Mas Wida, nimbrung lagi ya :-)

Pada point bahwa pernikahan adalah kesepakatan, saya setuju. Tapi ada
beberapa point yg mengganjal:

- Gender itu apa sih? Apakah gender itu sama dng jenis kelamin? Utk
pengertian ini, sptnya sudah pernah dibahas di WM. Dicari saja atau
bisa main2 ke www.genderpedia.org :-) Sementara untuk ungkapan yg
lazim dipakai itu perempuan sbg warga negara kelas dua, bukan gender
kelas dua. 

- Perempuan memberikan dng sukarela peran 'keras' di luar rumah kepada
laki2 dan secara sukarela pula mengemban peran domestik semata? Wah,
apa benar sejarahnya begitu? Kayanya mbak Mia punya pandangan yg
berbeda soal ini deh (kalau tidak salah).

- Saya agak terganggu dng asumsi mas wida: perempuan meninggalkan
peran domestiknya karena menganggapnya sbg sesuatu yg membosankan dan
tidak menantang. Sementara di sisi lain, mas Wida juga mengakui
perempuan sbg manusia yg memiliki kapasitas berpikir, berargumentasi
dan bertindak... bila dikaitkan dng pendapat mas wida bahwa pernikahan
itu adalah kesepakatan, laki2 juga punya peran dalam mendidik anak,
dll. Sebenarnya, problemnya adalah di persoalan perbedaan dan
pembedaan: perbedaan antara perempuan dan laki2 yg dijadikan dasar utk
pembedaan peran sosial perempuan dan laki2, yg dipengaruhi oleh faktor
historis-sosial-kultural (minjem istilahnya abah HMNA :P) Pembedaan
ini juga yg terlihat di postingan mas wida, terlebih anak laki2 -->
bapak, anak perempuan --> ibu. Saya jadi tergelitik bagaimana model
pendidikannya, terutama pendidikan antara anak laki2 dan perempuan.
Bagaimana pendidikan 'peran' antara keduanya ditanamkan sejak dini,
konsep 'anak laki2' dan 'anak perempuan' yg 'baik' yg ditanamkan. 

- Selebihnya, mungkin mas Wida perlu banyak baca lagi mengenai
persoalan2 realnya mengapa gender jadi penting utk dibahas. Ketika
kita bicara tentang persoalan gender, kita tidak saja bicara soal
'kita', tapi juga perempuan2 lain. Mungkin bisa melihat2 persoalan
peran ganda perempuan, perempuan sbg kepala rumah tangga, perempuan2
PSK (banyak film mengenai ini), bahkan perempuan2 dlm situasi
konflik/perang (sebagian ada juga yg berpartisipasi sbg tentara lho)
dan sebagainya. Demikian juga ketika kita bicara lapangan pekerjaan
dan dampaknya terhadap perempuan (dan juga laki2!), bagaimana
perempuan dilihat sbg buruh yg paling murah dan justru kebijakannya
didorong utk mempekerjakan buruh perempuan (dng kondisi pekerjaan yg
memprihatinkan) serta tidak semuanya bekerja karena pekerjaan dirumah
terlihat membosankan.. jangan disangka perempuan2 yg bekerja
menelantarkan peran domestiknya, justru sebaliknya, mereka2 ini
bekerja di dalam dan di luar rumah!. Intinya sih, persoalannya tidak
sesederhana itu :-) Persoalannya kompleks karena kita juga perlu
melihat elemen lainnya, yaitu ketika gender berinteraksi dng
status/kelas sosial, ras, etnik, dll. Persoalan yg dialami perempuan
spt khadijah masa kini tentu berbeda dng perempuan2 model Inem pelayan
tidak seksi, hehe :-)

Maaf kalau tidak bisa menjelaskan secara jelas, hehe.

wassalam,
herni


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:

Saya memang perlu untuk lebih menjelaskan maksud saya. Saya tidak
pernah memandang perempuan sebagai gender kelas dua. Mengapa sampai
timbul istilah gender kelas dua? Apakah karena gender wanita merasa
tidak seberuntung gender laki-laki dalam kesempatannya di luar rumah?
Sehingga kemudian merasa dikelas duakan? Dan akhirnya menganggap
wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga saja sebagai teraniaya?
Tidak maju? Dan seorang wanita yang maju haruslah mengaktualisasikan
dirinya di luar rumah?
 
