http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/04/Fokus/2481742.htm

Misoginis dan Memojokkan
Oleh Ninuk Mardiana Pambudy

Banyak pihak, baik perempuan maupun laki-laki, setelah
membaca isi Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan
Pornoaksi berpendapat, rancangan tersebut lebih
memojokkan perempuan dan berpeluang meningkatkan
kekerasan terhadap perempuan daripada memberi
perlindungan.

Contoh paling gamblang adalah Pasal 4, yang melarang
membuat tulisan, suara, film, syair, lagu, puisi,
gambar, foto atau lukisan yang mengeksploitasi daya
tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang
dewasa. Atau Pasal 25 yang melarang mempertontonkan
bagian tubuh yang sensual.

Pada bagian penjelasan, bagian tubuh yang sensual
tersebut didefinisikan sebagai ”antara lain alat
kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara
perempuan, baik terlihat sebagian atau seluruhnya”.

Berbagai definisi yang tidak jelas di dalam RUU itu
akan menimbulkan berbagai tafsir subyektif. Menurut
pengasuh Pondok Pesantren Darut Tauhid KH Husein
Muhammad, munculnya tafsir subyektif itu disebabkan
definisi tersebut berhubungan dengan ekspresi rasa,
gagasan, moralitas personal, dan ekspresi budaya.

Dalam bahasa agama, menurut KH Husein, aurat perempuan
didefinisikan beragam oleh ulama. Mulai dari hanya
boleh memperlihatkan hanya telapak tangan dan wajah
hingga ada yang membolehkan terlihatnya lengan, betis,
dan wajah.

Penulis Ayu Utami berargumen, pengalaman di masyarakat
Indonesia memperlihatkan ketelanjangan bukanlah
kebejatan pada dirinya. Media massa berulang kali
memberitakan para ibu yang membuka pakaian dan
membaringkan dirinya di tanah saat mempertahankan
tanah mereka dari penggusuran.

Di sini ketelanjangan justru adalah bahasa terakhir
kaum tak berdaya. Dengan ketelanjangan itu, para
perempuan tersebut mengatakan, ”Jangan renggut tanah
dan tubuh kami sebab kami tidak punya apa-apa lagi.”

Penulis novel Saman ini mengkritik RUU ini yang hanya
melihat tubuh sebatas aspek sensual, pembangkit gairah
sehingga gagal melihat aspek lain dari tubuh.

Padahal, aspek lain itulah yang dihidupi berbagai suku
bangsa di Indonesia dengan cara berbeda- beda sehingga
mandi bersama di sungai, cara (perempuan) berbusana
yang memperlihatkan bahu, sebagian atau seluruh
payudara, atau pusar tidak dianggap sebagai sesuatu
yang memalukan, jorok, atau membangkitkan nafsu.

Misoginis

Gadis Arivia menyebut RUU Antipornografi dan Pornoaksi
ini sebagai misoginis, yaitu sikap membenci,
menaklukkan, dan merepresi keberadaan budaya dan
spiritualitas perempuan.

RUU ini, menurut Gadis, menggunakan logika
patriarkis—logika yang menganggap nilai-nilai yang
melekat pada laki-laki lebih baik daripada perempuan
dan karenanya mendominasi—sebab melekatkan dosa dan
moral pada tubuh perempuan.

Logika itu terdapat pada ayat Menimbang yang
menggunakan kata-kata: ”diperlukan adanya sikap,
akhlak mulia, kepribadian luhur, pornografi dan
pornoaksi yang mengancam kelestarian tatanan kehidupan
masyarakat”.

Menurut logika falus/patriarkis di dalam RUU ini,
seksualitas dan tubuh penyebab pornografi dan
pornoaksi merupakan seksualitas dan tubuh perempuan;
bahwa dengan membatasi seksualitas dan tubuh perempuan
maka akhlak mulia, kepribadian luhur, kelestarian
tatanan hidup masyarakat tidak akan terancam; dan
seksualitas dan tubuh perempuan didikotomikan sebagai
kotor (perempuan) dan suci (Tuhan).

