http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/18/0901.htm
Kenaikan TDL Buah Simalakama Oleh H. DADANG MULYANA TARIK ulur masalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL) membuat waswas golongan ekonomi lemah, meski kenaikan TDL itu tidak menyentuh kelas rumah tangga dengan daya listrik 450-900 watt. Namun, cukup menyisakan rasa traumatis selepas naiknya harga BBM Oktober 2005. Walau sebatas wacana, tetapi arah kenaikan TDL jelas begitu tampak ketika pemerintah maupun DPR membahasnya, tentang perlu-tidaknya tarif listrik dinaikkan, hingga berkembang tidak hanya berkisar pada kawasan perekonomian, tetapi juga telah memasuki wilayah politis. Masalahnya, kondisi yang dihadapi pemerintah saat ini ibarat buah simalakama. Jika TDL dinaikkan, rakyat dan industri (pengusaha) akan menjerit. Tetapi jika tidak, PLN bisa babakbelur. Bahkan tidak tertutup kemungkinan negeri ini akan kembali ke zaman batu, lebih sering gelapnya karena PLN tak mampu mendanai operasionalnya. Apabila melihat asumsi (perkiraan) pendapatan dan pengeluaran PLN pada 2006 yang sering dijadikan acuan. Tanpa kenaikan TDL, pendapatan PLN adalah Rp 66,3 triliun. Sementara kebutuhan biaya operasinya mencapai Rp 101 triliun (berdasarkan kurs rata-rata Rp 9.700,00 per dolar AS, inflasi 8 persen, dan harga solar jenis HSD rata-rata Rp 5.000,00 per liter). Dalam kondisi demikian, dibutuhkan subsidi pemerintah Rp 34,7 triliun. Padahal, subsidi yang sudah disanggupi pemerintah melalui APBN 2006 hanya Rp 17 triliun. Sehingga, diperlukan tambahan dana Rp 17,7 triliun. Masalah TDL kini menjadi meluas dan berdampak kepada kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Secara politis kinerja kabinet juga akan dipertaruhkan keberpihakannya. Wajar bila ketidakkompakan dalam KIB kembali terkuak oleh rencana kenaikan TDL. Coba saja lihat, ketika Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menyesalkan pernyataan Menko Perekonomian Boediono yang mengisyaratkan pemerintah tetap akan menaikkan TDL menyusul hasil audit biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mengisyaratkan bahwa pemerintah tetap akan menaikkan TDL dengan besaran yang diupayakan relatif kecil. Jika tidak mau menaikkan TDL, dibutuhkan tambahan subsidi Rp 10-12 triliun untuk menutupi kebutuhan operasional PLN dalam menyediakan listrik. Itulah konsekuensi dari kebijakan pemerintah sebelumnya. Jika pada 2004 harga BBM untuk pembangkit rata-rata masih sekira Rp. 1.450/liter, sejak awal Oktober 2005 harga BBM naik menjadi rata-rata Rp 4.700,00/liter. Jadi ada kenaikan sekira 300 persen. Padahal, pemakaian BBM untuk pembangkit mencapai sekira 30 persen dari total penggunaan energi primer dalam memproduksi listrik PLN. Kesulitan yang dihadapi PLN akibat naiknya harga BBM memang dapat dipahami. Berdasarkan data yang ada, dampak kenaikan harga BBM yang telah terjadi membuat biaya pokok penyediaan listrik PLN rata-rata menjadi Rp 880 per kwh. Padahal, harga jual rata-ratanya hanya Rp 580,00 per kwh. Artinya, terjadi defisit Rp 300,00 /kwh yang harus ditutup. Untuk itu, kenaikan TDL memang mendesak, atau defisit itu sepenuhnya ditutup dengan subsidi pemerintah. Langkah pemerintah akan menggunakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai biaya pokok produksi (BPP) tenaga listrik untuk menghitung tarif dasar listrik (TDL) dan akan menghitung kembali atau melakukan exercise yang berkaitan dengan listrik. Namun, manajemen PLN mengoreksi hasil audit BPK atas BPP listrik sebesar Rp 4,9 triliun bukan karena adanya inefisiensi di tubuh PLN sehingga muncul perbedaan angka BPP antara versi PLN dan BPK karena asumsi yang dipakai berbeda. Sementara hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap biaya pokok produksi (BPP) penyediaan tenaga listrik ditemukan adanya selisih sebesar Rp 4,9 triliun dari anggaran BPP semula yang diajukan PLN sebesar Rp 98,13 triliun. BPK sendiri telah melakukan koreksi kurang terhadap BPP sebesar Rp 4,9 triliun. Sehingga BPP yang semula dihitung oleh PLN sebesar Rp 98,13 triliun bisa diturunkan menjadi Rp 93,23 triliun. Hal ini sesuai dengan permintaan DPR agar pemerintah melakukan audit terhadap BPP yang diajukan PLN sebelum menaikkan TDL. Koreksi yang merupakan hasil temuan ini terdiri dari Rp 3,6 triliun atau 73 persen merupakan koreksi kurangnya biaya bahan bakar. Koreksi bahan bakar terjadi karena menurunnya volume penjualan tenaga listrik sehingga volume bahan bakar dapat diturunkan, yang pada gilirannya dapat menurunkan biaya bahan bakar. Koreksi kedua sebesar 27 persen atau Rp 1,3 triliun terdiri dari koreksi biaya listrik swasta, penyusutan kepegawaian, kendaraan, biaya