Bagi saya, gender laki-laki dan gender perempuan adalah gender yang 
sejajar, seimbang dan saling melengkapi. Tidak ada yang kelas satu dan
kelas dua. Masing-masing gender mempunyai kelebihan dan kekurangannya 
masing-masing. Tidak ada satu genderpun yang bisa hidup sendiri jika
ingin menyempurnakan jiwanya. Mereka perlu saling mendukung dan
berkerjasama untuk mewujudkan rumah tangganya yang mencapai tujuannya
dunia dan akhirat. Bukan hanya untuk sejahtera di dunia ini saja,
tetapi yang paling utama adalah juga untuk berkumpul kembali di dalam
Syurga Nya nanti. Berkumpul di dunia ini dalam satu keluarga, dan
berkumpul bersama-sama lagi di Syurga nanti. Itulah tujuan utama
pernikahan menurut Islam yang saya pahami.
> 
> Di zaman nabi, ketika kehidupan teknologi belum mendominasi
masyarakat, ketika kehidupan itu masih sederhana, laki-laki hidup
berdagang di pasar bahkan keluar kota, atau berburu di padang pasir,
bahkan berperang, maka wanita dengan sukarela menyerahkan tugas keras
itu kepada laki-laki, dan memilih aktifitas domestik (di dalam rumah).
Dan ini kemudian berlangsung berabad-abad tanpa permasalahan.
Masing-masing merasa puas dengan aktualisasi dalam perannya
masing-masing. Bahkan bunda Khadijah, saya rasa 
> beliau menjadi pengusaha karena mewarisi perusahaan almarhum
suaminya sebelum Muhammad. Dan Khadijah mengatur usahanya itu (bahasa
kerennya: 
> management) dari rumahnya yang juga adalah perusahaannya. Tentu saja ia 
> memiliki karyawan, rekanan, supplier, dimana ia berhubungan untuk 
> melancarkan bisnisnya. Tetapi itu ia lakukan dari dalam rumahnya. Ia
tidak 
> pernah tercatat melakukan perjalanan keluar kota. Semua bisnis
perdagangan 
> luar kotanya ia amanahkan kepada pemimpin kafilah dagangnya, termasuk 
> Muhammad. Setiap musim dagang ke Syam tiba, ia akan mencari
laki-laki yang 
> bersedia mendagangkan dagangannya di Syam dengan pembagian
keuntungan dari 
> hasil dagangannya itu. Semacam kontrak bagi hasil. Tentu saja ada yang 
> tidak jujur dalam laporan hasil perdagangannya. Tetapi ia menemukan 
> Muhammad begitu jujur dalam laporan perdagangan luar negerinya.
Sehingga 
> keuntungan yang diserahkan ke Khadijah jauh lebih tinggi dibandingkan 
> pemimpin2 kafilah dagang Khadijah yang lain. Itulah yang membuat bunda 
> Khadijah simpati, kagum, lalu tertarik. Tetapi kita lihat, tidak ada 
> catatan bahwa Khadijah terlalu banyak beraktifitas di luar rumah.
Tetapi 
> ia mengatur bisnisnya itu dari rumah. Working at home. Sehingga ia bisa 
> sekaligus mengawasi perkembangan anak-anaknya dari dua suaminya 
> sebelumnya. Tentu saja ia wanita yang hebat. Ia sukses melanjutkan
bisnis 
> almarhum suaminya. Secara management perdagangan ia luar biasa.
Siapa yang 
> tidak ingin menjadi seperti dirinya? Terkenal sebagai pengusaha yang 
> sukses. Dan ibu rumah tangga yang hangat. Tetapi ada berapa Khadijah di 
> Mekkah saat itu? Ada berapa banyak wanita yang mewarisi bisnis dari 
> almarhum suaminya dan berhasil? Di tengah budaya penguburan bayi
perempuan 
> di Arab sana, sepertinya hanya Khadijah yang seperti itu. Banyak
laki-laki 
> yang datang melamar Khadijah. Tetapi Khadijah tahu bahwa laki-laki itu 
> mungkin lebih mengincar perusahaannya dari pada dirinya. Dan Khadijah 
> lebih memilih Muhammad, karyawannya sendiri yang jujur dan tidak punya 
> ambisi terhadap bisnisnya.
> 
> Lalu dunia industri berkembang pesat, kehidupan di luar rumah menjadi 
> semakin menarik. Pekerjaan menjadi semakin mudah. Banyak pekerjaan yang 
> tidak lagi membutuhkan tenaga fisik yang kuat lagi. Kekuatan otak dan 
> berfikir menjadi lebih dominan. Banyak tantangan menarik berkerja di
luar 