Gadis menolak gagasan tersebut. Opresi terhadap
perempuan telah berjalan berabad-abad dengan mengambil
berbagai bentuk, antara lain tabu, mitos, dan
pengetahuan berdasar konsep patriarkis.

Moral dan dosa selalu dilekatkan pada tubuh perempuan,
bahkan dimulai dari saat penciptaan manusia. Eva
diimajinasikan sebagai tubuh yang kotor, penyebab
malapetaka.

Pendikotomian tersebut bukannya tidak menimbulkan
masalah. Dr Nasaruddin Umar MA di dalam bukunya,
Argumen Kesetaraan Jender, Perspektif Al Quran
(Paramadina, 1999), membahas antara lain penciptaan
perempuan.

Dia menyebutkan, ”Substansi asal-usul kejadian Adam
dan Hawa tidak dibedakan tegas di dalam Al Quran.
Memang ada isyarat bahwa Adam diciptakan dari tanah
kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakan Hawa, namun
isyarat ini diperoleh dari Hadits. Kata Hawa yang
selama ini dipersepsikan sebagai perempuan yang
menjadi istri Adam sama sekali tidak pernah disinggung
di dalam Al Quran. Bahkan keberadaan Adam sebagai
manusia pertama dan berjenis kelamin laki-laki masih
ada yang mempertanyakannya” (hal 235-236).

Nasaruddin juga menyebutkan, problem dalam memahami
teks kitab suci yang terberat adalah memilah antara
ajaran yang sebenarnya dan mitos yang menjadi bagian
kepercayaan pengikut berbagai agama (hal 228-229).

Pertanyaan tentang hak

Berbagai ketidakjelasan di dalam RUU itulah yang
kemudian menimbulkan pertanyaan apakah RUU ini
dimaksudkan melindungi perempuan atau justru
membatasi, mengintimidasi, mengancam, dan meningkatkan
kemungkinan kekerasan terhadap perempuan.

Bila bertujuan melindungi perempuan, Gadis
mencontohkan definisi yang diajukan Catherine McKinnon
(1989) yang dapat dipakai sebagai acuan internasional,
yaitu pornografi adalah ”Grafis yang menunjukkan
subordinasi seksual perempuan secara eksplisit melalui
gambar atau kata-kata, termasuk dehumanisasi perempuan
sebagai obyek seksual, benda, komoditas, penikmat
penderitaan, sasaran penghinaan, atau pemerkosaan:
(dengan jalan) diikat, disayat, dimutilasi, disiksa,
atau bentuk- bentuk penyiksaan fisik; menggambarkannya
sebagai sasaran pemuas seksual atau perbudakan,
dipenetrasi dengan menggunakan benda atau pemuas
seksual atau perbudakan secara biadab, cedera,
penyiksaan, dipertunjukkan secara seronok atau tak
berdaya, berdarah-darah, tersiksa, atau disakiti dalam
konteks dan kondisi seksual tertentu”.

Dengan definisi pornografi menurut RUU APP, yaitu
substansi dalam media atau alat komunikasi untuk
menyampaikan gagasan yang mengeksploitasi seksual,
kecabulan, dan/atau erotika, maka menurut Gadis RUU
ini dibuat bukan dengan pertimbangan moral semata,
tetapi lebih pada implikasi politis.

Pola penyusunannya jelas memperlihatkan struktur yang
dominan menindas yang lemah, yaitu seksualitas dan
tubuh perempuan diatur oleh laki-laki.

Lebih lanjut Gadis berpendapat, seks, tubuh, dan
sensualitas merupakan ekspresi kebebasan intelektual
yang tidak mengandung bahaya apa pun. Di berbagai
negara demokratis pornografi diakui ada dalam
kehidupan manusia sehingga hanya dapat diatur melalui
pengaturan distribusi, pajak, dan materi pornografi.

Anggota DPR Nursyahbani Katjasungkana juga membuka
kemungkinan bahwa pornografi sebaiknya diatur dalam
distribusinya dan bukan melarangnya sebab menyangkut
aktivitas orang dewasa di dalam ruang privat.


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke