus tipiring. Tapi detailnya saya lupa, hehehe. Kalau tidak salah, dlm persoalan pembuktian, keyakinan hakim merupakan salah satu komponennya. Tapi tetap ada limit thd peran hakim ini, makanya ada pengawasan juga. Yg kurang dari kita adalah pengawasan thd hakim, baik secara formal (lewat organisasi dalam sistem peradilannya sendiri) maupun secara sosial (bisa lewat jalur resmi/akademik juga, misal analisa/komentar/anotasi thd putusan hakim atau kontrol sosial dari masyarakat) wassalam, si pelupa ======================= On 02 Mar 06, at 11:33, [EMAIL PROTECTED] wrote: Jangan pula disalahkan perda yang menegakkan moral dong. Jika begitu, lebih baik moral itu tidak pernah ditegakkan saja di negara kita? Khan tidak seperti itu kesimpulannya... Menurut saya, penegak hukumnya terlalu kaku, kurang menggunakan hati, sama seperti kasus Raju. Dulu di zaman Umar kok ada pencuri yang tidak dipotong tangannya? Bahkan dibebaskan? Itu karena hati juga ikut menjadi hakim. Ada pertimbangan nurani selain hukum. Dan bukan karena hukum yang menegakkan moral itu tidak ada bukan? ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/