> rumah. Prestise, posisi, kekuasaan, travelling, wawasan, dan banyak
lagi. 
> Sebaliknya, kehidupan rumah tangga menjadi semakin menjemukan. Semakin 
> tidak menarik dibandingkan kehidupan di luar rumah yang dilakoni
oleh kaum 
> laki-laki. Dan akhirnya perempuan pun menuntut untuk bisa berkerja 
> sebagaimana laki-laki di luar rumah. Karena sudah banyak sekali jenis 
> pekerjaan yang kira-kira bisa juga dilakukan oleh wanita di luar rumah. 
> Dan banyak hal-hal yang menarik dan menantang untuk bisa dilakukan oleh 
> wanita di luar rumahnya. 
> 
> Namun dengan keluarnya wanita dari rumah, ada beberapa hal yang
kemudian 
> menjadi tidak terurus lagi di dalam rumah. Utamanya adalah masalah
anak. 
> Wanita yang menuntut untuk beraktualisasi di luar rumah, menuntut bahwa 
> tugas mengawasi anak-anak bukan hanyalah tugas kaum ibu. Padahal di
zaman 
> nabi, memang sudah demikian. Tugas mendidik anak memang bukan hanya
tugas 
> kaum ibu. Biasanya anak laki-laki akan diawasi oleh si bapak, dan anak 
> perempuan menjadi tugas pendidikan si ibu. Tetapi di dunia industri
yang 
> menuntut pekerjaan di luar rumah yang sangat lama, hal itu menjadikan 
> seolah-olah tugas rumah termasuk mendidik anak adalah menjadi tugas
sang 
> ibu. Karena si ayah ?di dunia industri- harus berkerja dari Senin
sampai 
> Jum'at, 12 jam di luar rumah. Lalu konsensus baru diputuskan secara 
> sepihak: ayah berkerja di luar rumah selama 12 jam dari Senin sampai 
> Jum'at, sedangkan urusan rumah tangga termasuk anak adalah urusan sang 
> ibu. Sampai beberapa wanita menuntut untuk bisa berkerja di luar rumah 
> juga. Ikut terjun di dunia kerja dan melepaskan pekerjaan
domestiknya yang 
> membosankan dan tidak menantang itu. 
> 
> Jadi keputusan seperti itu tidak berlaku sejak zaman nabi. Karena
simply, 
> kehidupan di zaman nabi masih sederhana. Dan pembagian kerja lebih 
> dikarenakan faktor kekuatan fisik untuk berada di luar rumah. 
> Masing-masing terpolakan karena itu dengan kerelaan. Tidak ada
wanita yang 
> menuntut untuk mengambil peran di luar rumah. Misalnya untuk
menggantikan 
> sang suami berburu di padang pasir atau berdagang di pasar dan luar
kota 
> atau bahkan berperang. Mereka menerima pembagian tugas ini secara
otomatis 
> berdasarkan kemampuan masing-masing. Laki-laki tidak merasa lebih mampu 
> menjalankan tugas kaum wanita. Dan kaum wanita tidak merasa juga mampu 
> menjalankan tugas kaum pria zaman itu.
> 
> Saya tidak meremehkan kemampuan wanita. Selama tidak berhubungan dengan 
> kekuatan fisik, jika kompetensi yang dituntut adalah kekuatan
berfikir dan 
> management, tidak sedikit wanita yang menonjol di atas rata-rata 
> laki-laki. Saya pernah memiliki atasan seorang wanita. Saya akui
kehebatan 
> managementnya. Juga banyak laki-laki di kantor saya mengakuinya. Dia 
> memang hebat. Sekalipun dia mempunyai kelemahan, tetapi
leadershipnya kami 
> akui. Dia memimpin kami seperti seorang ibu. Lebih peka dan sensitif 
> terhadap anak buahnya dari pada pemimpin laki-laki. Jadi saya percaya, 
> wanita akan cukup mampu untuk bersaing di dunia kerja dengan laki-laki.
> 
> Akhirnya saya tidak merasa ragu bahwa wanita akan mampu menjalankan 
> beberapa pekerjaan yang dilakukan laki-laki hari ini. Sekalipun untuk 
> menjadi ahli seperti laki-laki terkadang wanita harus sedikit lebih 
> maskulin dari wanita rata-rata. Sedangkan pria juga akan mampu
menjalankan 
> beberapa pekerjaan yang dilakukan kaum wanita hari ini. Sekalipun untuk 
> menjadi ahli seperti wanita dia harus menjadi lebih feminim dari pria 
> rata-rata.
> 
> Mengenai pembagian tugas antara suami dan istri hal ini bisa
dibicarakan 