administrasi dan pinjaman. BPP rata-rata atas temuan BPK adalah Rp 832,88 per kwh yang terdiri dari BPP tegangan tinggi Rp 606,18 per kwh, BPP tegangan menengah Rp 750,44 per kwh dan BPP tegangan rendah Rp 926,7 per kwh. BPP rata-rata yang sebesar Rp 832,88 per kwh itu, harga jual untuk seluruh golongan tarif pelanggan. PLN mengalami defisit sebesar Rp 27,2 triliun. Defisit itu berasal dari selisih antara BPP sebesar Rp 93,2 triliun dengan pendapatan PLN dari penjualan listrik sebesar Rp 66 triliun. BPK juga menemukan anggaran penjualan tenaga listrik untuk pada 2006 lebih tinggi dari angka rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) sebesar 831.435 MWh sesuai dengan angka anggaran penjualan yang diajukan didasarkan atas pembahasan antara PLN dengan Departemen ESDM. Karena pemeriksaan BPK tidak menemukan dokumen bukti pendukung yang merinci hitungan tersebut, maka BPK mengembalikan pada angka anggaran awal sesuai dengan RKAP pada 2006 yang telah disetujui oleh RUPS yaitu sebesar 111,99 juta MWh yang merupakan koreksi kurang sebesar 831.435 MWh dari 112,88 juta MWh. Bagian terbesar dari BPP adalah untuk biaya pembangkitan yang sebesar Rp 81,1 triliun atau 87 persen dari keseluruhan biaya. Sementara, bagian terbesar dari biaya pembangkitan diperlukan untuk biaya bahan bakar sebesar Rp 51,6 triliun atau 55,3 persen dari keseluruhan biaya. Angka BPP rata-rata yang sebesar 832,88 MWh itu dihitung dengan asumsi kurs Rp 9.700,00 per 1 dolar AS, inflasi 8 persen dan harga BBM jenis solar Rp 5.000,00 per liternya. Perhitungan sensitivitas memperhitungkan setiap kenaikan 1 persen volume penjualan tenaga listrik akan menambah kerugian PT PLN sebesar Rp 227,47 miliar. Tiap kenaikan 1 persen susut tenaga listrik akan menambah BPP sebesar Rp 557,31 miliar. Tiap kenaikan kurs dolar AS sebesar Rp 100,00 akan menambah BPP sebesar Rp 210,40 miliar. Lalu, tiap kenaikan harga BBM solar Rp. 100,00 akan menambah BPP sebesar Rp 642,8 miliar. Meski demikian, DPR belum memberi keputusan atas usul kenaikan TDL yang diajukan pemerintah. Seperti dikemukakan anggota Komisi VII DPR RI I Made Urip, kondisi yang berkembang saat ini seharusnya dapat diterima semua pihak. Sepahit apa pun keadaan PLN sekarang, kenaikan TDL harus dilakukan dengan perhitungan matang. Karena itu, keputusan DPR menunggu hasil audit BPK dapat dibenarkan. Pilihan lain, pemerintah menekan biaya operasional PLN, dengan cara mengurangi ketergantungan PLN terhadap BBM. Saat ini 18 pembangkit PLN masih menggunakan BBM. Padahal, jika pembangkit-pembangkit yang memiliki sistem dual fuel itu menggunakan bahan bakar gas, akan terjadi penghematan cukup besar. Bila dihitung-hitung, dengan menggunakan BBM besar anggaran operasional yang digunakan adalah Rp 28,4 triliun per tahun. Sementara jika menggunakan gas hanya membutuhkan dana Rp 5 triliun per tahun. Jadi, ada selisih Rp 23,3 triliun. Namun, sepertinya, hingga saat ini belum ada tanda-tanda pemerintah mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar gas PLN. Pilihan menaikkan TDL jelas keputusan yang amat sulit, tapi tidak dapat terhindarkan. Sepertinya tak melihat cara lain, kecuali menaikkan subsidi. Kenaikan TDL, diperlukan tidak hanya untuk menutup kenaikan harga BBM, tetapi juga untuk kepentingan perluasan jaringan. PLN memang harus pula berupaya meningkatkan efisiensinya. Misalnya, terus berupaya menurunkan angka losses atau kerugian sistem jaringan kelistrikan yang dalam tahun lalu saja rata-rata nasional masih 11,5 persen. Jika PLN bisa menurunkan satu persen saja, berarti bisa menekan potensi hilangnya pendapatan sekira Rp 600 miliar. Apalagi, kalau angka losses itu bisa ditekan lagi. PLN ke depan yang didukung aparat harus lebih meningkatkan pengawasannya, serta menindak para pelanggar dan pencuri listrik. Pencurian lisrik dalam jumlah besar, ternyata masih dilakukan pihak industri. Terhadap petugas atau karyawan yang ikut membantu pencurian listrik, PLN seharusnya hanya memiliki satu keputusan, yakni pemecatan. Menghadapi rencana kenaikan TDL dalam waktu dekat ini, kita berharap pemerintah dan DPR memperhitungkan segalanya. Apakah TDL hanya akan naik maksimal 10 persen seperti diusulkan pihak Kadin, atau tidak boleh lebih dari 30 persen sesuai "rekomendasi" pihak Bank Indonesia, seperti pernah dituturkan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom, dengan pertimbangan agar inflasi tahunan tidak lebih dari 9 persen.*** Penulis, Pembatu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unpas Bandung, juga mahasiswa program pascasarjana S-3 Universitas Padjadjaran Bandung. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/