Maaf Mas Wida, saya baru bisa menanggapi diskusi yang kemarin. Saya rasa adalah penting agar penyebab dari masalah psikologis yang disebut oleh Mas Wida dapat diketahui dengan lebih jelas. Kalau saya mempunyai asumsi seperti berikut di bawah ini:
Sebagiannya, saya rasa adanya ekses dari idealisme dengan karakteristik seperti cepat bersemangat, tetapi cepat pula menyerah alias tidak dikerjakan dalam prakteknya. Jadi pada awalnya dipasang target yang kedengaran sangat bagus, meskipun secara kenyataan, target itu terlalu tinggi, sehingga dalam kehidupan praktis kurang realistis atau bahkan mustahil untuk dikerjakan. RUU APP adalah salah satu contoh tipikal di sini. Maaf :-) Bersemangat idealisme seperti itu tercerminkan pula dalam sebagian cara pendidikan anak dimana idealisme ingin dipaksakan melalui ekses pengaturan dan larangan. Ketika anak itu nanti menghadapi dunia luar, ia cenderung akan lebih berkesulitan untuk berorientasi dibanding anak lain. Karena tiba-tiba ia berada dalam situasi dimana ia tidak terkontrol lagi oleh orang tua dan itu bisa mengakibatkan kepada ekses kebebasan yang keablasan. Sebab tanpa kontrol ia kurang mengetahui kapan mesti berhenti sendiri. Kemudian saya pikir ada juga ekses dalam ritualisasi. Di sini ritual formal diberikan sedemikian banyak kepentingan, sehingga sebagian orang sampai memperdagangkan tindakan versus ritual, istilah membersikan diri dari "dosa" melalui ritual atau mengikuti ritual-ritual demi pengakuan sosial. Seorang yang rajin beritual cenderung lebih cepat dianggap baik dan bermoral. Saya percaya bahwa ekses pemberhalaan terhadap ritual formalistik, termasuk yang lain seperti status dan titel, membuat manusia menjadi kurang kritis dan teliti. Sedangkan ekses pengaturan dan larangan malahan bisa membuat manusia menjadi takut dan kaku atau bahkan tidak peduli lagi. Ini nanti menghambat manusia untuk berkembang, karena takut mengambil resiko dan berbuat kesalahan atau tidak mau memikirkannya lagi. Padahal berbuat kesalahan merupakan bagian dari proses belajar sendiri. Sistim pelajaran dimana seorang anak atau murid hanya menerima instruksi dari seorang pemimpin tidak bisa menghasilkan skills tambahan seperti kreatifitas, rasa bertanggung jawab yang tinggi dan sikap berinisiatif sendiri dalam kehidupan praktis. Sedangkan proses konservatisme dan radikalisasi merupakan salah satu bentuk ketakutan atau ketidaksukaan dalam menghadapi modernitas yang baru dan lebih kompleks. Dengan kemunduran ke nilai-nilai tradisional, masrakyat mencoba untuk menghindari masalah-masalah baru alias kembali ke lingkungan yang akrab, karena nilai-nilai tradisional dianggap lebih "pasti". Dengan RUU APP, sebagian pendukung berharap agar bisa kembali ke masa lalu. Juga sebagian orang tua ketakutan terhadap anak-anak mereka agar jangan sampai melakukan kesalahan dan mempermalukan orang tua. Kesalahan yang dimaksud khususnya penyimpanan dari nilai-nilai moral seksual yang dianut. Ketakutan bahwa nanti dijauhkan dari lingkungan sosial atau malahan menjadi bahan gossip, sering dijadikan hal yang paling penting selain takut telah "berdosa", setidaknya di kasus-kasus yang saya pernah melihat sendiri. Di sisi lain, para orang tua yang ketakutan sering kurang mampu untuk memberikan alternatif yang memadai kepada anak mereka, karena orang tua sendiri sudah menjadi korban lingkungan yang tidak memberi pilihan pula kepada orang tua, sehingga anak dibiarkan dalam posisi dilematis dan akhirnya hanya bisa memilih antara dua ekstrim, yaitu antara ketaatan secara total dan kebebasan yang keablasan. RUU APP itu dengan sengaja menciptakan tindakan kriminal baru berdasarkan idealisme terhadap nilai-nilai moral tertentu yang memiliki karakteristik puritan, seperti berciuman di tempat umum atau bergoyang yang bisa ditafsir sebagai erotis, diancam dengan denda hingga ratusan juta Rupiah atau hingga berapa tahun penjara. Selain terdapat unsur subyektifitas yang nanti berimplikasi terhadap cara pelaksanaan hukum, perlu dipikirkan juga supaya RUU APP itu jangan sampai mengorbankan sistim hukum dalam mengadili tindakan kriminal berat, termasuk kekerasan seksual, perdagangan anak-anak dan perempuan, pelacuran terpaksa, dst. Karena nanti akan juga berurusan dengan hal-hal trivial seperti berciuman, pakaian dan goyangan. Sedangkan kapasitas aparat dalam melaksanakan hukum memiliki keterbatasan. Begitupun dengan jumlah penjara, kapasitas gedung peradilan dan proses persidangan. Tugas itu tidak dapat diserahkan kepada masrakyat umum, karena akan mengacaukan netralitas dan profesionalitas sistim hukum itu sendiri. Maka setiap produk hukum yang diciptakan perlu diuji sebelumnya apakah bisa diimplementasikan serta dilaksanakan secara realistis supaya efektif. Menurut saya, RUU APP itu hanya melakukan pembenaran terhadap ekses idealisme, pengaturan dan larangan sambil me"reinforce"ekses-ekses itu. Memang pengaturan tetap perlu, namun eksesnya yang mesti dihilangkan, menurut pendapat saya. Misalnya pengaturan soal peredaran produk pornografi bisa diperjelas melalui perbaikan terhadap produk-produk hukum yang sudah ada. Sedangkan RUU APP hanya merupakan penipuan politis dengan menyederhanakan masalah. Kalau moral bangsa memang mau diperbaiki, mengapa tidak dicoba dengan mengurangi pengaturan dan tuntutan, khususnya yang tidak realistis, bukan malahan menciptakan peraturan konyol yang nanti tidak dapat direalisasikan. Maaf, itu semua hanya pendapat pribadi saya dan memang wajar ada perbedaan dalam pendapat :-) Salam, ayeye ******************************************* Semua permasalahan yang disebutkan di bawah memang memprihatinkan mas Ayeye. Bangsa kita mempunyai masalah psikologis yang parah. Penyebabnya mungkin banyak kemungkinan. Beberapa menurut saya adalah trauma akibat penjajahan, tergiur untuk cepat maju secara fisik seperti negara maju sekalipun secara psikologis kita belum siap, sering silau oleh kemewahan dan kenikmatan, tumpulnya perasaan kepada si miskin akibat terlalu sibuk mengejar ambisi dan kekuasaan, hukum rimba yang masih berlaku akibat otot lebih dikedepankan dari pada hati dan otak, dan masih banyak lagi. Kita ini persis seperti ABG yang hanya meniru cara berpakaian orang Barat, hanya mengambil luarnya saja, tampilannya saja, tetapi tidak mampu memikul beban psikologis akibat peniruannya yang tergesa-gesa itu. Akibatnya banyak kompleksitas kejiwaan yang diidap oleh komponen bangsa ini. Dan menjadi sangat sulit untuk dicarikan solusinya. Mana yang lebih dulu? Dari mana? Bingung dan tidak terarah. Belum lagi politisi yang hanya berfikir kursi untuk mencari uang, karena untuk Braek Event Point waktu mengejar kursi itu. Amanah dijadikan sarana untuk menimbun kekayaan sebanyak-banyaknya. Jadinya kebijakan yang memperbaiki hanya sekedar indah di bibir saja. Di dalam al-Qur?an Allah berfirman: Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa (Qoum) sebelum mereka merubah diri (anfus) mereka sendiri. Jika kita hanya membaca terjemahan Indonesianya saja, maka kita akan menyimpulkan kalau begitu Tuhan tidak berkerja apa-apa. Ini karena bahasa Indonesia kurang bisa mendalami makna kata Qoum (kaum) dan Anfus (diri, jiwa). Tetapi kalau kita bisa memaknai kedua kata itu dengan benar, maka artinya adalah: Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa (kaum, Qoum) -secara fisik- sebelum bangsa itu merubah diri mereka -jiwa, paradigma, pola fikir- bangsa itu sendiri. Jadi, perubahan itu memang dituntut dari dalam, dari paradigmanya dulu, termasuk moral, merubah/memperbaiki akal dan hatinya dulu dari suatu bangsa. Baru nanti nasib secara fisik bangsa itu akan berubah. Mirip dengan konsepnya Steven Covey ya? 8-) Esmosi tidak apa-apa kok mas Ayeye, sehingga saya tahu apa kegundahan mas Ayeye semuanya (atau belum?). Kegundahan yang wajar karena masing-masing kita memandang dari kacamata yang berbeda. Yang satu mengatakan: It works this way! Yang lain mengatakan: No, it won?t work that way! Dan masing-masing mempertahankan paradigmanya masing-masing dan mengembangkan prasangkanya masing-masing terhadap pihak yang lainnya. Rupanya masing-masing pihak sudah sangat yakin dengan cara pandangnya sehingga sudah memberikan harga mati bagi pendapatnya dan tidak mau berdiskusi dan saling bertukar kaca mata. 8-) Kalau saya sih mas Ayeye, setuju dengan adanya RUU APP itu bukan dengan maksud bahwa hal itu diangkat sekarang karena prioritas tertinggi dan lebih penting dari masalah bangsa yang lain. Juga bukan dimaksudkan bahwa hal itu akan memecahkan semua persoalan bangsa ini. Juga bukan dengan maksud memaksakan Syariat Islam ke dalam negara. Tetapi karena hal itu memang sudah cukup mendesak saat ini, disamping hal-hal yang mendesak lainnya. Dan RUU itu hanya akan memecahkan satu masalah penting saja dan bukan semua masalah. Dan kepada pihak pro dan kontra mari duduk bersama dan berdiskusi, saling bertukar kacamata tanpa mengembangkan prasangka2 dahulu. Lalu carikan jalan keluarnya bersama-sama. Kita sama-sama ingin menjauhkan anak cucu kita dari dosa zina bukan? Semoga pemimpin-pemimpin bangsa kita terhindar dari kegundahan mas Ayeye itu, sekalipun beberapa komponen masyarakatnya seperti itu. 8-) Perbaikan suatu bangsa menurut saya perlulah dua-duanya. Segi moral dan sistem (ekonomi, sosial, politik, hukum, dlsb). Bahkan jika menuruti konsepnya al-Qur'an dan Steven Covey, yaitu perubahan dari dalam ke luar, maka agenda perbaikan moral (dalam) merupakan hal yang penting juga disamping sosial, politik, hukum, ekonomi, dll. Semuanya pentinglah. 8-) Salam, Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/