> antara suami dan istri itu sendiri. Karena kehidupan di zaman ini tidak 
> sesederhana di zaman nabi dahulu. Masalah kecukupan nafkah. Masalah
sang 
> istri yang ingin aktualisasi di luar rumah. Masalah gengsi kaum pria
jika 
> posisinya dibalik menjadi pelaksana tugas domestik. Dan pasti banyak 
> sekali hal-hal yang harus dibicarakan oleh suami istri itu. Tergantung 
> pula apa visi misi dari pembentukan keluarga oleh suami istri itu. 
> 
> Dunia Industri yang berkembang sangat pesat seperti zaman ini tidak
pelak 
> akan menuntut pengurbanan yang besar dari keluarga. Antara suami istri 
> haruslah ada sikap ingin saling memahami. Mencari jalan yang terbaik
bagi 
> rumah tangga mereka. Tidak saling menonjolkan ego dan gengsi 
> masing-masing. Bahu membahu sebagai partner. Saling membahagiakan.
Menjaga 
> amanah yang diberikan kepada masing-masing (jangan sampai
selingkuh/zina 
> di lingkungan kerja). Yang ditujukan untuk mencapai visi pembentukan
rumah 
> tangga mereka yang tertinggi itu. Carilah kesepakatan yang terbaik
untuk 
> mencapai visi itu. Dan pada momen-momen tertentu mungkin akan ada 
> ?teguran? untuk mengevaluasi kesepakatan itu. Saya ingin menganjurkan 
> untuk berpegang sekuat-kuatnya pada visi keluarga muslim itu.
Menjadikan 
> tujuan akhirat keluarga muslim itu adalah segala-galanya bagi
kesepakatan 
> sepasang suami istri muslim.
> 
> Sedangkan pendapat saya tentang pernikahan sebagai salah satu solusi
untuk 
> pelacuran, karena telah terbukti, bahwa bagi wanita-wanita yang
terjun ke 
> dunia pelacuran, jika dia mempunyai suami insya Allah tidak akan
menjadi 
> seorang pelacur. Dalam kasus khusus yang sedikit tidak menutup
kemungkinan 
> sebaliknya. Tetapi secara umum insya Allah demikian. Karena wanita yang 
> terpaksa memasuki dunia pelacuran, dia telah terbukti tidak bisa
menemukan 
> lapangan pekerjaan yang lebih layak baginya dari pada melacurkan
dirinya. 
> Entah si wanita itu tidak mempunyai ketrampilan atau pengetahuan yang 
> dibutuhkan, atau memang lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka tidak 
> tersedia. Jadi alangkah lebih baiknya jika dia melindungkan dirinya
kepada 
> seorang suami jika dia mampu dari pada menerjunkan dirinya ke dunia 
> pelacuran. Tetapi my best advise adalah: alangkah lebih baiknya jika 
> setiap wanita bisa memiliki suami. Karena dengan demikian dua fitrah
yang 
> dia miliki akan bisa terpenuhi, untuk kebahagiaan jiwanya. Sekaligus
dia 
> akan terbebas dari kemungkinan melacurkan dirinya.
> 
> Dan anjuran bahwa perempuan itu sebaiknya menikah dan mempunyai anak, 
> tentu saya berbicara bagi sebagian besar wanita mbak Rita. Sebab
bagi yang 
> bisa memenuhi sunnah nabi ini, jiwanya akan lebih bahagia dibandingkan 
> yang tidak. Oleh karenanya nabi melarang hidup membujang (tidak
menikah). 
> Karena dengan menikah kedua fitrahnya itu akan terpenuhi. Bagi yang 
> terpaksa tidak bisa memenuhi kedua fitrah itu (istri dan ibu), atau
salah 
> satunya (ibu), sebagaimana kedua sahabat anda itu, semoga Allah SWT 
> menggantinya dengan kebahagiaan dalam bentuk yang lain. Jadi saya mana 
> beranilah Playing God dan menghakimi mbak Rita. Saya hanya menunjukkan 
> keberadaan kedua fitrah ini. Tetapi jika memilih untuk tidak
memenuhinya 
> itu adalah hak setiap pribadi. Tetapi jiwanya ?saya rasa- akan selalu 
> mempertanyakan pilihan yang diambilnya itu. Kecuali kalau dipaksa oleh 
> keadaan. 8-)
> 
> CMIIW.
> 
> Salam,
> 
> 
> 
> 
> "ritajkt" <[EMAIL PROTECTED]> 
> Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 03/24/2006 06:32 AM
> Please respond to
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 
> 
> To
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
> cc
> 
> Subject
> [wanita-muslimah] Re:Pelacuran,
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Saya mengirim compliment untuk posting Pak Wida yang santun ini. 
> Bacanya jadi enak, iya gak Pak Bejo?
> 
> Walo pun secara substansi permasalahan, saya sangat berbeda pendapat 
> dengn Pak Wida..:))
> 
> Pak Ary sudah mereply dengan lbh komprehensif, saya nambahin dengan 
> unek-unek aja..:)
> 
> Begini Pak Wida, kalo saya menyimpulkan posting Pak Wida di bawah 
> ini maka perempuan kembali diletakkan sebagai gender kelas dua, 
> dimana seorang perempuan hanya berguna (dan sempurna?) jika berada 
> dalam naungan seorang lelaki (ayahnya dan kemudian suaminya). Semua 
> carut marut problem sosial kemudian dibebankan pada perempuan yang 
> dianggap "tersesat" karena tidak mendapat perlindungan 
> suami/ayahnya. Pendapat Pak Wida itu kalo saya lihat hanya akan 
> merujuk perempuan yang menyerahkan sepenuh hidupnya hanya untuk 
> mengurus suami dan anak-anak (artinya : stay at home mothers) 
> sebagai perempuan yang "paling Islami". Aktualisasi seorang 
> perempuan di luar rumah menjadi sesuatu yang salah karena itu bisa 
> membuat pangsa kerja buat kaum lelaki menipis -> membuat banyak 
> lelaki kehilangan akses untuk memperoleh pekerjaan -> membuat anak 
> dan istri mereka menjadi pelacur. PCMIIW ya.
> 
> Saya kira Pak Wida, dalam Islam justru semangat memanusiakan 
> perempuan itu sangat kuat dan bukan kebalikannya. Tentu lebih 
> kredibel kalo hal ini diulas temen-temen WM yang mendalami ilmu fiqh 
> ( halo Mas Aman, I miss U deh..:)). Dari saya cukup saya kemukakan 
> ini saja. Bagaimana kita menjelaskan fenomena Bunda Khadijah yang 
> pengusahawati nan sukses itu?  Bagaimana pula kita menjelaskan bahwa 
> Siti Aisah RA adalah perempuan pertama yang menjadi ahli hukum 
> (lawyer) yang dicatat dalam sejarah? 
> 
> Perempuan itu sama kok dengan anda, yang lelaki ini, dalam 
> menjalankan tugas menjadi khalifah Allah di bumi, masing-masing 
> sudah utuh  dngan hardware dan software dariNya yang kumplit (akal, 
> pikiran, daya--> termasuk daya seks dan reproduksi dimana kedua 
> jenis kelamin ini akan saling melengkapi dengan harmonis). So, 
> membesarkan anak itu tugas dua orang pak, bukan cuma tugas ibu. Yang 
> kodrat ibu adalah hamil, menyusui dan melahirkan, titik. Diluar itu, 
> semua harus dikerjakan berdua pak. Ingat kan dengan riwayat Nabi 
> yang menjahit sendiri busananya yang robek? Bandingkan dengan bapak-
> bapak kite yang gak pernah mau membantu istrinya mengerjakan tugas-
> tugas domestik..:( Semoga Pak Wida tidak seperti itu ya..:)
> 
> Dan satu poin penting lagi, seruan bahwa perempuan harus menikah dan 
> punya anak itu saya kira kok malahan melanggar sunatullah tuh 
> Pak..:).Saya punya teman yang mendapat suami bermasalah kesehatan 
> hingga pasangan ini tidak juga dikaruniai anak.  Saya juga punya 
> seorang  teman yang sejak duduk di kursi roda ia hingga kini tidak 
> menikah. Kedua sahabat saya itu adalah muslimah yang integritas 
> ukhuwah dan muamalahnya sangat saya acungi jempol. Bagaimana ini Pak 
> Wida,  hla Anda kok berani "playing God" dengan "menghakimi " 
> perempuan--perempuan seperti dua teman saya itu ?
> 
> Saya jadi ingat lagi kalimat pak Bmuncar, "Selamat datang di dunia 
> nyata," Pak Wida..:))
> 
> salam,
> rita
> 
> 
> 
> 
> 
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
> Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
> 
> This mailing list has a special spell casted to reject any
attachment .... 
> 
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>






Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke